Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Moneter di Malaysia

Peran perbankan syariah terhadap perekonomian dapat dilihat dari berbagai macam indikator dan sudut pandang, salah satunya adalah dari peran perbankan syariah dalam transmisi kebijakan moneter. Studi kasus yang digunakan pada artikel yang ditulis oleh Raditya Sukmana dan Salina H Kassim (2010) ini adalah perekonomian Malaysia. Artikel yang berjudul Roles of the Islamic Banks in the Monetary Transmission Process in Malaysia ini telah dipublikasikan pada International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management Vol 3 No 1, 2010 halaman 7-19.


Sebelum membahas lebih jauh tentang artikel tersebut maka sangatlah penting untuk mengetahui tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter terlebih dahulu. Merujuk pada Taylor (1999), mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah jalur atau channel yang menjelaskan bagaimana sebuah kebijakan moneter akan mempengaruhi perekonomian dan tentu saja akan sangat mempengaruhi keputusan bank sentral dalam memilih jenis instrumen moneter yang digunakan. Karmin et al (1997) merangkum berbagai pemikiran terkait mekanisme transmisi kebijakan moneter yang selanjutnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jalur, yakni jalur suku bunga, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur kredit. Berdasarkan jalur kredit, kebijakan moneter akan mempengaruhi liabilitas perbankan dan selanjutnya akan mempengaruhi ketersediaan kredit perbankan yang akan disalurkan. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi investasi dan pada akhirnya akan mempengaruhi output negara yang bersangkutan. Jalur manakah yang selanjutnya berlaku bagi kebijakanmoneter di sebuah negara tentu akan sangat tergantung pada struktur finansial dan struktur perekonomian negara yang bersangkutan.


Hipotesis awal yang digunakan oleh Sukmana dan Kassim (2010) adalah bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter yang berlaku di Malaysia adalah jalur kredit, dan dikarenakan perkembangan perbankan syariah yang sangat pesat di Malaysia maka terdapat indikasi bahwa perbankan syariah memiliki peran yang cukup signifikan pada transmisi kebijakan moneter. Argumen yang digunakan untuk mendukung hipotesis tersebut adalah karena perekonomian Malaysia sebagian besar ditopang oleh pembiayaan dari sektor perbankan. Pada tahun 2006 sekitar 70 persen dari total pembiayaan yang mengalir di perekonomian Malaysia berasal dari perbankan, sementara sisanya berasal dari pasar modal. Selain itu hipotesis tersebut juga didukung dengan temuan dari penelitian sebelumnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Kassim dan Madjid (2008), Ibrahim (2005), Azali (2003), Tang (2000, 2002) dan Vaithilingam et al. (2003).


Secara umum hasil dari analisis pendekatan kuantitatif yang dilakukan mengklarifikasi adanya peran yang signifikan dari perbankan syariah (yang direpresentasikan dengan Islamic financing dan Islamic Deposit) terhadap mekanisme transmisi kebijakan moneter di Malaysia. Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang berlaku diindikasikan berjalan dari overnight interest rate ke Islamic deposit lalu ke Islamic financing dan selanjutnya mempengaruhi output nasional. Hasil yang sangat menarik tersebut menunjukkan bahwa sudah saatnya bagi pemerintah dan bank sentral Malaysia untuk memperhitungkan posisi perbankan syariah dalam kebi-jakan moneternya. Perlu ditekankan disini bahwa kebijakan moneter tidak sama dengan kebijakan perbankan. Pemerintah Malaysia telah berhasil menciptakan iklim yang sangat kondusif bagi pengembangan perbankan syariah di Malaysia dan hal tersebut telah terbukti dengan semakin pesatnya perkembangan perbankan syariah di Negeri Jiran tersebut.


Terlepas dari temuan-temuan menarik yang ditunjukkan oleh Sukmana dan Kassim (2010), terdapat beberapa hal yang berpotensi menimbulkan pertanyaan bagi para pemba-canya khususnya bagi mereka yang tidak begitu mendalami ekonometrika.


Pertama, penggunaan beberapa pendekatan dalam melihat ada tidaknya unit root pada data yang digunakan, mungkin akan menimbulkan sedikit kebingungan bagi pembaca mengingat hasil yang berbeda dari beberapa metode yang digunakan. Kedua, hasil uji kointegrasi yang direpresentasikan dengan persamaan kointegrasi yang dinormal-isasi menunjukkan adanya hubungan negatif antara Islamic deposit dan output tentu akan menimbulkan pertanyaan tersendiri bagi para pembaca. Padahal jika merujuk kepada teori, seharusnya peningkatan pada deposit akan berhubungan erat dengan peningkatan pada output nasional.


Adanya bukti empirik terkait peran perbankan syariah pada transmisi kebijakan moneter di Malaysia menunjukkan sinyalemen positif akan perkembangan perbankan syariah di negara tersebut kedepannya, mengingat akan semakin kedepannya perbankan syariah dalam perekonomian yang menganut dual banking system tersebut. Indonesia selaku negara serumpun dan memiliki struktur perekonomian yang agakmirip dengan Malaysia tentu dapat mengambil pelajaran dari hasil temuan ini.


Indikator pertama yang dapat kita lihat adalah dari komposisi pembiayaan di kedua negara. Secara umum dapat terlihat bahwa kedua negara memiliki komposisi sumber pembiayaan yang mirip, yakni sebagian besar disumbang oleh equity (saham) dan domestic credit. Secara lebih detail dapat dilihat bahwa kontribusi domestic credit terhadap pembiayaan di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Malaysia. Hal tersebut mengindikasikan adanya jalur kredit pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia.


Indikator kedua yang dapat dilihat adalah bukti empirik dari penelitian sebelumnya terkait dengan eksistensi bank lending channel pada transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Goeltom (2006) dan Agung et al (2001) menunjukkan bahwa bank lending channel merupakan salah satu jalur transmisi kebijakan moneter yang berlaku di Indonesia. Hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia juga memperkuat kesimpulan tersebut di mana sebagian besar bank (77 persen) akan menurunkan pembiayaannya jika Bank Sentral menerapkan kebijakan moneter ketat.


Eksistensi bank lending channel dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia seperti halnya di Malaysia dapat memberikan kita kesimpulan peran perbankan dalam transmisi kebijakan moneter. Namun demikian, dalam konteks Indonesia, yang perlu mendapat prioritas saat ini adalah bagaimana menciptakan iklim yang kondusif bagi perbankan syariah untuk meningkatkan perannya dalam pembangunan nasional.


Tony Irawan, Dosen IE – FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya