EKONOMI SYARIAH, TONGGAK PENTING KEBANGKITAN PERADABAN ISLAM

Islam dengan prinsip rahmatan lil alamin telah nampak pada awal mula Islam ada hingga ketika diberi label sempurna oleh sang Maha Sempurna. Kesempurnaan dalam pelbagai aspek yang kemudian memberikan ruang lebar bagi para pemeluknya untuk mengembangkannya sehingga prinsip rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang bagi seluruh alam semesta tersebut dapat terealisasi. Kesempurnaan ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk ekonomi sebagai sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang kemudian lebih dikenal dengan sistem ekonomi Islam.

Ekonomi merupakan salah satu aktifitas penting dalam proses pemenuhan kebutuhan manusia. Pantas jika kemudian aspek ekonomi mengalami perkembangan pesat mengingat tingginya frekuensi aktifitas ekonomi yang kemudian menyebabkan kreatifitas para pelaku ekonomi melahirkan berbagai inovasi dalam produk-produknya. Hal itu juga tentunya terjadi di negara kita, Indonesia. Namun yang menjadi permasalahan kemudian adalah masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam disuguhi produk-produk ekonomi konvensional yang berbasis non syariah. Yang selama ini sering menjadi masalah ialah ekonomi konvensional memiliki basis riba yang telah jelas dilarang oleh Allah di dalam Alquran.

Ekonomi Islam layaknya super hero bagi menolong umat Islam di tengah kondisi menyulitkan tersebut. Sebuah sistem ekonomi yang telah diajarkan nabi dan merupakan hasil ijtihad Ulama klasik dengan prinsip dasar bagi hasil. Namun sangat disayangkan, banyak umat Islam yang masih belum menyadari akan kelahiran ekonomi Islam. Banyak umat Islam yang masih terjebak dengan pola-pola ekonomi konvensional dalam melakukan transaksi keuangan.

Pengembang Ekonomi Umat Secara Halal
Ekonomi syariah masuk ke Indonesia pada tahun 90an. Di antara yang melatar belakangi masuknya ekonomi syariah di Indonesia ialah perbedaan persepsi yang terjadi di kalangan umat Islam Indonesia sendiri mengenai masalah bunga Bank. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu kelompok yang mengharamkan bunga Bank, yang menghalalkan serta yang menganggap bunga Bank sebagai syubhat. Pada waktu itu, kondisi kehidupan perekonomian umat Islam berada jauh dalam ketergantungan terhadap kebijakan perbankan konvensional. Bahkan lebih parah lagi, mereka terlibat dalam kubangan rentenir. Kondisi demikian bagi kelompok yang menghalalkan riba tentunya tidak menjadi masalah. Akan tetapi bagi dua kelompok lain yang berpendapat bahwa bunga Bank termasuk syubhat bahkan haram, mereka seolah terjebak pada kondisi yang menyulitkan. Di satu sisi, mereka harus mempertahankan idealisme mereka dalam menghindari bunga Bank. Namun di sisi lain, mereka dituntut untuk bergantung pada kebijakan perbankan konvensional.

Kondisi yang menyulitkan tersebut harus segera diatasi. Sehingga muncul ketika itu ide untuk mendirikan Bank Islam Indonesia. Dengan melalui beberapa proses mulai dari seminar-seminar dan lokakarya hingga munas MUI hingga pada akhirnya berdirilah Bank Islam Indonesia pertama kali yang kemudian diberi nama Bank Muamalat Indonesia (BMI) tepatnya pada 1 Mei 1992. Berdirinya BMI menjadi pintu gerbang masuknya ekonomi syariah di Indonesia.

Dalam perkembangannya, BMI memiliki beberapa prinsip operasional. Diantaranya prinsip simpanan murni, prinsip bagi hasil, jual beli dan margin keuntungan, prinsip sewa serta prinsip fee. Kesemua prinsip yang dimiliki oleh BMI meniadakan unsur-unsur yang dilarang oleh Islam antara lain dharar (bahaya), gharar (penipuan), maysir (perjudian), risywah (suap), maksiat dan kezhaliman.

