Banyak pihak yang mencampuradukkan istilah digital library, virtual library dan library automation. Pertama kali kita keluarkan dulu library automation sebagai sesuatu yang sama sekali lain. Library automation (otomatisasi perpustakaan) adalah suatu system yang menggunakan teknologi informasi untuk mengelola suatu perpustakaan, termasuk pendaftaran anggota, peminjaman buku dan pengembaliannya (disini termasuk teknologi RFID, barcode scanner, dan lain-lain), serta analisa profil pemakaian perpustakaan oleh anggotanya.
Sistem otomatisasi perpustakaan dapat saja mempunyai komponen perpustakaan digital, namun koleksi utama perpustakaan itu biasanya sebagian besar merupakan koleksi cetakan atau koleksi audio dan video dalam bentuk fisik (pita kaset, CD, DVD).
Digital library (perpustakaan digital) menandakan bahwa semua koleksinya berbentuk digital dan sama sekali tidak ada koleksi cetakannya. Digital library dapat merupakan bagian dari perpustakaan secara umum atau berdiri sendiri. Digital library mungkin dapat diakses melalui Internet (menjadi virtual library) atau hanya tersedia di jaringan local (tetap merupakan real library).
Virtual library dikonotasikan sebagai digital library, namun pada dasarnya tidak harus hanya berupa koleksi digital. Virtual library adalah konsep yang dipandang dari sisi pengakses informasi yang disini informasi diperoleh dari perpustakaan yang seolah-olah ada dalam satu tempat (padahal tidak). Internet pada dasarnya adalah suatu virtual library yang sangat besar dan suatu virtual library pada dasarnya harus dapat diakses dari jarak jauh (dan kini hal ini berarti menggunakan Internet).
Catatan: definisi lebih tepat mengenai virtual library adalah perpustakaan yang tidak menyimpan koleksi yang ditawarkannya.
Selain tiga definisi besar di atas, terdapat lagi beberapa komponen yang merupakan atau dikelirukan dengan digital library, di antaranya adalah: open archive, online catalogue, atau bahkan sekedar portal.
Salah satu tanda digital library yang sesungguhnya adalah selain kontennya berbentuk digital, juga klasifikasinya menggunakan sistem digital. Disini umumnya digunakan MARC – Machine-Readable Cataloging) yang kompleks atau Dublin Core yang minimalis. Dengan demikian beberapa perpustakaan yang mendigitasi koleksinya (umumnya terbatas pada disertasi, tesis dan skripsi) sudah dapat dikatakan mendekati karakter suatu perpustakaan digital. Konsep open archive diikuti oleh perpustakaan jenis ini, yang memungkinkan informasi koleksinya dikumpulkan oleh mesin pencari khusus: open archive harvester.
Banyak perpustakaan universitas yang menyediakan catalog online dan universitas-universitas ini berbagi koleksinya dengan universitas-universitas lain. Inisiatif ini pada dasarnya bukanlah perpustakaan digital sebab kontennya sama sekali bukan digital, hanya katalognya yang digital. Bahkan ada yang hanya menggunakan portal koleksi foto dan menyebutnya sebagai perpustakaan digital (dan tentunya sama sekali bukan).
Dunia Perpustakaan Digital
Konsep perpustakaan digital sudah dibayangkan orang sejak tahun 1932 yang dapat dilihat di situs YouTube. Internet sebagai yang kita kenal sekarang sudah merupakan suatu digital virtual library (perpustakaan digital maya). Disebut maya sebab dengan hanya memiliki computer dan akses internet maka seolah-olah kita mempunyai koleksi informasi apa saja. Disebut digital sebab konten dari Internet berbentuk berkas digital. Berkas digital disini tidak harus hanya berupa teks, melainkan juga audio atau video (multimedia).
Yang masih kurang dari Internet adalah klasifikasi konten, jadi selain di Internet terdapat banyak perpustakaan maya, setiap orang atau lembaga juga dapat memanfaatkan Internet untuk membentuk perpustakaan mayanya sendiri, baik dengan menggunakan bahan-bahan yang sudah tersedia di Internet maupun menggunakan bahan-bahannya sendiri yang selama ini tersembunyi di gudang-gudang arsip.
Dengan memanfaatkan karakter-karakternya, Perpustakaan Digital dapat dibentuk dengan berbagai tujuan. Berikut ini beberapa contoh di antaranya:
Mendukung Pengembangan Kemanusiaan
Kataayi adalah organisasi kerakyatan di desa kecil Kakunyu di pedalaman Uganda. Dalam beberapa tahun terakhir mereka mencontohkan pembuatan tangki penampungan air hujan dari ferosemen, memanfaatkan energi yang terperbaharui seperti energi matahari, angin dan biogas serta membangun berbagai industri lokal diantaranya pembuatan genteng dari tanah liat.
