Korelasi Antara Perdagangan Internasional, Pertumbuhan Ekonomi, dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah di Indonesia

ABSTRAKSI

Di dalam konteks ekonomi terbuka, perdagangan internasional dalam hal ini adalah ekspor dan impor, dan aliran dana antarnegara menjadi sesuatu yang tidak dapat dinafikan perannya dalam pemberian kontribusi bagi pertumbuhan. Sedangkan untuk hubungan keduanya terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia nampaknya hingga saat ini belum ada yang mencoba menelisik lebih jauh. Studi ini mencoba menganalisis pola hubungan antara perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri keuangan dan bisnis syariah di Indonesia dengan menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM).
Hasilnya menunjukkan bahwa pola hubungan antara ekspor dan growth adalah bi-directional causation yakni growth driven export dan export led growth. Begitu pula variabel impor. Temuan lain yang menarik adalah bahwa ternyata booming industri syariah belakangan ini tidak berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro. Begitu pula fakta bahwa semakin besar growth Indonesia tidak diiringi dengan semakin suburnya industri keuangan syariah. Oleh karena itu, syarat utama agar share industri syariah Indonesia dapat tumbuh dan berkembang signifikan adalah perlu political will dari pemerintah.

Keywords: Perdagangan Internasional, Growth, Keuangan Syariah, VAR/VECM






I.    PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah merupakan sarana untuk melakukan pertukaran barang dan jasa internasional. Dalam lima puluh tahun terakhir, perdagangan internasional telah tumbuh dan berkembang secara drastis dan dalam ukuran yang besar. Hal ini disebabkan oleh adanya kerjasama yang dilakukan oleh berbagai negara untuk menghilangkan proteksi perdagangan dan adanya keinginan untuk mempromosikan perdagangan barang dan jasa secara bebas.
Perdagangan internasional merupakan elemen penting dari proses globalisasi. Membuka perdagangan dengan berbagai negara di dunia akan memberikan keuntungan dan membawa pertumbuhan ekonomi dalam negeri, baik secara langsung berupa pengaruh yang ditimbulkan terhadap alokasi sumber daya dan efesiensi, maupun secara tidak lansung berupa naiknya tingkat investasi. Setiap bentuk hambatan dan proteksi merupakan sumber distorsi pada perdagangan internasional yang harus dihindari dan dihapuskan.
Pada tahun 1995 terbentuk organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade Organization). WTO berperan besar dalam mempromosikan perdagangan bebas dalam proses globalisasi. Tujuan utama dari didirikanya WTO adalah untuk mendorong dan mengembangkan liberalisasi perdagangan dan menyediakan sebuah sistem perdagangan dunia yang aman. Disamping itu, WTO berperan besar dalam menjalankan setiap aturan yang telah ditetapkan dalam setiap perjanjian perdagangan dunia seperti Uruguay Round Second dan perjanjian pada GATT(General Agreement on Tarriffs and Trade).
Salah satu konsekuensi dari lahirnya perjanjian dalam WTO adalah bahwa setiap negara yang ada di dunia akan berada dalam level dan tingkat yang sama dalam perdagangan internasional. Keadaan ini menjadikan negara-negara yang sedang berkembang berada dalam skenario ekonomi global dan bersaing dengan negara-negara maju. Liberalisasi perdagangan merupakan tantangan bagi negara-negara miskin dan negara yang sedang berkembang untuk bisa mempertahankan ekonominya dan ikut dalam persaingan global (Afrinaldi, 2006).
Di dalam konteks perekonomian yang terbuka, perdagangan internasional, dalam hal ini adalah ekspor dan impor, dan aliran dana antarnegara menjadi sesuatu yang tidak dapat dinafikan perannya dalam pemberian kontribusi bagi pertumbuhan. Bagi Indonesia, strategi export promotion telah dipilih dan dimulai pada awal tahun 1980-an (Krisharianto dan Hartono, 2007). Sedangkan untuk hubungan keduanya terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia nampaknya hingga saat ini belum ada yang melihat pola hubungannya. Oleh karenanya, penulisan paper ini menjadi hal yang cukup penting untuk dilakukan.

