Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia

Pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah khususnya perbankan dan keuangan membutuhkan SDM profesional yang memahami dasar-dasar teori dan praktek ekonomi syariah. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah minimnya kuantitas SDM dan kualitas kompetensi yang masih rendah. Diperkirakan dibutuhkan sekitar 60 sampai 80 ribuan tenaga kerja yang bergerak di lembaga keuangan syariah lima tahun ke depan. Jumlah ini akan semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan industrinya. Ironisnya, baru sekitar 25 hingga 30-an universitas yang membuka kajian ekonomi Islam dan hanya mampu menghasilkan lulusan sekitar 1.000-an orang setiap tahunnya.

Fakta lainnya adalah mereka yang bekerja di industri keuangan syariah masih didominasi oleh mereka yang berlatar belakang konvensional (90 persen), yang dibekali pelatihan singkat perbankan syariah. Hanya sekitar 10 persen yang berlatar belakang syariah. Fakta ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas “kesyariahan” industri yang ada.

Persoalan SDM adalah hal mendasar yang perlu dicarikan solusinya dan dalam hal ini perguruan tinggi adalah lembaga yang paling berkompeten dalam menyediakan SDM yang dibutuhkan oleh perbankan syariah. Penelitian ini dimaksudkan untuk memotret peta pendidikan Ekonomi Islam, baik Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) maupun Perguruan Tinggi Umum (PTU). Juga menganalisis secara kuantitatif hubungan antara kurikulum dan metode pembelajaran ekonomi Islam yang diterapkan di perguruan tinggi dengan kompotensi SDM yang dibutuhkan oleh industri keuangan syariah. Tujuan selanjutnya adalah merumuskan strategi yang tepat dalam menghasilkan kompotensi SDM yang dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada semua PTAI dan PTU yang membuka kajian Ekonomi Islam di Indonesia.

Peta kajian ekonomi Islam
Perguruan tinggi memiliki potensi yang besar dalam menyiapkan SDM integratif, yaitu memiliki kompetensi yang memadai dari aspek syariah sekaligus mumpuni dalam bidang ekonomi dan keuangan baik dari segi konsep maupun operasional. Hanya saja, dari penelitian penulis terhadap 23 PTAI/PTAIS dan PTU, ditemui fakta masih beragamnya struktur akademik, yaitu posisi bidang kajian Ekonomi Islam dalam bentuk program studi, konsentrasi maupun baru sebatas mata kuliah pilihan. Implikasinya, kurikulum belum terintegrasi sehingga pemahaman tentang Ekonomi Islam masih bersifat parsial dan ketidakjelasan pada kompetensi utama yang akan dihasilkan.

Dari sisi kelembagaan, PTAI memperlihatkan dua trend kelembagaan pendidikan ekonomi Islam. Pertama, pembentukan jurusan/program studi/konsentrasi yang mengusung secara spesifik nomenklatur ekonomi Islam/ekonomi syariah. Kedua, pembentukan Sekolah Tinggi yang mengkhususkan diri pada studi ekonomi Islam/ekonomi syariah.

Dari segi core keilmuan yang menjadi fokus program studi/konsentrasi, di fakultas dengan nomenklatur Fakultas Syariah, ditemukan adanya kecenderungan pengembangan dua core keilmuan, yaitu Hukum Ekonomi Syariah/Bisnis Islam (Syariah) dan ilmu Ekonomi Syariah (Islam). Yang disebut pertama lebih menitikberatkan aspek hukum syariah dari entitas ekonomi, sedang yang terakhir lebih memfokuskan aspek teori, doktrin dan konsepsi Islam tentang ekonomi. Oleh karena itu, biasanya pendidikan ekonomi Islam hadir di bawah naungan Program Studi/Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam/Syariah) dan Program Studi/ Jurusan Muamalah (Hukum Ekonomi Islam/Bisnis Islam/Syariah).

