Pendahuluan: Indonesia Kini
Indonesia boleh berbangga karena kemajuan ekonomi yang diperoleh belakangan ini. Kenaikan rating Indonesia ke investment grade oleh Moodys, semakin memperkuat pengakuan internasional atas capaian kinerja perekonomian nasional yang sebelumnya dilakukan oleh Fitch. Dengan pengakuan ini, Indonesia dinilai layak menjadi tempat investasi dengan risiko yang relatif terkendali oleh investor internasional.
Kemajuan ini tentu dipertanyakan kembali ketika melihat data yang dikeluarkan oleh LPS terkait perkembangan jumlah simpanan di perbankan yang mendapat jaminan penuh dan tidak mendapat jaminan penuh. Dari jumlah total rekening 101.503.564, sebanyak 136.890 di antaranya tidak mendapatkan jaminan penuh dari LPS. Hal itu disebabkan nilai saldo melebihi batas penjaminan yang telah ditetapkan sebesar Rp. 2 miliar. Saldo total dari keseluruhan rekening yang tidak jaminan penuh tersebut mencapai Rp. 1.436.45 triliun.Adapun jumlah saldo total dari seluruh rekening (101.503.564) mencapai Rp. 2.803.32 triliun. Artinya, separoh lebih dari jumlah saldo total seluruh rekening hanya dikuasai oleh 136.890 rekening. Data ini memunculkan pertanyaan besar mengenai distribusi kemajuan ekonomi yang diperoleh Indonesia.
Ketidakmerataan distribusi pembangunan ekonomi mungkin diperparah dengan keberagaman Indonesia secara geografis. Istilah “pusat dan daerah” ataupun “barat dan timur” seringkali muncul untuk menggambarkan perbedaan keduanya. Pusat dan Indonesia kawasan barat dinilai memiliki perekonomian yang maju, tak sebanding dengan jalan yang ditempuh beberapa daerah di kawasan Indonesia timur yang lambat. Pertanyaannya, apakah Indonesia timur tidak sekaya Indonesia barat? Tentu tidak. Indonesia timur justru memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebut saja tanah Papua yang mengandung limpahan tambang. Namun, kemajuan ekonomi masih getir dirasakan oleh rakyat Papua. Sudah menjadi rahasia umum memang jika tambang Papua menjadi kuasa investor asing. Indonesia, apalagi daerah, hanya mendapat secuil kenikmatan dari sumber alam tersebut.
Ketimpangan yang terjadi tidak jarang menimbulkan tindakan anarkhis di masyarakat. Beberapa aksi protes oleh masyarakat papua kepada investor asing yang dianggap tidak adil terkadang menjadi aksi pengrusakan, pembakaran, bahkan pembunuhan. Potensi konflik yang diciptakan karena adanya ketimpangan ekonomi sangat besar melihat fenomena yang terjadi selama ini.
Permasalahan ketimpangan ekonomi menjadi masalah klasik dari dulu hingga kini, di banyak negara berkembang. Di sisi lain, banyak pakar berbicara mengenai solusi dari permasalahan ketimpangan. Salah satu pemikiran yang muncul adalah kembali kepada ideologi bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila.
Jas Merah Untuk Indonesia
Kenyataan Indonesia yang memiliki bentuk geografis kepulauan dengan beranekeragam budaya telah dipertimbangkan oleh founding fathers kemerdekaan dalam membentuk ideologi Indonesia. Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno menyampaikan pidato dihadapan BPUPKI mengenai dasar negara yang sekaligus diterima menjadi ideologi yang mencerminkan bangsa Indonesia. Ideologi tersebut tidak lain adalah Pancasila yang dimasukkan sebagai penutup dari Pembukaan UUD 1945. Hal ini berarti bahwa Pancasila yang berisikan 5 sila telah diterima penuh sebagai falsafah dasar berdirinya Republik Indonesia, dan orang tidak pernah lagi memikirkan kebaikan/ keburukannya.[1]
Pancasila secara totalitas mengandung 5 sila yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancassila, 1 Juni 1967, Soeharto menguraikan pancasila sebagai berikut.
