Saat ini telah diluncurkan jasa publik LIPI berbasis teknologi informasi (http://www.lipi.go.id). Situs ini bertujuan memasok informasi ilmiah bagi masyarakat Indonesia secara cuma-cuma lewat internet. Layanan yang diperkenalkan terdiri dari 3 jenis : umum, jasa ilmiah dan portal ilmiah. Layanan umum memuat informasi LIPI, layanan jasa ilmiah memuat antara lain jurnal online, informasi HAKI, data base riset, sedangkan portal ilmiah mewadahi bidang fisika, komputasi, energi dan kimia.
Keberadaan situs ini merupakan angin segar yang berhembus, di tengah maraknya isu mahalnya pendidikan dan sulitnya melakukan penelitian di Indonesia. Telah umum diketahui bahwa anggaran untuk mendanai kegiatan iptek di Indonesia relatif kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, maupun dibandingkan dengan negara yang lain. Anggaran iptek tahun 2004 hanya 0.05% dari PDB (Rakornas Ristek 2004). Angka ini relatif sangat kecil dibandingkan misalnya dengan negara jiran Malaysia, yang menganggarkan 0.5% dari PDB untuk mendorong pertumbuhan iptek di negeri tersebut. Dari dana 0.05% PDB ini masih dibagi-bagi untuk pengadaan alat dan bahan, sehingga anggaran untuk pengadaan literatur ilmiah akan jauh lebih kecil lagi. Padahal informasi ilmiah yang antara lain berupa jurnal, proseding seminar, merupakan kebutuhan pokok bagi seorangpeneliti di perguruan tinggi maupun industri.
Seorang peneliti dituntut untuk rajin mengikuti perkembangan teknologi di bidangnya. Sumber utama adalah jurnal ilmiah, yang jumlahnya ribuan dan diterbitkan di berbagai bidang. Akan tetapi akses terhadap literatur ilmiah memiliki keterbatasan. Tidak semua perpustakaan berlangganan jurnal ilmiah dalam versi cetak, yang cukup lengkap dan memenuhi kebutuhan peneliti. Dalam hal ini keberadaan digital library merupakan solusi yang sangat membantu seorang peneliti untuk menemukan sumber informasi yang diperlukannya.
Manfaat terbesar dari digital library ini adalah akses tak terbatas terhadap sebuah artikel ilmiah. Artikel yang berada dalam format elektronik tidak pernah out of print, sedangkan artikel yang terbit dalam versi cetak, seringkali terbatas jumlah terbitannya. Digital library yang dapat diakses online membuat akses terhadap artikel ilmiah pun menjadi lebih mudah. Dengan bermodalkan PC yang terhubung ke internet, sebuah artikel terbaru yang diterbitkan di journal The Institute of Electrical & Electronics Engineers (IEEE) di Amerika, misalnya, dapat diperoleh di Indonesia dalam hitungan detik. Dengan kata lain, informasi online akan menghilangkan kendala geografis, yang selama ini merupakan masalah utama dalam mencari sumber ilmiah.
Di negara maju, misalnya di Jepang, informasi online merupakan sumber penting bagi penelitian. Perpustakaan di perguruan tinggi dan lembaga penelitian biasanya berlangganan jurnal elektronik, seperti Nature, Science, atau journal-journal ilmiah yang diterbitkan Elsevier dsb. Selain itu informasi literatur di berbagai perpustakaan di Jepang dapat diketahui dengan layanan NACSIS Webcat. NACSIS Webcat ini merupakan sistem berbasis www, yang dapat mencari database katalog untuk buku, majalah, journal ilmiah dan material yang disimpan di perpustakaan perguruan tinggi di Jepang. Dengan memanfaatkan NACSIS Webcat, seorang peneliti dapat menemukan lokasi dimana artikel ilmiah yang diperlukannya berada. Kalau artikel tersebut tidak terdapat di institusi-nya, dia dapat memesan artikel itu ke perpustakaan lain yang memilikinya. Sehingga peneliti di Jepang memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses literatur ilmiah.
Kesempatan akses informasi yang besar ini ternyata memberikan pengaruh lain. Steve Lawrence melaporkan bahwa artikel yang dimuat online memiliki frekuensi rujukan yang lebih tinggi daripada informasi yang dimuat offline. Penelitian yang dimuat dalam majalah ilmiah terkemuka, Nature tahun 2001 (Vol.411, No.6837, halaman 5221), mengamati frekuensi rujukan terhadap sekitar 120 ribu paper ilmiah di bidang komputer, yang dipublikasikan secara offline (versi cetak), maupun yang dapat diakses secara online. Pengamatan yang dilakukan pada publikasi paper ilmiah dalam interval 10 tahun, dari 1989-2000 ini berkesimpulan bahwa paper yang dapat diakses secara online memiliki frekuensi rujukan lebih dari dua kali lipat paper yang tidak dapat diakses secara online. Hal ini berimplikasi, artikel yang dipublikasikan secara online memiliki potensi lebih besar untuk mewarnai perkembangan iptek, karena temuan yang tertulis pada paper tersebut dapat diakses oleh siapa saja. Sebaliknya, sebuah ide yang cemerlang, apabila tidak dapat diakses dengan mudah, akan lebih sedikit mendapat perhatian dari komunitasnya. Sehingga kontribusinya terhadap dunia iptek mungkin kurang dapat dirasakan.
Hal ini yang melatar belakangi, dewasa ini banyak peneliti yang memuat publikasinya di situs pribadi, agar dapat dibaca oleh peneliti yang lain. Disamping situs pribadi, ada juga situs yang khusus menerima deposito artikel, misalnya http://citeseer.ist.psu.edu/ yang menerima tulisan di bidang komputer dalam format elektronik (pdf). Situs semacam ini bertujuan untuk meningkatkan diseminasi literatur iptek, sehingga dapat membuat proses pencarian sumber ilmiah berlangsung lebih mudah dan efisien.
Hal ini yang kita harapkan akan dapat diwujudkan juga di Indonesia. Dengan membuat sumber ilmiah di Indonesia dapat diakses online, diharapkan berbagai penemuan yang dokumentasinya selama ini tersebar di berbagai publikasi Indonesia, dapat diintegrasikan ke dalam sebuah portal online yang dapat diakses siapa saja.
Hal ini sangat penting mengingat komunitas Indonesia di dunia maya cukup besar. Menurut penelitian Onno Purbo porsi diskusi keilmuan di internet berada pada kisaran 19% dari keseluruhan posting di internet. Angka ini termasuk jumlah yang signifikan, dan menempati peringkat kedua setelah posting yang sifatnya silaturahmi (21.9%). Pornografi yang selama ini dikhawatirkan ternyata berada pada prosentase yang lebih kecil, yaitu 12.9%. Penelitian Onno yang dimuat di situs ilmukomputer.com ini, memberikan harapan segar bahwa ternyata perhatian masyarakat terhadap perkembangan iptek cukup besar. Sangat disayangkan bila potensi ini dilewatkan begitu saja, dan kurang mendapat suplai informasi ilmiah karena akses yang terbatas. Komunitas yang haus akan informasi iptek ini diharapkan dapat memanfaatkan secara optimal informasi online yang disediakan oleh LIPI, maupun situs serupa yang dewasa ini mulai menjamur. Dengan demikian, walaupun alokasi dana penelitian dari pemerintah sangat terbatas, diharapkan keberadaan layanan LIPI ini dapat memasok kekurangan informasi yang diperlukan bagi perkembangan iptek di Indonesia.