Kinerja Perbankan Syariah Bahrain 2010

Untuk tahun 2011 ini, diversifikasi pembiayaan dan lebih banyaknya instrumen pengelolaan likuiditas sangat dibutuhkan industri keuangan syariah untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Bahrain adalah salah satu negara Teluk yang sangat bergantung pada industri jasa keuangan. Pada tahun 2009, 27 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Bahrain disumbang oleh sektor industri keuangan. Hal ini menjadikan industri keuangan sebagai kontributor terbesar PDB negara. Keseriusan pemerintah Bahrain dalam mengembangkan keuangan syariah telah membuat organisasi-organisasi penting penunjang industri keuangan syariah, seperti Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institution (AAOIFI), International Islamic Financial Market (IIFM), Islamic International Rating Agency (HRA), Liquidity Management Centre (LMC) dan The General Council for Islamic Banks and Financial Institutions (CEBAFI) memilih Bahrain sebagai "home base" nya. Bahrain juga dikenal sebagai negara dengan tingkat pajak yang sangat rendah (one of the worlds least taxed countries).


Sebagai salah satu pusat keuangan syariah terkemuka di dunia, mengevaluasi kinerja institusi-institusi keuangan syariah di Bahrain dan mencermati prospeknya adalah penting. Dalam artikel ini penulis mencoba menjelaskan -perkembangan terbaru dalam sistem keuangan syariah di Bahrain hingga pertengahan tahun 2010 dan prospeknya di tahun 2011. Analisa terhadap kinerja dan prospek institusi keuangan syariah di Bahrain hanya akan difokuskan pada bank ritel syariah dan bank korporat syariah.


Bank ritel syariah


Saat ini, terdapat enam bank ritel syariah yang beroperasi di Bahrain. Berdasarkan laporan stabilitas keuangan yang diterbitkan Bank Sentral Bahrain, sampai dengan pertengahan tahun 2010, kondisi keuangan dan kinerja bank ritel syariah secara umum dapat dicirikan dengan penurunan kecukupan modal, peningkatan pembiayaan bermasalah (NPF), terpusatnya pembiayaan pada beberapa sektor, serta penurunan pendapatan dan likuiditas (lihat Tabel 1).


Rasio kecukupan modal (CAR) bank ritel syariah di Bahrain turun menjadi 20,7 persen pada Maret 2010 dari 24,5 persen pada September 2009. Selanjutnya, rasio modal inti (tier 1 capital to risk weighted exposures) juga turun dari 22,2 persen pada September 2009 menjadi 19,7 persen pada Maret 2010. Penurunan ini menggambarkan penurunan kemampuan bank ritel syariah di Bahrain dalam menyerap segala goncangan keuangan di masa depan. Sebaliknya, CAR bank-bank konvensional di Bahrain pada waktu yang sama justru meningkat dari 19,8 persen menjadi 20 persen.


Pembiayaan bermasalah bank ritel syariah di Bahrain meningkat dari 5 persen pada September 2009 menjadi 11,1 persen pada Maret 2010. Sebagian besar NPF berasal dari sektor jasa (21,9 persen dari total NPF) diikuti oleh pembiayaan konsumen (11,6 persen) dan real estate (12,1 persen). Fakta di atas menunjukkan penurunan kualitas aktiva bank ritel syariah dalam kurun waktu diatas. Sebaliknya, kredit bermasalah (NPL) dari bank ritel konvensional menurun dari 6,2 persen pada bulan September 2010 menjadi 5,9 persen di Maret 2010. Kenaikan


NPF diperburuk oleh konsentrasi tinggi dari aktiva bank ritel syariah dalam pembiayaan properti (35,5 persen dari total pembiayaan). Meskipun ada sinyal pemulihan ekonomi global pasca krisis 2008, laba bank ritel syariah di Bahrain justru memburuk pada Maret 2010. Tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) dan imbal hasil ekuitas (ROE) dari bank-bank ritel syariah turun menjadi 0,4 persen dari 2,5 persen pada Maret 2010 dan 0,8 persen dari 5 persen pada September 2009. Penurunan indikator profitabilitas ini disebabkan adanya penurunan pendapatan bank ritel syariah. Padahal, pada periode yang sama bank-bank ritel syariah secara umum berhasil menekan biaya operasi mereka seperti yang ditunjukkan oleh penurunan rasio efisiensi operasi dari 70,2 persen pada September 2009 menjadi 54,6 persen pada Maret 2010.