“Dalam rangkaian falsafah Pancasila, maka pelaksanaan kehidupan ber-Agama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan seluruh Rakyat Indonesia, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi; yang kesemuanya itu akan membawa seluruh Rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran serta kebahagiaan lahir dan batin.”[2]
Uraian di atas menggambarkan keutuhan pemikiran ideologi Pancasila. Sila pertama, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, menjadi starting point atau langkah awal. Sila kedua sampai sila keempat merupakan proses untuk menuju Sila kelima yang merupakan titik akhir dari ideologi Pancasila. Sehingga, dengan kata lain, Pancasila berusaha menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Proses penciptaan keadilan sosial bagi Rakyat Indonesia, dalam sudut pandang Pancasila, jelas mempertimbangkan keadaan dan situasi yang ada di Indonesia, baik secara fisik maupun non-fisik. Sila kedua mencerminkan pengembangan sumber daya manuasia yang berkeadilan dan beradab, yang di setiap daerah memiliki perbedaaan kualitas SDM. Sila ketiga berusaha melihat keanekaragaman Indonesia baik secara geografis maupun kebudayaan dengan mempersatukannya dalam satu ideologi. Semangat demokrasi digambarkan melalui sila keempat yang mendorong partisipasi setiap elemen serta daerah di Indonesia. Sehingga, Indonesia tidak hanya dimiliki oleh pihak tertentu atau untuk pihak tertentu.
Istilah “keadilan sosial” memiliki kaitan yang besar dengan perekonomian Indonesia. Ekonomi yang bekeadilan tanpa adanya ketimpangan tentu menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia. Pun diharapkan oleh Pancasila. Namun, implementasi Pancasila sebagai penjiwaan bangsa Indonesia masih di angan-angan, termasuk penerapannya pada sistem ekonomi Indonesia.
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Tentang Keadilan
Sejarah adalah monumen peradaban manusia di masa lampau, ia merupakan sumber pengetahuan bagi manusia zaman ini. Dalam sejarah selalu terjadi pergiliran generasi, antara generasi yang satu dengan lainnya bersifat menggantikan atau melengkapi. Pergiliran generasi ini memberikan pelajaran terhadap generasi berikutnya dalam bentuk kebaikan untuk diteladani dan keburukan untuk dihindari.
Kehidupan masyarakat dalam tiap generasi tidak pernah lepas dari aktivitas ekonomi yakni produksi, distribusi, dan konsumsi komoditas. Perubahan pada pola aktivitas ekonomi turut mendorong terjadinya evolusi sosial. Hal inilah yang menjadi bahan kajian bagi banyak ilmuwan islam dari masa ke masa. Ratusan teori dan ribuan buku telah lahir dari pemikiran-pemikiran para ilmuwan islam tersebut. Memahami alurnya akan memudahkan kita untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dari teori-teori itu sendiri.
Kemunculan Islam di Jazirah Arab pada tahun 616 M mampu memberikan warna tersendiri bagi masyarakat arab pada saat itu. Sistem ekonomi pra-Islam memunculkan kesenjangan di masyarakat sebagai akibat dari adanya eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk termasuk riba. Sistem ekonomi Islamlah yang kemudian menganjurkan adanya redistribusi kekayaan di masyarakat melalui pelarangan riba dan penimbunan harta serta pemberlakuan sistem zakat dan warisan. Sehingga lahirnya agama Islam merupakan periode pertama dari sejarah pemikiran ekonomi Islam karena memberikan pondasi bagi pengembangan ilmu ekonomi islam bagi para generasi ilmuwan Islam berikutnya hingga periode ketiga.
Dari pondasi pemikiran ekonomi Islam, terlihat bahwa “keadilan” menjadi fokus dan tujuan dari penerapan nilai-nilai Islam dalam perekonomian. Ekonomi Islam dan Pancasila memang memiliki tujuan “keadilan” yang sama. Namun, penerapan kedua sistem ekonomi ini masih menjadi pertanyaan besar.
Oleh: Rahmatdi dan Traheka Erdyas B.
