Republika, Zikir Nasional, Dinar, dan Dirham

Zikir Nasional pada pergantian malam tahun baru masehi sejak beberapa tahun lalu menjadi agenda rutin harian Republika. Pada akhir tahun 2010 ini, acara yang selalu dipandu KH Muhammad Arifin Ilham tersebut direncanakan juga menghadirkan para tokoh ulama. Para ulama dan pimpinan ormas itu menyerukan agar acara zikir berjamaah pada malam tahun baru semakin disebarluaskan agar umat Islam tidak mengisinya dengan kesia-siaan dan kehura-huraan.


Karena itu, dalam artikel "Zikir Berjamaah pada Malam Tahun Baru" (Republika, 2 Januari 2010), penulis menyoroti fenomena di kota-kota besar pada malam pergantian tahun sebagaimana digagas Republika tersebut. Benang merah yang dapat ditarik dari penyelenggaraan tersebut salah satunya adalah upaya untuk mengalihkan kebiasaan meniup terompet, menyalakan petasan, dan kebiasaan-kebiasaan negatif lainnya pada malam pergantian tahun kepada hal-hal yang positif melalui zikir berjamaah. Di dalamnya, ditambahkan doa, shalawat, dan ayat-ayat Alquran. Ini sejalan dengan dakwah Walisongo yang mengubah cara perayaan umat Islam masa lalu yang berbaur dengan tradisi agama lain menjadi bernilai Islam.


Untuk memperjelas esensi acara tersebut, ada baiknya mengkaji hadis Nabi Muhammad SAW dan contoh sahabat dalam kilasan sejarah ketika menjalankan berbagai kegiatan keislaman. "Hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus yang mendapatkan petunjuk (Allah) sesudahku." Dengan demikian, hadis tersebut merupakan legitimasi dari Rasulullah SAW terhadap keabsahan hasil ijtihad para sahabatnya sepeninggal beliau.


Kajian secara lebih mendalam terhadap ijtihad para sahabat tersebut perlu dilakukan agar umat Islam pada zaman sekarang, khususnya di Indonesia, dapat mengambil hikmah dan tidak terus-menerus konflik dalam pro-kontra soal tradisi-tradisi yang tidak dilakukan pada masa Rasulullah SAW.


Sering muncul pernyataan bagi kalangan yang kontra terhadap kegiatan yang tak dicontohkan Rasulullah SAW. Mereka memvonis sebagai 'penghuni neraka' bagi pelaku tradisi-tradisi tersebut berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa "Setiap bid'ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di neraka." Dengan demikan, tuduhan dan penggunaan hadis tersebut jika dijadikan pegangan dan terus-menerus disebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat luas, akan mengancam kerukunan internal di kalangan umat Islam.


Dinar dan dirham
Sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal banyak melakukan ijtihad adalah Umar bin Khattab. Bahkan, saat beliau masih hidup, banyak ayat Alquran yang diturunkan sebagai pembenaran terhadap gagasan-gagasan Umar. Namun, selama ini, yang familiar di kalangan umat Islam mengenai hasil ijtihad Umar adalah soal pelaksanaan shalat qiyam lail pada Ramadhan yang kemudian dikenal dengan shalat tarawih. Selain itu, juga masalah peninggalan hijriah, zakat, dan lainnya.


Ijtihad Umar lainnya yang tidak familiar di kalangan umat Islam yaitu penggantian ornamen dan inskripsi pada dinar (uang emas) yang berasal dari Romawi dan dirham (uang perak) yang berasal dari Persia. Kedua mata uang ini sudah berlaku di tanah Arab sekian abad sebelum Rasulullah SAW lahir.


Meskipun di dalam dinar terdapat inskripsi yang berisi ungkapan-ungkapan tentang trinitas dan di dalam dirham terdapat gambar Kisra (raja) Persia, Rasulullah SAW tetap memberlakukannya sebagai alat tukar dan standar pelaksanaan syariah Islam.


