Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tantangan terbesar ekonomi syariah memasuki tahun 2013 ini adalah bagaimana memenuhi kebutuhan akan SDM (sumberdaya manusia) yang berkualitas. Dengan tingginya pertumbuhan sejumlah industri ekonomi syariah, seperti perbankan syariah, maka keberadaan SDM berkualitas menjadi suatu kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi.
Jika melihat tren, pertumbuhan SDM perbankan syariah senantiasa naik dua kali lipat setiap tiga tahun. Pada tahun 2006, jumlah SDM yang bekerja di bank syariah, baik BUS, UUS maupun BPRS, mencapai angka 7.376 orang. Angka ini naik menjadi 15.443 orang pada tahun 2009 dan 30.875 orang pada bulan Oktober 2012. Ini menunjukkan dinamika pertumbuhan perbankan syariah yang luar biasa. Belum lagi ditambah dengan kebutuhan SDM pada sektor lainnya seperti asuransi syariah, BMT, amil zakat, dan sektor pendidikan ekonomi syariah.
Pada jangka pendek, kebutuhan ini bisa diatasi dengan merekrut SDM dengan beragam latar belakang, kemudian memberikan training dan pelatihan kepada mereka, sehingga mereka diharapkan dapat memahami teori dan praktek ekonomi syariah secara cepat. Namun demikian, pada jangka panjang, upaya mengatasi tingginya permintaan SDM ini harus dilakukan melalui penataan sistim pendidikan ekonomi syariah yang terintegrasi dan terencana dengan baik. Disinilah peran perguruan tinggi sebagai ujung tombak penghasil SDM yang dibutuhkan.
Dua peran kampus
Jika melihat dunia industri ekonomi syariah secara keseluruhan, maka profil SDM yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki kompetensi, bukan hanya terkait dengan aspek pengetahuan dan penguasaan keilmuan ekonomi syariah semata, namun juga karakter kepribadian yang baik. Dengan kata lain, bukan sekedar cerdas secara intelektual, namun juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Inilah hard skill dan soft skill yang harus dimiliki oleh SDM ekonomi syariah.
Terlepas dari beragam teori yang ada, posisi kampus haruslah menjadi penghasil SDM yang memenuhi kualifikasi tersebut. Karena itu, kampus harus bisa memerankan dirinya dengan baik, dan menjalankan dua fungsi utama. Yaitu, sebagai tempat berlangsungnya proses transfer of knowledge dan sebagai tempat pembentukan karakter (character building). Ini semua harus tercermin dalam desain kurikulum dan proses belajar mengajar yang dilakukan di perguruan tinggi.
Dalam menjalankan peran yang pertama, desain kurikulum pendidikan ekonomi syariah haruslah menghasilkan SDM yang dapat menguasai basis teori ekonomi dan keuangan syariah, memiliki daya analisa yang tajam, dan kemampuan metodologis yang baik. Aspek filosofi dalam penguasaan teori ekonomi syariah harus juga mendapat perhatian. Jangan sampai para peserta didik (mahasiswa) hanya memahami ekonomi syariah sebagai proses mekanistik semata, tanpa memahami filosofi utama di dalamnya. Sebagai contoh, filosofi jual beli murabahah antara lain bahwa akad tersebut harus dibangun di atas prinsip kepercayaan (trust). Pengungkapan harga pokok pembelian disertai dengan penetapan marjin profit yang diketahui oleh pembeli (nasabah) dan penjual (bank syariah) merupakan cermin dari prinsip saling percaya. Berbeda dengan jual beli biasa dimana penjual cenderung menutupi actual cost yang dikeluarkannya kepada pembeli.