Namun walaupun sumber daya manusia berlimpah, informasi sangat terbatas. Perpustakaan terdekat terdapat di Masaka, kota kecamatan yang jaraknya 20 km dari Kakunyu yang harus dilalui dengan melewati jalan yang jauh dari mulus. Bahkan di Masaka sendiri tidak terdapat e-mail ataupun akses Internet.
Karena mempunyai keyakinan akan pentingnya informasi, mereka menyediakan computer dan peralatan pembangkit listrik tenaga matahari. Menyediakan akses e-mail melalui telepon seluler dan mengadakan program pelatihan komputer. Selanjutnya mereka membangun perpustakaan digital koleksinya didapat dari The Humanity Development Library (suatu lembaga PBB) dalam bentuk CD ROM dari 1200 buku yang sesuai yang berasal dari berbagai organisasi nirlaba.
Apabila 1200 itu harus disediakan dalam bentuk cetakan maka beratnya sekitar 340 kg, senilai US$20.000 dan memerlukan tempat khusus untuk penyimpanannya. Namun kini dengan perpustakaan digital semuanya dapat disediakan dalam bentuk CD ROM.
Menerbitkan Karya Ilmiah Mutakhir
Penelitian ilmiah berlangsung di mana-mana dan setelah melalui proses penelaahan oleh mitra bestari perlu diterbitkan secepat mungkin agar hasilnya dapat segera disebarluaskan dan mempercepat proses peningkatan pengetahuan kemanusiaan. Kini, selain tetap menjaga integritas, karya-karya ilmiah dapat diterbitkan secara online dalam waktu singkat. Para peneliti dapat menempatkan dalam server milik universitasnya sebelum diterbitkan secara resmi baik oleh penerbit open access maupun penerbit komersial. Bahkan penerbit-penerbit komersial besar seperti Elsevier kini mengizinkan penulis memuat karyanya (setelah disunting tetapi belum di-layout) untuk dimuat di server milik kampus (university repository).
Hal ini dimanfaatkan oleh mesin pencari seperti Google Scholar yang mengindeks semua karya ini agar dapat diperoleh oleh para peneliti lain. Untuk membuat karya-karya ini lebih cepat dan mudah didapati oleh para peneliti lain, berbagai inisiatif sudah terdapat, diantaranya Open Archive Initiative, CrossRef – Digital Object Identifier (DOI), serta berbagai format A&I (Abstracting & Indexing).
Pelestarian Budaya Tradisional
Budaya-budaya tradisional (bahasa, musik, tari-tarian, motif tekstil) semakin banyak tidak dikenali lagi. Para penjaga budaya pada saatnya akan meninggal dan apabila tidak ada penerusnya maka tidak akan ada lagi budaya tersebut.
Setiap perpustakaan setempat merupakan lembaga yang paling mungkin untuk melestarikan budaya setempat dan inilah yang dilakukan oleh Universitas Kristen Petra di Surabaya. Tanpa menyediakan anggaran khusus, Perpustakaan Kristen Petra menyiapkan Desa Informasi, yang selain memuat versi digital dari koleksi skripsi, tesis dan disertasi milik universitas ini, juga memelihara koleksi foto Surabaya Memory (http://www.petra.ac.id/desa-informasi/)
Eksplorasi Musik Populer (Juga Video dan Multimedia Lain)
Musik menandai suatu zaman, suatu generasi dan juga identitas kelompok. Musik berevolusi dari waktu ke waktu dan semua ini dapat disimpan dalam format digital dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya. Inilah bentuk lain dari perpustakaan digital.
Masalah hak cipta dapat diatasi dengan tetap membiarkan berkas digital dari musik atau video tersebut tetap terletak pada server aslinya. Yang dibangun oleh perpustakaan digital disini hanyalah metode aksesnya. Ini sudah dilakukan oleh www.edu2000.org yang membentuk katalog dari berbagai video pendidikan yang diperoleh dari berbagai situs video sharing tanpa memindahkan file tersebut dari server aslinya.
Infrastruktur Teknologi untuk Digital Library
Kita akan membatasi pembahasan pada berbagai teknologi yang bersifat tersedia untuk umum dan bukan yang bersifat komersial, sehingga setiap orang atau setiap lembaga yang berminat mengembangkan perpustakaan digital dapat segera mewujudkan cita-citanya tanpa harus terhambat oleh biaya lisensi atau ketidaktersediaan suatu produk komersial.