Namun, pada tahun 20 H, saat menjabat khalifah, Umar menginstruksikan agar ornamen dan inskripsi pada mata uang dirham ditambah dengan kata-kata Islami, antara lain, kalimat "Bismillahi". "Bismillahi Rabbi", Alhamdulillah, dan Muhammad Rasulullah dengan tulisan Kufi. Umar juga kemudian menentukan satuan mata uang dinar dan dirham. Satu dinar adalah koin emas sebesar 4,25 gram dan satu dirham adalah koin perak seberat tiga gram. Ijtihad Umar ini mengilhami para khalifah selanjutnya.


Pada tahun 75 H, atas instruksi Khalifah Abdul Malik bin Marwan, umat Islam mencetak dinar dan dirham. Di dalamnya, hanya terdapat ornamen dan inskripsi Islami tanpa ornamen dan inskripsi dari Romawi dan Persia. (Lihat, Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, 2005: 29-35).


Khalifah Umar dan Abdul Malik bin Marwan telah melakukan perbuatan yang tidak dicontohkan pada masa Rasulullah SAW. Karena itu, ijtihad kedua khalifah tersebut memiliki kesamaan dengan penggantian mantra-mantra dari tradisi animisme, dinamisme, Hindu, dan Buddha pada peringatan kematian dengan bacaan-bacaan Islami yang disebut tahlilan.


Hasil ijtihad para ulama pada masa silam dan sekarang juga memiliki kesamaan dengan upaya mengalihkan kebiasaan meniup terompet, menyalakan petasan, dan perbuatan negatif lainnya pada malam pergantian tahun baru masehi dengan zikir berjamaah yang di dalamnya dibacakan bacaan-bacaan Islami. Perbedaannya, Umar dan Abdul Malik bin Marwan melakukan perubahan pada produk budaya bersifat material, sedangkan para ulama melakukan perubahan pada produk budaya bersifat nonmaterial.


Republika
Salah satu media cetak yang turut serta memperkenalkan kembali kedua mata uang ini adalah Republika. Sejak 14 Juli 2006, harian ini setiap hari memuat kurs dinar dalam rubrik Ekonomi Bisnis dan Syariah. Dalam edisi perdana, pemuatan kurs mata uang ini juga ditampilkan berita berjudul "Dinar Emas Bisa Jadi Alat Tukar".


Selain itu, Republika dalam suplemen Dialog Jumat pernah memuat rubrik Wakaf pada Juni tahun 2008. Di dalamnya, berkali-kali diulas pengenalan dinar dan dirham. Republika juga memberitakan momen-momen yang terkait dengan dinar dan dirham. Hal ini, antara lain, "ICMI Usulkan Penggunaan Dinar dan Dirham Bertahap" (28 Januari 2003) dan "RI Kaji Transaksi Minyak Tanpa Dolar" (19 November 2007). Pada judul yang terakhir ini, berisi gagasan Jusuf Kalla saat menjabat wakil presiden RI yang mengusulkan agar dinar menjadi standar dalam penentuan harga minyak internasional.


Hal ini ia sampaikan setelah bertemu Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. Adapun pemberitaan tentang dinar dan dirham yang paling baru oleh Republika adalah berkenaan Festival Hari Pasaran Dinar dan Dirham yang berlangsung di Masjid Al-Azhar, Kebayoran, Jakarta pada 24 Desember 2010.


Semoga kiprah Republika dalam penyelenggaraan zikir berjamaah dalam setiap malam tahun baru masehi dan berbagai topik keislaman seperti dinar dan dirham mampu membangkitkan semangat umat Islam untuk senantiasa mengambil hikmah dan teladan yang positif.


Oleh: Nurman Kholis, Staf Puslitbang Lektur Keagamaan Balitbang dan Diklat Kemenag RI
Sumber: Republika

Klik suka di bawah ini ya