Contoh lain terkait dengan filosofi penyaluran zakat, dimana orientasi utama penyaluran adalah untuk mentransformasi mustahik menjadi muzakki. Karena itu, program penyaluran yang ada harus didesain dalam kerangka pemberdayaan zakat, sehingga potensi yang dimiliki mustahik dapat dioptimalkan, dan kapasitas serta daya tahan ekonomi mereka dapat meningkat pada jangka panjang. Dengan pemahaman seperti ini, ketika mahasiswa bekerja menjadi amil zakat setelah lulus, maka yang ada di benaknya adalah bagaimana mendayagunakan zakat ini melalui program yang tepat dan efektif. Ia tidak akan asal-asalan mendesain program, apalagi asal sekedar membagi-bagikan dana.
Selanjutnya pada peran yang kedua, perguruan tinggi adalah tempat pembentukan karakter. Karena itu, pendidikan karakter merupakan variabel kunci dalam menghasilkan SDM yang memiliki akhlak personal dan akhlak sosial yang baik. Akhlak personal kaitannya dengan sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh setiap individu, seperti sifat jujur, amanah, kerja keras, dan lain-lain, sementara akhlak sosial sangat erat kaitannya dengan aspek interaksi individu dengan individu lainnya, maupun dengan masyarakat secara keseluruhan.
Agar pembentukan karakter ini dapat berjalan dengan baik, maka ada sejumlah strategi yang dapat diimplementasikan. Pertama, menjadikan dosen sebagai qudwah atau teladan bagi para mahasiswa. Keteladanan ini merupakan unsur yang sangat penting. Wahbah Zuhaily menyatakan bahwa corak keagamaan dan karakter seseorang sangat bergantung pada siapa yang mengajarkannya. Bagaimana kita berharap dapat melahirkan SDM yang baik jika dosennya sendiri tidak memberikan contoh yang baik?
Kedua, membangun lingkungan belajar yang kondusif, dimana interaksi antar komponen civitas akademika berjalan sesuai norma agama dan peraturan yang berlaku. Ketiga, memberikan motivasi yang kuat kepada para mahasiswa serta memberikan apresiasi pada setiap usaha positif yang mereka lakukan. Apresiasi ini akan mempengaruhi aspek kejiwaan peserta didik secara positif. Keempat, mengintegrasikan nilai agama secara penuh dalam kehidupan para peserta didik (mahasiswa). Wallahu a’lam.
Dr. Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB
Jika melihat tren, pertumbuhan SDM perbankan syariah senantiasa naik dua kali lipat setiap tiga tahun. Pada tahun 2006, jumlah SDM yang bekerja di bank syariah, baik BUS, UUS maupun BPRS, mencapai angka 7.376 orang. Angka ini naik menjadi 15.443 orang pada tahun 2009 dan 30.875 orang pada bulan Oktober 2012. Ini menunjukkan dinamika pertumbuhan perbankan syariah yang luar biasa. Belum lagi ditambah dengan kebutuhan SDM pada sektor lainnya seperti asuransi syariah, BMT, amil zakat, dan sektor pendidikan ekonomi syariah.
Pada jangka pendek, kebutuhan ini bisa diatasi dengan merekrut SDM dengan beragam latar belakang, kemudian memberikan training dan pelatihan kepada mereka, sehingga mereka diharapkan dapat memahami teori dan praktek ekonomi syariah secara cepat. Namun demikian, pada jangka panjang, upaya mengatasi tingginya permintaan SDM ini harus dilakukan melalui penataan sistim pendidikan ekonomi syariah yang terintegrasi dan terencana dengan baik. Disinilah peran perguruan tinggi sebagai ujung tombak penghasil SDM yang dibutuhkan.
Dua peran kampus
Jika melihat dunia industri ekonomi syariah secara keseluruhan, maka profil SDM yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki kompetensi, bukan hanya terkait dengan aspek pengetahuan dan penguasaan keilmuan ekonomi syariah semata, namun juga karakter kepribadian yang baik. Dengan kata lain, bukan sekedar cerdas secara intelektual, namun juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Inilah hard skill dan soft skill yang harus dimiliki oleh SDM ekonomi syariah.