I.2 Tujuan Penulisan
Studi ini akan mencoba melihat pola hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional dan juga dampaknya terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Pola hubungan antara ketiganya menjadi penting, mengingat bahwa Indonesia setelah keterpurukan ekonominya berusaha bangkit untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal. Dengan diketahuinya pola hubungan tersebut maka akan didapatkan masukan bagi penentuan strategi kebijakan yang akan di ambil untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Begitu pula kaitannya dengan pangsa keuangan syariah yang pada saat keadaan krisis ekonomi global ini menjadi barang yang ‘laku’ dijual.

I.3 Data dan Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berupa Vector Autoregression (VAR) yang dilanjutkan dengan Vector Error Correction Model (VECM), apabila terdapat kointegrasi. Sebelumnya, data yang tersedia akan melalui beberapa uji, yakni: uji unit root, uji stabilitas model dan uji kointegrasi. Kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Januari 2003 sampai dengan Desember 2008. Data yang digunakan berupa data bulanan yang diambil dari berbagai institusi, terutama Bank Indonesia.

II.    TINJAUAN LITERATUR
II.1 Teori Perdagangan Internasional
Secara etimologis, perdagangan adalah segala bentuk kegiatan menjual dan membeli barang atau jasa di suatu tempat, yang di sana terjadi keseimbangan antara kurva permintaan dengan penawaran pada satu titik yang biasa dikenal dengan nama titik ekuilibrium. Sedangkan internasional berarti dunia yang luas dan global, bukan parsial ataupun satu kawasan tertentu.  
Maka, perdagangan internasional dapat diartikan, sejumlah transaksi perdagangan/jual beli di antara pembeli dan penjual (yang dalam hal ini satu negara dengan negara lain yang berbentuk ekspor dan impor) pada suatu pasar, demi mencapai keuntungan yang maksimal bagi kedua belah pihak.
Beberapa ratus tahun yang lalu, aliran Merkantilis mengira bahwa perdagangan internasional merupakan transaksi untung-rugi atau win-lose deal. Menurut aliran ini, ekspor adalah sesuatu yang menguntungkan (win) sedangkan impor adalah sebuah hal yang merugikan (lose) sehingga negara harus mengejar ekspor dan menghindari impor. Namun, sejak permulaan abad ke-19, para ekonom pasar berpendapat sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa perdagangan internasional merupakan transaksi yang saling menguntungkan atau win-win deal, karena beberapa alasan berikut:
1.      Perdagangan internasional menyangkut dua transaksi ketika dua negara saling melakukan ekspor dan impor yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, jika Indonesia sama sekali tidak mengimpor barang dari Australia, maka Australia pun tidak dapat membeli barang yang kita ekspor ke negara tersebut, karena Australia tidak memiliki uang rupiah. Uang rupiah ini baru diperoleh jika Australia mengekspor barang atau jasa ke Indonesia.
2.      Perdagangan internasional memberikan keanekaragaman barang dan jasa. Kita dapat membayangkan jika Indonesia tidak mempunyai hubungan perdagangan internasional dengan negara lain di dunia. Keanekaragaman barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar dalam negeri Indonesia akan sangat terbatas. Misalnya, kita tidak menemui komputer buatan Amerika, tidak ada jam tangan buatan Swiss, atau mobil dari Jepang. Sekalipun Indonesia dapat mengembangkan industri substitusi impor untuk memproduksi mobil sendiri, biaya produksinya akan melebihi harga mobil impor dari Jepang.
3.      Perdagangan internasional dapat mendatangkan efisiensi. Suatu negara yang mencoba memenuhi segala kebutuhan barang dan jasanya sendiri (self-sufficient economies) tidak akan mencapai efisiensi dalam perekonomiannya. Hanya dengan perdagangan internasional, maka efisiensi dapat dihasilkan dan kedua negara akan saling mendapat keuntungan karena faktor-faktor berikut: aneka sumber daya alam, skala ekonomi, dan perbedaan selera. Ketiga faktor tersebut merupakan pandangan umum (common views) yang menjelaskan mengapa perdagangan internasional antara dua negara dapat saling mendatangkan keuntungan. Selain pandangan umum ini, masih ada pandangan spesifik (specific views) yang menjelaskan mengapa perdagangan internasional harus terjadi dan tidak dapat dielakkan. Pandangan spesifik tersebut adalah spesialisasi.