Yang pertama kali diperlukan adalah komputer yang kiranya sudah bukan masalah lagi di banyak tempat, apalagi di suatu lembaga pendidikan atau pelatihan. Komputer ini dapat tersedia dalam bentuk jaringan lokal dan lebih baik lagi apabila terhubung ke Internet dengan koneksi broadband. Tergantung pada tujuannya, mungkin diperlukan pengganda CD atau pengganda DVD yang kini juga sudah bukan masalah besar.
Yang lebih penting adalah software yang digunakan. Ada dua software yang dianjurkan mengingat keduanya sudah mengikuti kaidah klasifikasi konten digital yaitu Dublin Core, yang jauh lebih sederhana dibandingkan MARC. Klasifikasi sederhana Dublin Core dibandingkan MARC ini dikarenakan bahwa pada konten digital informasi berubah dengan cepat dan klasifikasi harus dapat secara fleksibel mengikuti perkembangan ilmu dan bukannya klasifikasi kaku untuk jangka panjang.
Untuk koleksi buku, skripsi, disertasi, tesis, manual, berkala popular dan jenis-jenis konten berbentuk teks lainnya (yang dimaksud teks disini dapat berupa PDF, berkas teks, ataupun HTML) dianjurkan menggunakan Greenstone Digital Library yang dapat di-download di sini:http://www.greenstone.org/
Untuk koleksi berkala ilmiah yang memerlukan fasilitas untuk sitasi dan memperhatikan konsep preservasi dan inseminasi ilmu pengetahuan, dianjurkan menggunakan Open Journal System (OJS) yang dapat di-download di sini: http://pkp.sfu.ca
Untuk koleksi audio, video dan multimedia, tergantung pada tujuannya dapat digunakan juga Greenstone Digital Library atau software-software CMS (Content Management System) yang kini sudah sangat popular, diantaranya Mambo dan Joomla! Penulis sendiri lebih cenderung merekomendasikan Joomla! Yang dapat di-download di sini: http://www.joomla.org/
Menyusun Konsep Perpustakaan Digital
Membangun suatu perpustakaan digital adalah suatu usaha besar yang memerlukan perencanaan yang seksama. Kita harus sadar bahwa menyebarluaskan setiap jenis informasi berimplikasi pertanggungjawaban tertentu. Yang pertama adalah hak cipta: bahwa anda memiliki suatu dokumen bukan berarti anda dapat memberikannya pada orang lain. Yang kedua adalah masalah sosial: suatu dokumen harus menghargai kebiasaan dan komunitas tempat diproduksinya dokumen itu. Teralkhir adalah masalah etis: ada hal-hal yang memang tidak layak disajikan pada orang lain.
Sumber Koleksi
Pertanyaan mendasar mengenai sifat suatu perpustakaan digital yang hendak anda ciptakan adalah: apa tujuannya, apa prinsip dalam menyertakan suatu dokumen dalam koleksi, dan apa yang membedakan satu dokumen dari yang lain. Berikutnya adalah tiga skenario mengenai sumber koleksi untuk perpustakaan digital anda:
- Perpustakaan yang ada hendak dikonversi ke bentuk digital
- Mempunyai akses ke suatu kumpulan bahan yang hendak disajikan dalam bentuk digital
- Menyediakan suatu portal yang terorganisasi terhadap keperluan tertentu dari bahan-bahan yang sudah terdapat di Internet
Organisasi Bibliografis
Ada tiga tujuan system bibliografi: finding, collocation, dan choice. Tujuan pertama, finding, adalah untuk memungkinkan seseorang mendapatkan sebuah buku (atau artikel atau lainnya) berdasarkan penulis, judul, atau subyeknya. Ini mecakup mendapatkan informasi dalam database, mengkonfirmasi identitasnya, dan mungkin mengetahui dimana dapat diperoleh, dan apakah sudah tersedia.
Tujuan kedua, collocation, adalah untuk menunjukkan apa yang dipunyai oleh perpustakaan sehubungan dengan karya oleh penulis yang sama, subyek yang sama, atau jenis kepustakaan yang sama. ‘Collocation’ bermakna menempatkan bersama-sama dalam urutan yang seharusnya dan ini dapat mencakup beberapa bidang informasi yang berlainan.