Terlepas dari beragam teori yang ada, posisi kampus haruslah menjadi penghasil SDM yang memenuhi kualifikasi tersebut. Karena itu, kampus harus bisa memerankan dirinya dengan baik, dan menjalankan dua fungsi utama. Yaitu, sebagai tempat berlangsungnya proses transfer of knowledge dan sebagai tempat pembentukan karakter (character building). Ini semua harus tercermin dalam desain kurikulum dan proses belajar mengajar yang dilakukan di perguruan tinggi.
Dalam menjalankan peran yang pertama, desain kurikulum pendidikan ekonomi syariah haruslah menghasilkan SDM yang dapat menguasai basis teori ekonomi dan keuangan syariah, memiliki daya analisa yang tajam, dan kemampuan metodologis yang baik. Aspek filosofi dalam penguasaan teori ekonomi syariah harus juga mendapat perhatian. Jangan sampai para peserta didik (mahasiswa) hanya memahami ekonomi syariah sebagai proses mekanistik semata, tanpa memahami filosofi utama di dalamnya. Sebagai contoh, filosofi jual beli murabahah antara lain bahwa akad tersebut harus dibangun di atas prinsip kepercayaan (trust). Pengungkapan harga pokok pembelian disertai dengan penetapan marjin profit yang diketahui oleh pembeli (nasabah) dan penjual (bank syariah) merupakan cermin dari prinsip saling percaya. Berbeda dengan jual beli biasa dimana penjual cenderung menutupi actual cost yang dikeluarkannya kepada pembeli.
Contoh lain terkait dengan filosofi penyaluran zakat, dimana orientasi utama penyaluran adalah untuk mentransformasi mustahik menjadi muzakki. Karena itu, program penyaluran yang ada harus didesain dalam kerangka pemberdayaan zakat, sehingga potensi yang dimiliki mustahik dapat dioptimalkan, dan kapasitas serta daya tahan ekonomi mereka dapat meningkat pada jangka panjang. Dengan pemahaman seperti ini, ketika mahasiswa bekerja menjadi amil zakat setelah lulus, maka yang ada di benaknya adalah bagaimana mendayagunakan zakat ini melalui program yang tepat dan efektif. Ia tidak akan asal-asalan mendesain program, apalagi asal sekedar membagi-bagikan dana.
Selanjutnya pada peran yang kedua, perguruan tinggi adalah tempat pembentukan karakter. Karena itu, pendidikan karakter merupakan variabel kunci dalam menghasilkan SDM yang memiliki akhlak personal dan akhlak sosial yang baik. Akhlak personal kaitannya dengan sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh setiap individu, seperti sifat jujur, amanah, kerja keras, dan lain-lain, sementara akhlak sosial sangat erat kaitannya dengan aspek interaksi individu dengan individu lainnya, maupun dengan masyarakat secara keseluruhan.
Agar pembentukan karakter ini dapat berjalan dengan baik, maka ada sejumlah strategi yang dapat diimplementasikan. Pertama, menjadikan dosen sebagai qudwah atau teladan bagi para mahasiswa. Keteladanan ini merupakan unsur yang sangat penting. Wahbah Zuhaily menyatakan bahwa corak keagamaan dan karakter seseorang sangat bergantung pada siapa yang mengajarkannya. Bagaimana kita berharap dapat melahirkan SDM yang baik jika dosennya sendiri tidak memberikan contoh yang baik?
Kedua, membangun lingkungan belajar yang kondusif, dimana interaksi antar komponen civitas akademika berjalan sesuai norma agama dan peraturan yang berlaku. Ketiga, memberikan motivasi yang kuat kepada para mahasiswa serta memberikan apresiasi pada setiap usaha positif yang mereka lakukan. Apresiasi ini akan mempengaruhi aspek kejiwaan peserta didik secara positif. Keempat, mengintegrasikan nilai agama secara penuh dalam kehidupan para peserta didik (mahasiswa). Wallahu a’lam.
Dr. Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB