Dari tulisan-tulisannya, buku ini bersifat kritis dan progresif, dua karakter yang wajib dimiliki setiap akademisi. Kritis dalam menyikapi setiap fenomena nyata sambil memberikan input konstruktif. Progesif yang berarti sarat akan visi perubahan dan kemajuan atas fenomena yang dikritisi. Terlebih, status mahasiswa/akademisi yang bebas kepentingan (interest) yang kadang menghalangi seseorang berpendapat lebih adil. Membaca buku ini, kita akan melihat bahwa dua karakteristik tersebut menjadi ruh dalam tiap tulisan khas mahasiswa: mengalir bebas tanpa beban.
Menjadi istimewa, buku setebal 134 halaman ini ditulis oleh “mahasiswa-mahasiswa ekonomi Islam”, sebuah status yang masih “langka” di belantara kampus dengan berbagai subjek dan disiplin ilmu. Sehingga, buku ini menjadi ungkapan pemikiran orisinil mahasiswa dalam ranah keilmuan ekonomi Islam.
Secara garis besar, karakteristik artikel-artikel dalam buku ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, bersifat konseptual ekonomi Islam itu sendiri. Kedua, bersifat kritik terhadap kapitalisme yang sedang ‘sakit’ dan konsep ekonomi Islam sebagai alternatif solutif. Ketiga, bersifat otokritik terhadap pengembangan ekonomi Islam saat ini disertai masukan membangun.
Artikel berjudul “Konsep Uang dalam Islam” mencoba mengkaji problematika uang dari sisi fikih. Lebih lanjut, “Selamat Datang Dinar” mengeksplorasi keunggulan dinar sebagai mata uang anti-inflasi, anti-spekulasi, dan anti kezaliman dibandingkan uang kertas kerap memicu bubble economic yang berujung pada krisis. Kemudian, artikel berjudul “Ramadhan, Momentum Kebangkitan Ekonomi Islam” mengusung ide bahwa puasa sejatinya tidak saja berdimensi ibadah spiritual an-sich, tetapi juga mengajarkan akhlak horizontal (mu’amalah), khususnya dalam bidang bisnis.
Sedangkan kritik atas kapitalisme sangat terlihat pada artikel “Bom itu Bernama Riba” dan “Suku Bunga, Inflasi dan Krisis Keuangan Dunia” yang berhasil membuktikan secara empiris dampak destruktif bunga terutama peranannya dalam memicu inflasi. Sehingga perlu dikaji kembali keberadaan institusi bunga di dalam perekonomian, apakah bermanfaat bagi kestabilan moneter Indonesia ataukah malah sebaliknya. “Distorsi Distribusi Harta” juga memberikan kritik telak kepada kapitalisme yang gagal mewujudkan kesejahteraan yang lebih adil dan merata. Sedangkan “Antara Kapitalisme dan Sosialisme” dan “Ekonomi Esok Hari” menawarkan sebuah konsep ekonomi yang penuh nilai-nilai universal dan kemanusiaan: adil, penuh toleransi dan inklusif. Untuk menggantikan kapitalisme yang telah gagal.
Mengambil porsi terbanyak adalah artikel-artikel bersifat otokritik terhadap model pengembangan ekonomi Islam saat ini. Dimulai dari “Definisi Ulang Ekonomi Islam” yang membahas fenomena lambatnya pengembangan ekonomi Islam disisi akademis dibandingkan institusinya. Hal senada diungkap dalam “Reposisi Pemahaman Ekonomi Islam” yang membahas lebih dalam berbagai lubang dalam pengembangan ekonomi Islam beserta solusi rasionalnya. Sedangkan “Riset Ekonomi Islam, Peluang dan Tantangan” mengkaji lebih khusus pengembangan sisi akademis-teoretis ekonomi Islam beserta rintangan-rintangan yang dihadapi.
Model pengembangan perbankan Islam di Indonesia yang cenderung pragmatis dibanding memilih untuk berdiri pada “asholah” (karakter asli) yang dimilikinya dikupas tuntas dalam artikel “Mencandera Perbankan Syariah Indonesia”. Keberpihakan bank syariah terhadap sektor pertanian juga menjadi sebuah pertanyaan dalam artikel “Bank Islam Pro Petani?”. Disusul tulisan berjudul “Redesign Ekonomi Islam” yang menawarkan solusi blue print yang bersifat global beserta syarat-syarat yang harus dimiliki. “Paradigma Ekonomi dan Peran Dakwah” menekankan perlunya model dakwah ekonomi Islam yang menitikberatkan aspek asas-tauhid, mengikuti aspek praktikal-akad. Sedangkan, “Bank Syariah Pasca UU 21” memandang bahwa UU saja tidak cukup membuat fundamental bank syariah kuat dan berkembang. Dan penyediaan SDM-SDM yang holistik-integralistik sebagai solusi yang tepat. Perlunya bank syariah untuk berkaca pada Grameen Bank, terutama dalam pemberdayaan rakyat kecil juga dibahas dengan lugas pada “Bank nDeso”, meski terdapat beberapa catatan negatif terhadap bank gagasan Muhammad Yunus tersebut. Agak sedikit berbeda “Arus Kiri-Kanan Ekonomi Syariah” berusaha memetakan arus-arus pemikiran yang menyikapi perkembangan perbankan Islam.
Diikuti oleh sedikit “ramalan” dalam artikel “Masa Depan Ekonomi Islam”, terutama pasca krisis keuangan global belakangan ini. Sebagai pamungkas, “Ekonomi Islam Substantif” yang dipilih menjadi judul buku ini menghadirkan sebuah hipotesis: bahwa secara substansi, ekonomi Islam terbukti paling compatible dengan alam. Premis yang semakin presisif ketika melihat kebisuan ekonomi Kapitalisme menjawab tantangan krisis global saat ini. Sehingga ekonomi apapun namanya, saat ia eksis dan berdampak positif bagi kelangsungan hidup masyarakat dunia dan sustainabilitas alam semesta, hampir dipastikan sesungguhnya dia sedang beririsan dengan ekonomi Islam.
Semoga kehadiran buku ini akan memberikan suatu semangat dan wacana baru tentang sistem ekonomi yang gagal memberikan kesejahteraan kepada sebagian besar masyarakat dunia; melihat alternatif yang dimiliki Islam serta “pekerjaan rumah” yang masih tersisa dalam proses perbaikan. Selamat membaca.