Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Pergerakan IHSG dan JII

Selama ini pergerakan Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan representasi pasar modal syariah di Indonesia bersifat pararel dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan representasi pasar modal konvensional. Bahkan pada saat krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu, JII sebagaimana IHSG terkoreksi sangat tajam. Hal ini dapat kita lihat pada 1DX statistic 2008 yang mencatat penurunan tajam IHSG di level 1.111,390 pada tanggal 28 Oktober 2008. Di mana pada tanggal 11 Januari 2008, IHSG mencapai nilai tertingginya pada level 2.830,263. Hal senada juga dialami JII yang sempat terseret turun pada level terendahnya pada tanggal 28 Oktober 2008 yaitu pada level 172,710. Penurunan ini tergolong curam bila dibandingkan level tertingginya pada tanggal 28 Februari sebesar 517,814.


Fakta di atas seakan menegasikan persepsi yang ada selama ini bahwa sistem keuangan syariah kebal terhadap krisis. Fakta tersebut juga membuktikan bahwa praktik trading yang ada di pasar modal syariah (JII) tidak jauh berbeda dengan yang ada di pasar modal konvensional (IHSG).

Dari kondisi riil, banyak umat Islam yang kemudian menganggap bahwa pasar modal syariah yang selama ini ada tidak lain adalah sebuah ilusi belaka. Mereka juga beranggapan bahwa bahwa larangan spekulasi di pasar modal syariah hanya bersifat normatif.

Metode penelitian

Untuk data variabel kebijakan moneter berupa SBI, SBIS, MO, Exchange Rate (ER), penulis peroleh dari SEKI BI yang dapat diambil dari situs resminya dan sebagian lagi dari perpustakaan BI. Data Industrial Price Index (IPI) dan inflasi (MK) penulis ambil dari situs resmi BPS. Sedangkan data IHSG dan JII penulis olah dari IDX statistics yJuig dapat diambil dari situs resmi Bursa Efek Indonesia, dan sebagian lagi dari Yahoo Finance terutama untuk IHSG. Data yang penulis gunakan adalah data time series dengan rentang waktu Maret 2003 sampai dengan Desember 2009.

Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

IHSG

LnlHSC = a0 + axLnlPl + a7LnJHK + asLnER + o4M0 + aBl + a, SB 15 + k,

JII

Ln/ll = St+ StLnlPl + S3LnlHK + S,LnER + StM0 + SSBI + StSBIS + X,l

Analisis hasil

Ada tiga variabel yang stasioner pada level baik dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) maupun Phillips-Perron (PP) yaitu SBIS, MO, dan IPI. Sedangkan variabel-variabel lainnya baru stasioner pada tingkat first difference. Mengingat semua variabel belum stasioner pada tingkat level, maka pengujian dilanjutkan pada tingkat first difference.

Berdasarkan uji stabilitas VAR yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan VD adalah stabil. Berdasarkan hasil uji kointegrasi, persamaan IHSG memiliki satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen. Sedangkan persamaan JII memiliki dua rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen. Dengan demikian analisis yang akan dipakai adalah Vector Error Correction Model (VECM atau restricted VAR).

Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel LNIPI, LNIHK, LNER, LNM0, SBI, dan SBIS tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap IHSG atau pun JII. Ekspektasi IHSG atau

D(LNIHSG(-1)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG sebesar 0,429311. Artinya ketika ekspektasi terhadap IHSG meningkat sebesar satu persen, maka akan menyebabkan kenaikan IHSG sebesar 0,429311 persen. Begitu pula dengan ekspektasi JII atau D(LNJII(-1)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap JII sebesar 0,466391. Hal ini berarti ketika ekspektasi terhadap JII meningkat sebesar satu persen, maka akan menyebabkan kenaikan JII sebesar 0,466391 persen. Selain itu, dari tabel di atas juga dapat kita lihat bahwa baik dalam model IHSG maupun JII terdapat koreksi kesalahan dari jangka pendek ke jangka panjang namun tidak signifikan. Dalam jangka panjang, berdasarkan uji-tdi atas masing-masing variabel kebijakan moneter baik yang berupa variabel instrumen (SBI, SBIS, MO dan ER) maupun variabel sasaran (IPI dan IHK) berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG, dimana SBI, SBIS, MO, ER, berpengaruh negatif terhadap IHSG masing-masing sebesar 0,133; 0,168; 6,708; dan 2,026. sedangkan IPI dan IHKberpengaruh positif terhadap IHSG masing-masing sebesar 8,562492 dan 13,76555.

Sedangkan untuk JII, hanya dua variabel saja yang tidak berpengaruh signifikan terhadap JII, yaitu ER dan SBIS. Sedangkan sisanya berpengaruh signifikan yaitu SBI (negatif sebesar 0,920), MO (negatif sebesar 28,337), IHK (positif sebesar 50,684) dan IPI (positif sebesar 2,144). Secara keseluruhan, uji-F menunjukkan bahwa variabel-variabel kebijakan moneter tidak berpengaruh signifikan baik terhadap IHSG maupun terhadap JU.

Impulse response function (IRF)

Hasil analisis Impulse Response Function dari model IHSG dan model JII terhadap guncangan variabel lainnya sangat fluktuatif. Namun demikian, yang menarik adalah adanya kesamaan pola hasil di antara keduanya, termasuk bentuk responsnya.

Baik IHSG maupun JII merespon negatif guncangan IPI, masing-masing sebesar 0,3 persen dan 1,8 persen. Demikian pula terhadap guncangan variabel IHK, di mana IHSG dan JII sama-sama merespons negatif, masing-masing sebesar 1,4 persen dan 0,7 persen.

IHSG dan JU juga merespons positif guncangan ER, masing-masing sebesar 1,1 persen dan 2,6 persen. Sedangkan terhadap variabel MO, IHSG dan JII merespons negatif, masing-masing 0,7 persen dan 1,4 persen.

Adapun terhadap guncangan variabel SBI, IHSG dan JII meresponsnya secara negatif, masing-masing sebesar 0,9 persen dan 1,5 persen. Perbedaan di antara kedua model tersebut (IHSG dan JII) hanya terletak pada respons terhadap guncangan SBIS. IHSG merespon negatif guncangan SBIS sebesar 1,1 persen, sedangkan JII merespon positif guncangan tersebut sebesar 0,6 persen.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat kita lihat bahwa pasar modal syariah yang direpresentasikan oleh JII temyata tidak jauh berbeda dengan pasar modal konvensional yang direpresentasikan oleh IHSG. Keduanya memiliki "kemiripan" yang nyata. Hal ini menguatkan pandangan sebagian kalangan yang menganggap bahwa pasar modal syariah baru sebatas pada tahap screening produk-produk pasar modal mana yang core business-nya sesuai dengan syariah.

Oleh karena itu, agar pasar modal syariah ini bisa berkembang dan berbeda secara signifikan dengan pasar modal konvensional, paling tidak ada dua rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan. Pertama, perlu adanya aturan main dari perspektif syariah (fatwa) yang bisa menegasikan atau membatasi praktek-praktek yang tergolong spekulatif. Hal ini harus tercermin pula pada regulasi yang ada. Kedua, perlu kiranya di-, lakukan edukasi yang lebih intens lagi kepada para investor tentang dasar-dasar ekonomi Islam terutama dalam hal prinsip dasar pasar modal dalam Islam.

Dr Yulizar D Sanrego, Kepala LPPM STEI Tazkia dan Peneliti Tamu FEM IPB
Abdul Wahid Faizin, Peneliti LPPM STEI Tazkia dan Peneliti Tamu FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya