Bagi Muhammadiyah, muktamar kali ini memiliki makna sangat penting sebagai wadah untuk mengevaluasi perjalanan satu abad pertama dan merancang visi abad kedua. Di antara keberhasilan penting Muhammadiyah pada abad pertama adalah amal usaha Muhammdiyah berkembang sangat pesat, baik dari di bidang pendidikan, kesehatan, lembaga keuangan, maupun sarana ibadah. Sampai dengan November 2009, Muhammadiyah telah berhasil menyelenggarakan 7.307 sekolah (Sekolah Dasar sampai dengan Menengah Atas), 168 Perguruan Tinggi, 389 buah Rumah Sakit dan Balai Pengobatan, 1.673 Bank Perkreditan Rakyat/Baitut Tamwil, 6.118 masjid, 5.080 buah mushalla (Chirzin; 2010 : 3).
Dibalik berbagai keberhasilan tersebut, tersembul sebuah pertanyaan: apakah Muhammadiyah sudah puas dengan semua capaian itu? Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk memberikan pemikiran alternatif, khususnya pengembangan platform ekonomi Persyarikatan 100 tahun yang akan datang.
Perspektif Tajdid dan Ijtihad
Muhammadiyah menyatakan mengamalkan Islam berdasarkan: (a). Alquran: kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW; (b). Sunah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Alquran yang diberikan Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Bagaimana pentingnya Alquran dan sunah bagi Muhammadiyah, meminjam istilah Kuntowijoyo (Shihab; 1998 : XVIII), adalah satu dari dua daya hidup yang ditinggalkan Haji Ahmad Dahlan, selain aktivisme dengan mendirikan bermacam-macam voluntary association yang bersifat organic solidarity Yaitu sejenis organisasi yang tetap tegak meskipun ditinggalkan tokoh sentral.
Karena, secara berkelanjutan umat Islam terus berhadapan dengan realitas dan tantangan zaman. Sementara itu, pergumulan tersebut seringkali melahirkan berbagai penyimpangan dari tujuan Islam itu sendiri. Dalam konteks Muhammadiyah, kegiatan mengembalikan segala sesuatu ukuran baik niat dan amalan umat Islam dalam bidang akidah, syariah dan akhlak menggunakan Alquran dan sunah Rasul inilah yang sering disebut sebagai tajdid.
Di sinilah letak masalahnya. Dalam konteks ekonomi, sebagian besar pemangku kepentingan belum melihat bahwa platform ekonomi yang dianut, diajarkan, dikembangkan, dan disebarkanluaskan oleh Persyarikatan sudah sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Muhammadiyah yang berlandaskan nilai-nilai Alquran dan sunah itu.
Sepintas, apa yang disebut sebagai "ideologi al-Ma'un", sudah dianggap mewakili platform ekonomi Muhammadiyah. Yaitu, suatu ideologi yang menempatkan spirit surat Al-Maun untuk memberdayakan kaum tertindas sebagai respons atas kecaman Alquran atas perilaku perorangan yang dianggap pendusta agama bagi yang tidak perduli pada anak yatim dan fakir miskin. Bentuk ijtihad-nya adalah melakukan penyelesaian masalah kemiskinan secara kelembagaan, sebagai fardhu kifayah (tanggung jawab bersama). Dari analisis sosial inilah yang mendorong didirikannya ratusan panti asuhan Muhammadiyah di berbagai penjuru Tanah Air. Cara Muhammadiyah yang merespons kemiskinan dari sebagai kewajiban individu (fardhu 'ain) menjadi kewajiban bersama (fardhu kifayah) adalah ijtihad (bersungguh sungguh menggunakan sumber daya untuk mendapatkan keputusan terbaik) berdasarkan tajdid yang sesuai pada zamannya.
Melihat realitas perkembangan ekonomi dewasa ini yang sangat kompleks, tampaknya menempatkan spirit al-Maun sebagai representasi platform ekonomi Muhammadiyah, selain mengerldilkan perspektif Muhammadiyah atas persoalan sosial-ekonomi bahkan mengerdilkan perspketif Islam pada masalah-masalah ekonomi.
Paling tidak terdapat empat ranah yang harus dibicarakan ketika membuat platform ekonomi Muhammadiyah. Pertama, pilihan ideologi ekonomi, kedua, respons atas persoalan ekonomi nasional, ketiga, aktivitas ekonomi warga Muhammadiyah, dan keempat, Amal Usaha Muhammadmaiyah.
Ideologi ekonomi demikian penting bagi Persyarikatan. Berdasarkan pilihan ideologi ini, persyarikatan dapat menilai diri dan permasalahan ekonomi yang terjadi di sekitarnya. Tanpa pilihan ideologi, Muhammadiyah akan terombang-ambing di antara berbagai pertarungan ideologi ekonomi. Muhammadiyah bahkan dapat terperosok ke dalam sikap pragmatis sekaligus oportunis.
Ideologi ekonomi juga dapat membantu Persyarikatan secara cepat merespons berbagai permasalahan ekonomi nasional dan dapat memberikan solusi berdasarkan sudut pandangan ideologinya. Berbagai masalah deregulasi, liberalisasi, dan privatisasi pastilah mengusung egenda ideologi tertentu. Sudut pandang ideologi ekonomi menjadi penting, karena hampir tidak ada kelompok kepentingan dan rezim pemerintahan yang tidak memiliki ideologi ekonomi tertentu.
Pengembangan ekonomi warga Muhammadiyah juga tidak terlepas dari pilihan ideologi. Apabila Muhammadiyah terlalu propasar dan investasi asing, sebagaimana ideologi ekonomi rezim saat ini yang disebut sebagai 'neoliberalisme', maka usaha kecil-mikro milik warga Muhammadiyah pastilah tersingkir. Berapa banyak warga Muhammadiyah pedagang batik Pekalongan, pedagang Pasar Tanah Abang yang tersingkir akibat persaingan bebas? Berapa banyak pedagang warga Muhammadiyah yang harus menutup toko karena di depannya berdiri peritel jaringan hypermarket nasional dan internasional? Di sinilah Muhammadiyah perlu mengambil posisi.
Di samping itu, Muhammadiyah juga memiliki berbagai amal usaha, berbentuk rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga keuangan, dan usaha-usaha sektor ril lainnya. Platform ekonomi Muhammadiyah akan membantu mengarahkan tujuan, dan bagaimana pengelolaan harus dilakukan. Khususnya perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) yang mengajarkan disiplin ilmu ekonomi.
M. Nur A. Birton, Ketua Prodi Akuntansi FE Universitas Muhammadiyah Jakarta
Sumber: Republika Online