Oleh: AM Hasan Ali, Staf Pengkaji PKES
Haji merupakan prosesi tahunan yang melibatkan jutaan kaum muslimin. Dari berbagai penjuru dunia, umat Islam sengaja untuk hadir di Mekkah dan Madinah, hanya sekedar untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima. Pelaksanaan ibadah ini, sebagai bukti kepatuhan dan ketaatan kepada perintah Allah Swt. Kalau disadari, ritual ini, sesungguhnya tidak hanya berdimensi ibadah. Lebih dari itu, haji telah melampaui batas dimensi yang ada. Saat ini, pelaksanaan haji telah menggerakkan berbagai sektor kehidupan manusia, termasuk didalam-nya sektor perekonomian dan bisnis.
Haji merupakan prosesi tahunan yang melibatkan jutaan kaum muslimin. Dari berbagai penjuru dunia, umat Islam sengaja untuk hadir di Mekkah dan Madinah, hanya sekedar untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima. Pelaksanaan ibadah ini, sebagai bukti kepatuhan dan ketaatan kepada perintah Allah Swt. Kalau disadari, ritual ini, sesungguhnya tidak hanya berdimensi ibadah. Lebih dari itu, haji telah melampaui batas dimensi yang ada. Saat ini, pelaksanaan haji telah menggerakkan berbagai sektor kehidupan manusia, termasuk didalam-nya sektor perekonomian dan bisnis.
Dari sisi bisnis, ritual haji telah menjelma sebagai satu peluang besar yang dapat dikelola untuk mendatangkan keuntungan. Terbukti, banyak sekali perusahaan yang bergerak dalam bisnis penyelenggaraan haji maupun umrah, baik berupa biro perjalanan ataupun jasa pemondokan. Bahkan, dari sisi penyediaan konsumsi selama perjalanan haji, tidak luput menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Sayangnya, selama ini, penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia masih menjadi monopoli pemerintah. Melalui Departemen Agama, regulasi dan pelaksanaan ibadah haji tersebut diselenggarakan. Keuntungan dari penyelenggaraan yang monopolistis ini terletak pada aspek koordinasi. Departemen Agama dapat melakukan koordinasi dengan semua pihak dalam penyelenggaraan ibadah haji ini. Tetapi, tidak jarang dari yang monopolistis ini, melahirkan pelayanan (service) yang cenderung kurang memuaskan.
Mengais Keuntungan di Lahan Haji
Dari perspektif ekonomi, ritual haji telah menggerakkan sirkulasi uang (velocity of money) di masyarakat. Triliunan rupiah terhimpun melalui prosesi tahunan ini. Tepatnya, lebih dari lima trilliun rupiah dana haji yang mengalir setiap tahun. Dengan asumsi, kuota haji untuk Indonesia sebanyak 213 ribu dikali biaya ongkos naik haji, yang tahun 2007 berkisar antara Rp. 25-27 juta. Besaran yang tidak sedikit dari sisi peluang bisnis yang menggiurkan.
Selama ini, regulator sekaligus operator, ada di tangan Departemen Agama. Artinya, dana dengan jumlah besaran di atas akan terserap masuk melalui Departemen Agama. Walaupun begitu, dalam pelaksanaannya, Departemen Agama bekerja sama dengan industri keuangan dalam mengelola dana haji tersebut. Sepintas, secara bisnis, terlihat bahwa pengelolaan dana haji dapat dilakukan melalui dua lembaga keuangan, yakni perbankan dan asuransi.
Pengelolaan dana haji oleh industri perbankan meliputi penghimpunan dana calhaj (calon haji) melalui tabungan haji. Saat ini, total jumlah dana tabungan haji yang tersimpan di perbankan lebih dari puluhan trilliun. Dengan asumsi adanya pengendapan dana calhaj yang masih dalam daftar waiting list. Karena, jika kita mau mendaftar haji pada tahun 2007, pemberangkatanya bukannya tahun 2007, melainkan tiga tahun mendatang, yakni pada tahun 2010.
Adanya pengendapan sementara dana haji pada bank-bank merupakan berkah tersendiri bagi pengembangan industri perbankan nasional. Pada waktu yang sama, dana pihak ketiga (DPK) yang bersumber dari pembayaran dana haji memperbesar jumlah dana yang dimiliki oleh bank. Masalahnya, saat ini belum adanya keberpihakan penuh dari regulator penyelenggara haji, untuk menyerahkan pengelolaan dana haji ke industri keuangan syariah sepenuhnya. Hal ini terlihat dari masih menduanya kebijakan dalam pengelolaan dana haji. Saat ini, sebagian pengelolaan dana haji diberikan ke industri perbankan syariah dan sebagian diserahkan pengelolaannya ke industri perbankan syariah. Sejatinya, hal ini seharusnya tidak seperti itu. Sesuai amanat QS. Al-Baqarah [2]: 208, pengamalan ajaran Islam dituntut secara kaffah, tidak setengah-tengah. Pengelolaan dana haji, seharusnya diserahkan sepenuhnya ke industri keuangan syariah, melalui bank syariah.
Dalam hal ini, industri perbankan syariah dapat meraup keuntungan dari pengendapan dana haji. Dana haji yang mengendap akan diinvestasikan kembali oleh industri perbankan pada instrumen investasi yang diprediksikan memberikan keuntungan. Seandainya, dana haji tersebut sudah dikelola penuh oleh industri perbankan syariah, secara tidak langsung akan memberikan stimulan positif terhadap peningkatan market share bank syariah. Masalahnya, saat ini, market share industri perbankan syariah masih berkisar pada angka 1,7%. Angka yang sangat kecil, jika diperbandingkan dengan market share di industri perbankan konvensional. Oleh karena itu, sudah saatnya Departemen Agama, selaku regulator penyelenggara haji Indonesia, mengeluarkan regulasi yang mengamanatkan pengelolaan dana tabungan haji pada industri perbankan syariah.
Selain industri perbankan, penikmat ‘kue’ dana haji adalah industri asuransi. Sesuai dengan peraturan yang ada, semua jamaah haji Indonesia akan dijamin risikonnya oleh perusahaan asuransi, selama prosesi haji berlangsung sampai kepulangannya ke tanah air. Dana yang dikelola oleh industri asuransi berasal dari dana haji yang dibayarkan oleh calhaj. Jadi, sebagian dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dipergunakan untuk kepentingan penjaminan terhadap risiko selama pelaksanaan ibadah haji. Biaya ini biasa disebut dengan dana asuransi haji. Tahun ini, premi asuransi haji per orang Rp. 75 ribu. Jika dihitung dari jumlah jamaah haji yang berangkat pada tahun 2007 sebanyak 213.000 orang, maka dana premi yang dikelola oleh perusahaan asuransi sebesar lebih dari 15 Milliar.
Dalam asuransi haji, penanganannya sudah diserahkan ke industri asuransi syariah. Artinya, yang berhak meng-cover risiko pelaksanaan ibadah haji, hanya perusahaan asuransi syariah. Selain perusahaan asuransi syariah tidak diperbolehkan mengurusi asuransi haji. Selama ini, proses penentuan perusahaan asuransi yang mengelola dana asuransi haji melalui proses mekanisme tender. Dua tahun belakangan ini, yang memperoleh tender dari dana asuransi haji adalah perusahaan asuransi Bumiputera Syariah. Wallahu ‘alam bis showab
Sumber: Republika Online