II. 2 Perdagangan Internasional dan Pertumbuhan Ekonomi
Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan (trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan dalam Krisharianto dan Hartono (2007) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.  
Bagi sebuah bangsa atau negara, pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang direncanakan atau diperkirakan, keberhasilan mengurangi angka pengangguran dan menciptakan stabilisasi inflasi merupakan suatu ukuran keberhasilan kebijakan dalam perekonomian negara tersebut. Oleh karena hal tersebut, maka negara-negara berusaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal dengan cara melakukan berbagai kebijakan dalam perekonomian. Dalam rangka pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tentunya akan ada sektor-sektor yang akan menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa hal atau komponen pembentuk Gross Domestic Product (GDP) yang dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi atau peningkatan GDP. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara tentunya diupayakan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang mampu membuat beberapa hal atau komponen, yang diyakini dapat menjadi motor penggerak bagi peningkatan GDP, mencapai kondisi optimal sehingga pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dapat dicapai.

II.3 Penelitian Terdahulu
Setelah dilakukan studi dan pencarian literatur, berikut ini adalah beberapa kajian terdahulu perihal tema yang bersinggungan dengan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi dan dampaknya secara umum terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia.

Umpamanya yang dilakukan oleh Krisharianto dan Hartono (2007) tentang pola hubungan antara perdagangan internasional, growth dan foreign direct investment (FDI). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi adalah bi-directional causation yaitu growth driven export dan export led growth. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional menyebabkan atau mempengaruhi FDI, hal ini menunjukkan bahwa dari sisi ekonomi peningkatan FDI ke Indonesia sangat dimungkinkan; untuk impor dan pertumbuhan ekonomi hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan impor.

Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Salomo dan Hutabarat pada tahun 2007. Penelitian ini mencoba untuk menginvestigasi variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Melalui analisis perilaku variabel-variabel yang signifikan tersebut dapat diidentifikasi faktor-faktor apakah yang secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada beberapa tahun terakhir. 

Hasil estimasi model penelitian menunjukkan dalam jangka panjang Ekspor, Impor, Nilai Tukar Real, Jumlah Pekerja dan Krisis berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Ekspor adalah mesin dari Pertumbuhan Ekonomi atau Export Led Growth, Nilai Tukar Real adalah salah satu faktor daya saing, Tenaga Kerja adalah faktor produksi yang dominan pada perekonomian Indonesia.

Sementara Nongsina dan Hutabarat (2007) mencoba melihat pengaruh kebijakan liberalisasi perdagangan terhadap laju pertumbuhan ekspor-impor Indonesia. Kesimpulannya menyebutkan bahwa kebijakan liberalisasi perdagangan dalam jangka pendek menyebabkan laju pertumbuhan impor lebih cepat daripada ekspor. Kendala ekspor Indonesia lebih banyak disebabkan oleh kendala dari sisi penawaran.

Adapun literatur yang mengamati pola keterkaitan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan bisnis dan industri keuangan syariah amat sulit ditemukan. Kecuali tulisan dari Susamto dan Cahyadin (2008) yang mengukur seberapa besar implikasi praktik ekonomi Islam di Indonesia terhadap kondisi perekonomian makro secara umum. Berdasarkan sejumlah riset empiris yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan awal bahwa, dalam batas tertentu, praktik ekonomi islami telah membawa pengaruh positif bagi upaya menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan.

III.    DATA DAN METODOLOGI
III.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder berupa time series bulanan yang didapat dari Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia pada Bank Indonesia (SEKI-BI) dan Biro Pusat Statistik (BPS). Seluruh data dimulai dari periode Bulan Januari 2003 hingga Desember 2008. Sebagai variabel dependen yakni perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia, diproksi dengan jumlah aset perbankan syariah minus BPRS. Perdagangan internasional diproksi menggunakan jumlah volume ekspor-impor Indonesia. Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah persen growth Indonesia selama periode penelitian.

III.2 Metode Estimasi
Permasalahan dalam studi ini akan dianalisis dengan memakai Vector Autoregression. Secara sederhana, VAR menggambarkan hubungan yang “saling menyebabkan” (kausalistis) antarvariabel dalam sistem, dengan menambahkan intercept. Metode ini mulai dikembangkan oleh Sims pada tahun 1980 (Hasanah, 2007) yang mengasumsikan bahwa semua variabel dalam model bersifat endogen (ditentukan di dalam model) sehingga metode ini disebut sebagai model yang ateoritis (tidak berdasar teori).