Penurunan pendapatan ini diperburuk lebih lanjut oleh memburuknya posisi likuiditas bank. Pada bulan Maret 2010, volume aktiva lancar yang tersedia untuk bank ritel syariah turun menjadi 12,2 persen dari 16,5 persen pada September 2009. Melemahnya likuiditas lebih lanjut didukung oleh peningkatan rasio pembiayaan terhadap tabungan (FDR). FDR bank ritel syariah meningkat dari 79,2 persen pada September 2009 menjadi 83,3 persen pada Maret 2010. Walhasil, secara keseluruhan kinerja bank ritel syariah di Bahrain memburuk sampai pertengahan tahun 2010.


Bank korporat syariah


Saat ini, terdapat 18 bank korporat syariah. Berdasarkan data pada akhir tahun 2009, total aset perbankan syariah (ritel dan korporat) telah mencapai 11 persen dari total industri perbankan di Bahrain. Sampai pertengahan tahun 2010, kinerja bank korporat syariah secara umum dapat dicirikan dengan peningkatan kecukupan modal, penurunan pembiayaan bermasalah, terkonsentrasinya pembiayaan pada sektor tertentu, penurunan profitabilitas dan perbaikan dalam posisi likuiditas (lihat Tabel 2).


Perbaikan dalam posisi kecukupan modal bank korporat syariah pada tahun 2010 ditunjukkan dengan peningkatan CAR. CAR bank korporat syariah naik menjadi 24,6 persen pada Maret 2010 dari 22,7 persen pada September 2009. Hai ini diperkuat olehpeningkatan rasio modal inti dari 22 persen pada September 2009 menjadi 24,3 persen pada Maret 2010. Tidak seperti bank retail syariah, kemampuan bank korporat syariah di Bahrain dalam menyerap goncangan keuangan di masa depan telah meningkat di awal tahun 2010.


Tanda lain perbaikan kinerja bank korporat syariah ditunjukkan oleh penurunan pembiayaan bermasalah (NPF) pada Maret 2010. NPF bank korporat syariah menurun menjadi 8,1 persen dari 10,7 persen pada September 2009. Penurunan tersebut menunjukkan peningkatan dalam kualitas aktiva produktif bank selama kurun waktu diatas. Berbeda dengan fakta di atas, dalam periode yang sama bank korporat konvensional di Bahrain mengalami peningkatan kredit bermasalah (NPL).


Akan tetapi, peningkatan kualitas aktiva produktif tidak diikuti dengan diversifikasi alokasi pembiayaan. Dalam periode yang sama, sebagian besar pembiayaan yang diberikan oleh bank korporat syariah di Bahrain dialirkan ke sektor keuangan dan jasa (51,7 persen dari total pembiayaan). Keadaan ini jelas menunjukkan tingginya konsentrasi pembiayaan bank yang berimplikasi sangat bergantungnya kinerja bank korporat syariah kepada performa kedua sektor di atas.


Posisi Likuiditas bank korporat syariah di Bahrain juga meningkat pada kuartal pertama tahun 2010 memperkuat perbaikan kinerja pada sektor ini. Pada bulan Maret 2010, aktiva lancar dari bank korporat syariah di Bahrain mewakili 24,9 persen dari total aktiva, meningkat dari 21,3 persen pada September 2009. Hal ini diperkuat dengan posisi FDR bank di 82,7 persen pada Maret 2010, turun dari 86,6 persen pada bulan September 2009.


Meskipun hampir semua penjelasan di atas menunjukkan perbaikan kinerja bank korporat syariah di Bahrain, sampai dengan Maret 2010 bank korporat syariah masih mengalami kerugian. Bahkan, kerugian tersebut memburuk seperti yang ditunjukkan oleh penurunan ROA dari -0,3 persen pada September 2009 menjadi -1,3 persen pada Maret 2010. ROE juga memburuk dari -1,2 persen pada September 2009 menjadi -5,5 persen pada Maret 2010.


Salah satu faktor utama yang menyebabkan kerugian di atas adalah peningkatan signifikan dalam persentase beban usaha terhadap laba usaha total bank seperti yang ditunjukkan oleh rasio efisiensi. Beban usaha bank korporat syariah di Bahrain mencapai 785 persen dari pendapatan beroperasi pada Maret 2010 dibandingkan dengan 82,2 persen pada September 2009. Akan tetapi secara keseluruhan, 2010 masih dipandang sebagai tahun pemulihan bagi bank korporat syariah di Bahrain.


Adapun untuk tahun 2011 ini, diversifikasi pembiayaan dan lebih banyaknya instrumen pengelolaan likuiditas sangat dibutuhkan industri keuangan syariah untuk mencapai kinerja yang lebih baik.


Sutan Emir Hidayat, Dosen University College of Bahrain dan Alumni Dep Agribisnis IPB

Klik suka di bawah ini ya