[1] Mubyarto (2004), Ekonomi Pancasila Evaluasi Dua Tahun Pustep-UGM, hal 18
[2] CSIS (1976), Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, hal 29
Indonesia boleh berbangga karena kemajuan ekonomi yang diperoleh belakangan ini. Kenaikan rating Indonesia ke investment grade oleh Moodys, semakin memperkuat pengakuan internasional atas capaian kinerja perekonomian nasional yang sebelumnya dilakukan oleh Fitch. Dengan pengakuan ini, Indonesia dinilai layak menjadi tempat investasi dengan risiko yang relatif terkendali oleh investor internasional.
Kemajuan ini tentu dipertanyakan kembali ketika melihat data yang dikeluarkan oleh LPS terkait perkembangan jumlah simpanan di perbankan yang mendapat jaminan penuh dan tidak mendapat jaminan penuh. Dari jumlah total rekening 101.503.564, sebanyak 136.890 di antaranya tidak mendapatkan jaminan penuh dari LPS. Hal itu disebabkan nilai saldo melebihi batas penjaminan yang telah ditetapkan sebesar Rp. 2 miliar. Saldo total dari keseluruhan rekening yang tidak jaminan penuh tersebut mencapai Rp. 1.436.45 triliun.Adapun jumlah saldo total dari seluruh rekening (101.503.564) mencapai Rp. 2.803.32 triliun. Artinya, separoh lebih dari jumlah saldo total seluruh rekening hanya dikuasai oleh 136.890 rekening. Data ini memunculkan pertanyaan besar mengenai distribusi kemajuan ekonomi yang diperoleh Indonesia.
Ketidakmerataan distribusi pembangunan ekonomi mungkin diperparah dengan keberagaman Indonesia secara geografis. Istilah “pusat dan daerah” ataupun “barat dan timur” seringkali muncul untuk menggambarkan perbedaan keduanya. Pusat dan Indonesia kawasan barat dinilai memiliki perekonomian yang maju, tak sebanding dengan jalan yang ditempuh beberapa daerah di kawasan Indonesia timur yang lambat. Pertanyaannya, apakah Indonesia timur tidak sekaya Indonesia barat? Tentu tidak. Indonesia timur justru memiliki sumber daya alam yang melimpah, sebut saja tanah Papua yang mengandung limpahan tambang. Namun, kemajuan ekonomi masih getir dirasakan oleh rakyat Papua. Sudah menjadi rahasia umum memang jika tambang Papua menjadi kuasa investor asing. Indonesia, apalagi daerah, hanya mendapat secuil kenikmatan dari sumber alam tersebut.
Ketimpangan yang terjadi tidak jarang menimbulkan tindakan anarkhis di masyarakat. Beberapa aksi protes oleh masyarakat papua kepada investor asing yang dianggap tidak adil terkadang menjadi aksi pengrusakan, pembakaran, bahkan pembunuhan. Potensi konflik yang diciptakan karena adanya ketimpangan ekonomi sangat besar melihat fenomena yang terjadi selama ini.
Permasalahan ketimpangan ekonomi menjadi masalah klasik dari dulu hingga kini, di banyak negara berkembang. Di sisi lain, banyak pakar berbicara mengenai solusi dari permasalahan ketimpangan. Salah satu pemikiran yang muncul adalah kembali kepada ideologi bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila.
Jas Merah Untuk Indonesia
Kenyataan Indonesia yang memiliki bentuk geografis kepulauan dengan beranekeragam budaya telah dipertimbangkan oleh founding fathers kemerdekaan dalam membentuk ideologi Indonesia. Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno menyampaikan pidato dihadapan BPUPKI mengenai dasar negara yang sekaligus diterima menjadi ideologi yang mencerminkan bangsa Indonesia. Ideologi tersebut tidak lain adalah Pancasila yang dimasukkan sebagai penutup dari Pembukaan UUD 1945. Hal ini berarti bahwa Pancasila yang berisikan 5 sila telah diterima penuh sebagai falsafah dasar berdirinya Republik Indonesia, dan orang tidak pernah lagi memikirkan kebaikan/ keburukannya.[1]
Pancasila secara totalitas mengandung 5 sila yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancassila, 1 Juni 1967, Soeharto menguraikan pancasila sebagai berikut.