Tujuan ketiga, choice, dimaksudkan untuk membantu memilih buku (atau artikel atau lainnya) secara bibliografis atau menurut topiknya.
Modus Akses
Tujuan perpustakaan adalah memberikan akses pada publik dan perpustakaan digital mempunyai potensi luar biasa dalam memperluas akses. Dengan perpustakaan digital kita tidak harus dating ke perpustakaan, melainkan perpustakaan yang datang ke kita. Apabila perpustakaan digital disediakan melalui Internet maka harus dibedakan mana dokumen yang dapat diakses oleh umum dan yang mana yang memerlukan otentikasi.
Digitasi Dokumen
Apabila suatu dokumen masih mempunyai berkas aslinya (Microsoft Word ataupun PDF) maka dokumen itu pada dasarnya sudah dalam bentuk digital. Tidak demikian halnya dengan koleksi dokumen lama ataupun naskah yang berkas aslinya sudah tidak diketahui ada dimana.
Digitasi dokumen memerlukan scanner dengan OCR (Optical Character Recoqnition). Apabila dokumen itu begitu tua dan huruf-huruf serta layoutnya tidak terlalu beraturan, mungkin cukup di-scan menjadi berkas digital saja dan informasi tentang dokumen ini cukup disediakan lewat metadata tentang dokumen itu.
Presentasi Perpustakaan Digital
Presentasi suatu perpustakaan digital dimulai dengan software yang dipilih. Baik software Greenstone Digital Library, Open Journal System ataupun Content Management System mempunyai tampilan standarnya masing-masing. Tampilan ini dapat diubah dengan sedikit mengubah kodenya. Pada OJS atau Joomla yang dibuat dengan menggunakan PHP, pengubahan tampilan relatif mudah dilakukan. Greenstone Digital Library (menggunakan C++ dan dikompilasi menjadi berbagai macam macro) juga dapat diubah tampilannya walaupun tidak sefleksibel software yang dibuat dengan PHP.
Presentasi Dokumen
Dokumen dalam perpustakaan digital mungkin terstruktur secara hirarkis atau sama sekali tidak terstruktur. Dokumen yang terstruktur mungkin sudah dalam format HTML atau XML sedangkan yang tidak terstruktur mungkin berasal dari dokumen-dokumen lama. Proyek Gutenberg yang dicanangkan tahun 1971 mempunyai tujuan ambisius menyediakan satu triliun kesusatraan dalam bentuk berkas elektronik pada tahun 2001. Proyek ini akhirnya baru dimulai tahun 1991 dan tujuannya dikurangi menjadi 10.000 berkas elektronik dalam waktu 10 tahun.
Gambar dan Teks
Suatu halaman mungkin berisi teks dan gambar. Paling baik apabila teks dapat diakses sebagai teks (misalnya HTML) dan gambar sebagai berkas grafik dengan penampilan masih serupa dengan tampilan cetakan aslinya.
Koleksi digital Majalah Neotek (www.neotek.co.id) kini masih hanya dapat diperoleh dalam format PDF, namun sekarang sedang berlangsung upaya oleh bekas redaktur pelaksana Neotek, Rody M. Candera untuk menmpilkan majalah Neotek dalam format HTML dengan latar belakang grafik halaman Neotek secara keseluruhan (mencakup grafik pada artikel serta frame halamannya).
Foto, Audio, Video, Musik, dan Bahasa Asing.
Kini menempatkan (embed) berkas audio, video, dan musik (berkas MIDI) sudah semudah foto biasa saja. Bahasa asing dengan karakter khusus (Cina, Jepang, Korea, Arab) juga sudah dengan mudah dapat ditampilkan pada browser yang mendukung Unicode.
Presentasi Metadata
Metadata atau ‘data tentang data’ pada koleksi digital, seperti telah disebut sebelumnya, menggunakan Dublin Core atau MARC. Selain itu untuk naskah-naskah matematik mungkin diperlukan standard metadata menurut BibTeX (untuk search notasi matematik) ataupun Refer (dasar dari software bibliografik yang populer, EndNote).
Searching dan Browing
Search dan browsing amat dibantu dengan adanya metadata yang baik. Mutu suatu perpustakaan digital amat tergantung pada kemudahan search dan browsing dan itu tergantung pada sejauh mana pengurus perpustakaan digital menaruh perhatian terhadap metadata koleksinya.
Makalah ini disampaikan oleh Kosasih Iskandarsjah pada tanggal 27 Maret 2008 di P4TK – BMTI, Jl. Pesantren Km. 2, Cibabat, Cimahi, Jawa Barat