Apabila data yang digunakan stasioner pada perbedaan pertama maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi Vector Error Correction Model (VECM). Analisis impulse response function dilakukan untuk melihat respon suatu variabel endogen terhadap guncangan variabel lain dalam model. Variance decomposititon analysis juga dilakukan untuk melihat kontribusi relatif suatu variabel dalam menjelaskan variabilitas variabel endogenusnya. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2003 dan program Eviews 4.1.
Selanjutnya tahapan-tahapan dalam analisis VAR akan dijelaskan seperti pada gambar berikut di bawah ini.
Sumber: Ascarya, et al. (2008)
 Gambar 3.1. Proses dalam Analisis VAR

a. Uji Stasioneritas
Data ekonomi time series umumnya bersifat stokastik atau memiliki tren yang tidak stasioner, artinya data tersebut memiliki akar unit. Untuk dapat mengestimasi suatu model menggunakan data tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengujian stasioneritas data atau dikenal dengan unit root test. Jika data yang digunakan mengandung unsur akar unit, maka akan sulit untuk mengestimasi suatu model karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya dan befluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Lebih khusus, penelitian ini akan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test dan Phillips-Perron (PP) untuk menguji stasioneritas masing-masing variabel. Hasil dari uji ADF dan PP akan dibandingkan dengan McKinnon Critical Value.
b. Pemilihan Lag Optimum
Penentuan jumlah lag (ordo) yang akan digunakan dalam model VAR dapat ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) ataupun Hannan Quinnon (HQ). Lag yang akan dipilih dalam model penelitian ini adalah model dengan nilai HQ yang paling kecil. Dalam tahapan ini pula dilakukan uji stabilitas model VAR. Penentuan lag optimum dan uji stabilitas VAR dilakukan terlebih dahulu sebelum melalui tahap uji kointegrasi.
c. Uji Kointegrasi
Jika fenomena stasioneritas berada pada tingkat first difference atau I(1), maka perlu dilakukan pengujian untuk melihat kemungkinan terjadinya kointegrasi. Konsep kointegrasi pada dasarnya untuk melihat keseimbangan jangka panjang di antara variabel-variabel yang diobservasi. Terkadang suatu data yang secara individu tidak stasioner, namun ketika dihubungkan secara linier data tersebut menjadi stasioner. Hal ini yang kemudian disebut bahwa data tersebut terkointegrasi.
Selain itu, uji kointegrasi juga akan dilakukan dengan mengikuti prosedur Johansen. Dalam uji Johansen, penentuan kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic dan max eigen statistic setelah didahului dengan mencari panjang lag yang akan diketahui. Nilai trace statistic dan max eigen statistic yang melebihi nilai kritisnya mengindikasikan bahwa terdapat kointegrasi dalam model yang digunakan.
d. Vector Error Correction Model (VECM)
VECM adalah bentuk Vector Autoregression yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.   
Setelah diketahui adanya kointegrasi maka proses uji selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode error correction. Jika ada perbedaan derajat integrasi antarvariabel uji, pengujian dilakukan secara bersamaan (jointly) antara persamaan jangka panjang dengan persamaan error correction, setelah diketahui bahwa dalam variabel terjadi kointegrasi. Perbedaan derajat integrasi untuk variabel yang terkointegrasi disebut Lee dan Granger (Hasanah, 2007) sebagai multicointegration. Namun jika tidak ditemui fenomena kointegrasi, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan variabel first difference.
e. Instrumen Vector Error Correction Model
Dalam melakukan analisisnya, VAR memiliki instrumen spesifik yang memiliki fungsi spesifik dalam menjelaskan interaksi antarvariabel dalam model. Instrumen itu meliputi Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompisitions (FEVD), atau biasa disebut Variance Decompisitions (VD). IRF merupakan aplikasi vector moving average yang bertujuan melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh terhadap variabel lain. Sedangkan VD dalam VAR berfungsi untuk menganalisis seberapa besar goncangan dari sebuah variabel mempengaruhi variabel lain.