Tonggak ekonomi syariah tidak hanya dikendalikan oleh lembaga perbankan syariah saja. Dalam skala mikro, ekonomi syariah dikendalikan oleh beberapa lembaga keuangan syariah semisal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS) dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT).  BPRS dan BMT lebih dekat dengan umat atau masyarakat kecil. Keduanya bertujuan mengembangkan perekonomian umat terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah di pedesaan. Diantara produk yang ditawarkan untuk pengembangan ekonomi umat ialah pengembangan usaha kecil terutama dalam hal produksi dan investasi serta memaksimalkan potensi zakat infak dan sadaqah.

Fakta menyebutkan bahwa ekonomi syariah yang digawangi oleh beberapa lembaga keuangan syariah baik dalam skala makro maupun mikro mengalami perkembangan sangat pesat. Bahkan yang mencengangkan banyak publik, sistem ekonomi syariah ini mampu bertahan dalam guncangan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 1998.  Bahkan hingga kini, terdapat beberapa Bank Syariah yang beroperasi di Indonesia. Semua lembaga keuangan konvensional berlomba-lomba membuka layanan keuangan berbasis syariah. Belum lagi menjamurnya BPRS dan BMT di pelbagai pelosok negeri. Itu semua menunjukkan perkembangan pesat yang dialami oleh ekonomi syariah khususnya di Indonesia.

Membangun Peradaban Melalui Ekonomi
Perkembangan ekonomi syariah tidak hanya terlihat dari pertumbuhan pesat lembaga-lembaganya. Namun juga terlihat dari perkembangan produk-produk ekonominya secara kreatif dan inovatif serta sesuai dengan tuntutan masyarakat. Nampak pada saat ini muncul produk ekonomi syariah seperti Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah serta Asuransi Syariah. Semua produk tersebut merupakan bukti bahwa Ekonomi Syariah mampu memenuhi kebutuhan pasar perekonomian tanpa menghilangkan jatidirinya yakni sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

Kesuksesan ekonomi syariah tidak terlepas dari pondasi dan pilar kuat yang menopangnya. Ibarat sebuah bangunan, ekonomi syariah dibangun dengan menggunakan asas akidah dan syariat Islam serta akhlak. Akidah sebagai asas utama dan paling mendasar berfungsi membentuk integritas yang membantu terbentuknya pengelolaan yang baik serta profesional. Syariah sebagai pondasi yang merupakan sumber utama ketentuan yang mengatur pola hubungan aktifitas ekonomi. Dan akhlak merupakan penguat kedua pondasi yang terdahulu yang berisikan aturan-aturan normatif dalam interaksi antar sesama manusia.

Kekuatan ketiga pondasi tersebut masih didukung dengan tiga pilar di atasnya yang berfungsi sebagai penjabaran akan nilai-nilai asas. Ketiga pilar tersebut antara lain Keadilan, Keseimbangan dan Kemaslahatan. Keadilan diimplementasikan terlihat nyata dalam upaya diskualifikasi terhadap unsur-unsur yang diharamkan syariat seperti dharar (bahaya), gharar (penipuan), maysir (perjudian), risywah (suap), maksiat dan kezhaliman dari seluruh produk ekonomi syariah. Keseimbangan diimplementasikan salah satunya antara pembangunan material dan spiritual dan juga pada aspek-aspek lain. Sedangkan kemaslahatan mencakup lima aspek yaitu kemaslahatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Ketika pondasi dan pilar-pilar ekonomi syariah terpenuhi dengan baik. Yang dijanjikan dari proses tersebut ialah suatu kesuksesan hakiki. Kesuksesan berupa raihan kebahagiaan dalam segi material dan spiritual serta kebahagiaan di dunia dan akhirat. Itulah yang dijanjikan oleh ekonomi syariah sebagai salah satu tonggak penegak peradaban Islam. Artinya, Kesuksesan besar akan diraih umat Islam ketika mampu menggerakkan roda perekonomian dengan basis syariah sehingga mampu menggeser peradaban ekonomi kapitalis dan konvensional.

Oleh: M. Khoirun Nizar, Mahasiswa Double Degree FAI Jurusan Syariah dan Peradaban Islam Unissula Semarang    

Klik suka di bawah ini ya