“Dalam rangkaian falsafah Pancasila, maka pelaksanaan kehidupan ber-Agama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan seluruh Rakyat Indonesia, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi; yang kesemuanya itu akan membawa seluruh Rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran serta kebahagiaan lahir dan batin.”[2]
Uraian di atas menggambarkan keutuhan pemikiran ideologi Pancasila. Sila pertama, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, menjadi starting point atau langkah awal. Sila kedua sampai sila keempat merupakan proses untuk menuju Sila kelima yang merupakan titik akhir dari ideologi Pancasila. Sehingga, dengan kata lain, Pancasila berusaha menciptakan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Proses penciptaan keadilan sosial bagi Rakyat Indonesia, dalam sudut pandang Pancasila, jelas mempertimbangkan keadaan dan situasi yang ada di Indonesia, baik secara fisik maupun non-fisik. Sila kedua mencerminkan pengembangan sumber daya manuasia yang berkeadilan dan beradab, yang di setiap daerah memiliki perbedaaan kualitas SDM. Sila ketiga berusaha melihat keanekaragaman Indonesia baik secara geografis maupun kebudayaan dengan mempersatukannya dalam satu ideologi. Semangat demokrasi digambarkan melalui sila keempat yang mendorong partisipasi setiap elemen serta daerah di Indonesia. Sehingga, Indonesia tidak hanya dimiliki oleh pihak tertentu atau untuk pihak tertentu.
Istilah “keadilan sosial” memiliki kaitan yang besar dengan perekonomian Indonesia. Ekonomi yang bekeadilan tanpa adanya ketimpangan tentu menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia. Pun diharapkan oleh Pancasila. Namun, implementasi Pancasila sebagai penjiwaan bangsa Indonesia masih di angan-angan, termasuk penerapannya pada sistem ekonomi Indonesia.
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Tentang Keadilan
Sejarah adalah monumen peradaban manusia di masa lampau, ia merupakan sumber pengetahuan bagi manusia zaman ini. Dalam sejarah selalu terjadi pergiliran generasi, antara generasi yang satu dengan lainnya bersifat menggantikan atau melengkapi. Pergiliran generasi ini memberikan pelajaran terhadap generasi berikutnya dalam bentuk kebaikan untuk diteladani dan keburukan untuk dihindari.
Kehidupan masyarakat dalam tiap generasi tidak pernah lepas dari aktivitas ekonomi yakni produksi, distribusi, dan konsumsi komoditas. Perubahan pada pola aktivitas ekonomi turut mendorong terjadinya evolusi sosial. Hal inilah yang menjadi bahan kajian bagi banyak ilmuwan islam dari masa ke masa. Ratusan teori dan ribuan buku telah lahir dari pemikiran-pemikiran para ilmuwan islam tersebut. Memahami alurnya akan memudahkan kita untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam dari teori-teori itu sendiri.
Kemunculan Islam di Jazirah Arab pada tahun 616 M mampu memberikan warna tersendiri bagi masyarakat arab pada saat itu. Sistem ekonomi pra-Islam memunculkan kesenjangan di masyarakat sebagai akibat dari adanya eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk termasuk riba. Sistem ekonomi Islamlah yang kemudian menganjurkan adanya redistribusi kekayaan di masyarakat melalui pelarangan riba dan penimbunan harta serta pemberlakuan sistem zakat dan warisan. Sehingga lahirnya agama Islam merupakan periode pertama dari sejarah pemikiran ekonomi Islam karena memberikan pondasi bagi pengembangan ilmu ekonomi islam bagi para generasi ilmuwan Islam berikutnya hingga periode ketiga.
Dari pondasi pemikiran ekonomi Islam, terlihat bahwa “keadilan” menjadi fokus dan tujuan dari penerapan nilai-nilai Islam dalam perekonomian. Ekonomi Islam dan Pancasila memang memiliki tujuan “keadilan” yang sama. Namun, penerapan kedua sistem ekonomi ini masih menjadi pertanyaan besar.
Oleh: Rahmatdi dan Traheka Erdyas B.
[1] Mubyarto (2004), Ekonomi Pancasila Evaluasi Dua Tahun Pustep-UGM, hal 18
[2] CSIS (1976), Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, hal 29