IV.    HASIL DAN ANALISIS
IV.1 Hasil Uji Stasioneritas Data
Seperti yang tadi telah disebutkan, metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data dalam penelitian ini adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller) dan Phillips-Perron dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF dan t-PP lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Dalam tabel berikut terlihat bahwa seluruh variabel telah mengalami stasioner pada turunan pertama.
Tabel 4.1. Hasil Uji Akar Unit
Variabel
Nilai ADF
Nilai Phillips Perron
Level
1st Difference
Level
1st Difference
GRW
-2.118508
-2.068369
-1.612427
-3.509262
LNEXPO
-1.935165
-9.808835
-2.230701
-9.732790
 LNIMP
-3.699378
-12.89498
-3.909852
-12.49938
LNBS
-1.961300
-8.739828
-2.002436
-4.368200
Catatan: Cetak tebal menunjukkan bahwa data tersebut stasioner pada taraf 5%

IV.2 Penetapan Lag Optimum                                            
Pengujian panjang lag optimum ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan Hannan Quinnon (HQ). Hasilnya menunjukkan bahwa model persamaan mengalami lag optimal pada lag 2 (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Hasil Uji Lag Optimum
 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
 66.47989
NA 
 6.27e-09
-1.860920
-1.660207
-1.781726
1
 146.0777
 142.0516
 1.65e-09
-3.202392
 -1.797403*
-2.648034
2
 205.3752
 94.87592
 8.27e-10
-3.919237
-1.309972
 -2.889714*
3
 252.9674
 67.36126
 6.22e-10
-4.275920
-0.462379
-2.771233
4
 297.1218
  54.34390*
  5.60e-10*
-4.526825
 0.490992
-2.546974
5
 329.9368
 34.32949
 7.96e-10
-4.428823
 1.793270
-1.973809
6
 385.4783
 47.85119
 6.65e-10
 -5.030102*
 2.396267
-2.099923
Catatan: Tanda asterik (*) menunjukkan HQ terkecil

IV.3 Hasil Uji Stabilitas VAR
Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak valid (Setiawan, 2007). Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan pengecekan kondisi VAR stability berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu (Gujarati, 2003). Berdasarkan uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan VD sudah stabil pada lag optimalnya dengan kisaran modulus 0.189801-0.960722.

IV.4 Hasil Uji Kointegrasi
Pengujian ini dilakukan dalam rangka memperoleh hubungan jangka panjang antarvariabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu di mana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 1, I(1). Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Hasil pengujian kointegrasi berdasarkan trace statistics menunjukkan bahwa terdapat dua rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen.
Tabel 4.3. Hasil Uji Kointegrasi
Hypothesized

Trace
0.05

No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**
None *
 0.350534
65.72359
47.85613
0.0005
At most 1 *
0.303430
36.37452
29.79707
0.0076
At most 2
0.146375
11.78659
15.49471
0.1675
At most 3
0.014956
1.024696
3.841466
0.3114

IV.5 Analisis Impulse Response Function
Setelah melalui serangkaian uji pra-estimasi, yakni uji akar unit, penentuan optimum lag, uji stabilitas VAR hingga uji kointegrasi, dan faktanya terdapat dua rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen dalam model ini, maka penghitungan dilanjutkan pada tahap selanjutnya yakni VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka panjang dan pendek. Berikut ini disajikan simulasi analisis Impulse Response.
Gambar IRF menunjukkan bahwa variabel growth merespon positif terhadap guncangan variabel LNEXPO (ekspor) sebesar satu standar deviasi. Artinya, semakin tinggi jumlah ekspor Indonesia, akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Kesimpulan ini bertepatan dengan hasil penelitian yang dilakukan Krisharianto dan Hartono (2007) yang mengungkapkan istilah bi-directional causation yakni growth driven export dan export led growth.
Hasil lain dalam analisis IRF memperlihatkan bahwa, guncangan variabel LNIMP (import) juga direspon positif oleh tingkat growth Indonesia. Artinya, semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, akan semakin menambah kemampuan dan volume impor yang mungkin dilakukan. Sederhananya, semakin banyak uang yang dimiliki seseorang, akan semakin menambah kemampuan belanjanya.
Sementara guncangan variabel industri keuangan syariah (LNBS) direspon negatif oleh variabel growth. Kondisi ini dapat dipahami mengingat saat ini pangsa industri keuangan syariah secara keseluruhan –mencakup industri perbankan syariah, pasar modal syariah, asuransi, zakat, dll, hanyalah 1.6 persen saja dibanding superiornya industri finansial konvensional di Indonesia. Sehingga, tidak sepenuhnya tepat klaim yang mengatakan bahwa ‘ekonomi syariah telah berhasil secara signifikan menyumbang pertumbuhan perekonomian Indonesia’.
Hal terakhir yang menarik untuk diamati adalah pola hubungan antara growth-industri keuangan syariah. Faktanya, semakin besar growth Indonesia tidak diiringi dengan semakin suburnya industri keuangan syariah. Semenjak 1992 ditandai dengan lahirnya bank syariah pertama hingga saat ini, pangsa aset bank syariah hanyalah 2 persen saja. Termasuk juga variabel zakat yang terhitung hanya 0.1% dibanding instrumen pajak sebagai alat fiscal negara. Tidak seperti negara Malaysia yang saat ini terhitung 18% porsi bank syariah dibanding perbankan umumnya. Ini diindikasi dari kurangnya political will pemerintah dalam mengembangkan secara sungguh-sungguh ekonomi berbasis keadilan ini.
Gambar 4.1. Pola Hubungan Growth-InterTrade-Industri Syariah

IV.6 Analisis Variance Decomposition
Setelah menganalisis perilaku dinamis melalui impulse response, selanjutnya akan dilihat karakteristik model melalui variance decomposition. Seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2., fluktuasi growth (GRW) dipengaruhi paling dominan oleh growth itu sendiri, sedangkan LNEXPO (ekspor) berada pada urutan kedua mulai dari periode ke-3 hingga periode ke-36. Sedangkan variabel industri keuangan syariah (LNBS) dan impor (LNIMP) tidak terlalu mempengaruhi variabilitas growth.
Pada periode pertama, fluktuasi variabel growth (GRW) dipengaruhi oleh guncangan growth itu sendiri sebesar 100 persen. Pada interval peramalan periode-periode selanjutnya, pengaruh guncangan growth itu sendiri semakin menurun mempengaruhi variabilitas pertumbuhan ekonomi, tetapi masih sangat dominan. Sedangkan variabel LNEXPO (ekspor) mulai berperan besar kedua. Pada periode ke-36, variabilitas growth dapat dijelaskan oleh variabel LNEXPO sebesar 40 persen. Sementara itu, LNBS dan LNIMP hanya berkontribusi sebesar 4.4 dan 2.2 persen.
Gambar 4.2. Variance Decomposition Pertumbuhan Ekonomi
           
V.    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pola hubungan antara perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia, diperoleh beberapa kesimpulan, yakni:
·         Jika melihat struktur dekomposisi varian, variabel-variabel dalam model yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (GRW) berturut-turut adalah: variabel growth itu sendiri sebesar 53.6%, variabel ekspor/LNEXPO (sebesar 40%), LNBS (4.4%), kemudian LNIMP (2.2 %). Hasil ini menunjukkan bahwa ekspor menjadi kontributor terbesar dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini selaras dengan simpulan dari beberapa riset terdahulu terkait tema yang sama.
·         Dalam analisis IRF, variabel growth merespon positif guncangan variabel ekspor. Artinya, semakin tinggi jumlah ekspor Indonesia, akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Kesimpulan ini bertepatan dengan hasil penelitian yang dilakukan Krisharianto dan Hartono (2007). Dengan kata lain, pola hubungannya adalah bi-directional causation yakni growth driven export dan export led growth. Guncangan variabel impor juga direspon positif oleh tingkat growth Indonesia. Artinya, semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, akan semakin menambah kemampuan dan volume impor yang mungkin dilakukan.
·         Variabel industri keuangan syariah ternyata direspon negatif oleh variabel growth. Artinya, booming industri syariah belakangan ini tak berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro. Kondisi ini dapat dipahami mengingat saat ini pangsa industri keuangan syariah secara keseluruhan –mencakup industri perbankan syariah, pasar modal syariah, asuransi, zakat, dll, hanyalah 1.6 persen saja dibanding superiornya industri keuangan konvensional di Indonesia.
·         Hal terakhir yang menarik untuk diamati adalah pola hubungan antara growth-industri keuangan syariah. Faktanya, semakin besar growth Indonesia tidak diiringi dengan semakin suburnya industri keuangan syariah. Semenjak 1992 ditandai dengan lahirnya bank syariah pertama hingga saat ini, pangsa aset bank syariah hanyalah 2 persen saja. Tidak seperti negara Malaysia yang saat ini terhitung 18% porsi bank syariah dibanding perbankan umumnya. Ini diindikasi dari kurangnya political will pemerintah dalam mengembangkan secara sungguh-sungguh ekonomi berbasis keadilan ini.


V.2 Rekomendasi
Adapun beberapa rekomendasi yang dapat penulis berikan ialah:
·           Berkaitan dengan pola hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mencerminkan export led growth dan growth driven export, menunjukkan bahwa ekspor Indonesia mampu menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan peran ekspor dalam pembentukan GDP, karena sampai dengan tahun 2005 ekspor hanya menempati urutan kedua dalam pembentukan GDP dan masih di bawah konsumsi rumah tangga.
·           Selayaknya pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan sebagai lembaga pengelola fiscal maupun Bank Indonesia selaku otoritas moneter, memiliki political will dalam pengembangan industri keuangan syariah Indonesia. Karena tanpa itu, industri yang tergolong infant ini tidak akan mampu berbuat banyak. Dalam hal ini, baik jika mencontoh Malaysia.
·           Terdapat kekurangan dalam riset ini, diantaranya adalah: kekurangtepatan proksi yang digunakan. Misalnya, industri keuangan syariah yang diproksi dengan data jumlah aset perbankan syariah nasional. Padahal kita tahu, industri syariah adalah bukan hanya bank syariah an sich. Ada beberapa yang lain seperti pasar modal, asuransi, zakat, wakaf, dan lain-lain. Di masa mendatang, kekurangan ini agar dapat disempurnakan.


DAFTAR PUSTAKA

Afrinaldi, 2006, Penerapan Uang Dinar dalam Perdagangan Internasional dan Pengaruhnya terhadap Sistem Moneter Indonesia. Skripsi pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, Bogor.
Ascarya, 2007, Sistem Keuangan dan Moneter Islam, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
Ascarya, Hasanah, Heni dan N.A. Achsani, (2008), “Permintaan Uang dan Stabilitas Moneter dalam Sistem Keuangan Ganda di Indonesia,” Paper dipresentasikan pada “Seminar dan Kolokium Nasional Sistem Keuangan Islam II”, Bandung, Indonesia, 6 September 2008.
Djohanputro, Bramantyo, 2006, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: Penerbit PPM.
Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Hasanah, Heni, 2007, Stabilitas Moneter pada Sistem Perbankan Ganda di Indonesia, Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan.
Krisharianto, Josef dan Hartono, Djoni, (2007), “Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment”, Kertas Kerja dipresentasikan pada “Seminar Akademik Ekonomi”, Jakarta 13 Desember 2007.
Mankiw, N. Gregory, 2003, Teori Makroekonomi Edisi ke-5, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nikmawati, Khulailatun, 2007, Mekanisme Transmisi Melalui Sharia Financing, Analisis Vector Autoregression (Studi Kasus Negara Malaysia). Skripsi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah STEI Tazkia Bogor: tidak diterbitkan.
Nongsina, Flora Susan dan Hutabarat Pos M, (2007), “Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdagangan terhadap Laju Pertumbuhan Ekspor-Impor Indonesia”, Kertas Kerja dipresentasikan pada “Seminar Akademik Ekonomi”, Jakarta 13 Desember 2007.
Rusydiana, Aam Slamet, (2007), “Perdagangan Internasional: Komparasi Konsep Ekonomi Modern dan Ekonomi Islam”, tugas mata kuliah Ekonomi Internasional pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah STEI Tazkia Bogor.
Salomo, Ronny, dan Hutabarat Pos M, (2007), “Peranan Perdagangan Internasional sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Kertas Kerja dipresentasikan pada “Seminar Akademik Ekonomi”, Jakarta 13 Desember 2007.
Salvatore, Dominick, 2004, Ekonomi Internasional, Jakarta: Erlangga.
Setiawan, Hapid, 2007, Analisis Faktor Dominan Penyebab Inflasi di Indonesia dan Beberapa Penyelesaiannya Menurut Ekonomi Islam, Skripsi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah STEI Tazkia Bogor: tidak diterbitkan.
Susamto, Akhmad Akbar dan Cahyadin, Malik, (2008), “Praktik Ekonomi Islam di Indonesia dan Implikasinya terhadap Perekonomian”, Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah vol 5, 2008.

(Tulisan ini telah dimuat pada Jurnal Tazkia Islamic Finance and Business Review, STEI Tazkia, Vol 4, No 1, Juli 2009) 

Klik suka di bawah ini ya