Di fakultas dengan nomenklatur Fakultas Syariah dan Hukum atau Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, terdapat kecenderungan pengembangan yang berfokus pada aspek teori, doktrin dan konsepsi Islam tentang ekonomi sehingga lahir nomenklatur Program Studi/Konsentrasi Muamalat dengan pengertian Ekonomi Islam tetapi sebagian lagi Muamalah dengan makna Hukum Ekonomi Syariah. Sedangkan di fakultas dengan nomenklatur Fakultas Ekonomi atau Fakultas Ekonomi dan Bisnis, ditemukan adanya kecenderungan memfokuskan pengembangan program studi akuntansi dan manajemen konvensional, kalaupun ada baru beberapa mata kuliah ekonomi dan keuangan Islam atau dalam bentuk konsentrasi. Namun, belakangan sudah mulai berdiri program studi Ekonomi Islam dan ada pula Ekonomi Syariah di PTU, dan di lingkup PTAI ada beberapa yang sudah mulai mengajukan pendirian Fakultas Ekonomi Islam secara mandiri.

Pengembangan pendidikan ekonomi Islam pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) tampak lebih agresif dengan banyaknya program studi dan konsentrasi. Umumnya pendidikan Ekonomi Islam pada STEI tumbuh dengan kuatnya figur tokoh tertentu. Demikian pula pada PTU memperlihatkan empat trend kelembagaan pendidikan ekonomi Islam. Pertama, pembentukan jurusan/program studi dengan mengusung secara spesifik nomenkaltur “ekonomi Islam” di bawah naungan Fakultas Ekonomi. Kedua, pembentukan jurusan/program studi yang mengusung secara spesifik nomenklatur “ekonomi Islam” di bawah naungan Fakultas Agama Islam. Ketiga, pembentukan Konsentrasi yang berfokus pada ilmu “ekonomi Islam” pada program studi yang berada di bawah naungan Fakultas Ekonomi. Keempat, pengajaran ekonomi Islam dalam bentuk mata kuliah independen maupun terintegrasi pada mata kuliah keislaman. Keempat trend di atas juga ditemukan pada PTS yang membuka kajian ekonomi Islam.

Hal lain adalah penggunaan istilah “ekonomi Islam” dan/atau “ekonomi syariah” pada nama program studi maupun mata kuliah secara tidak konsisten. Variasi nama program studi dan konsentrasi menimbulkan kekaburan dalam kompetensi yang akan dihasilkan, dan pengkajian ekonomi Islam hanya dalam bentuk beberapa mata kuliah menyebabkan pemahaman lulusan tentang ekonomi Islam parsial dan tidak komprehensif.

Kurikulum,metodologi pembelajaran, dan kompetensi
Sementara dari aspek analisis kuantitatif menunjukkan bahwa sebesar 74,4 persen pengaruh kurikulum dan metode pembelajaran Ekonomi Islam terhadap kompetensi yang dibutuhkan oleh industri keuangan syariah. Terdapat hubungan signifikan antara kurikulum dan metode pembelajaran Ekonomi Islam yang diterapkan oleh Perguruan Tinggi terhadap kompetensi SDM yang dihasilkan. Namun ada temuan menarik yaitu industri mempersepsikan sama antara profil lulusan PTAI dengan PTU, sehingga lulusan keduanya memiliki peluang yang sama dalam memenuhi kebutuhan industri.

Pembelajaran ideal ke depan yang dapat ditawarkan adalah pengembangan sistem pendidikan ekonomi Islam integratif, muatan kurikulum perlu menggambarkan sasaran-sasaran yang hendak dicapai.

Ini meliputi (i) penguasaan bahasa Arab dan bahasa Inggris; (ii) penguasaan ilmu-ilmu dasar kesyariahan seperti qawaid fiqhiyyah, ushul fiqh dan fiqh muamalat; (iii) penguasaan ilmu ekonomi Islam; (iv) penguasaan ilmu ekonomi umum termasuk aspek keuangan dan akuntansi, dan (v) penguasaan metodologi penelitian (tools of analysis), baik penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif. Sehingga outputnya adalah SDM yang memiliki kapabilitas, kompetensi dan keilmuan yang luas baik dalam ilmu syariah maupun ilmu ekonomi.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah standarisasi kompetensi inti kurikulum program studi Ekonomi Islam dan sub-sub bidangnya secara nasional, adapun kompetensi pen-dukung dan lainnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Selain itu perlu diperkuat hubungan sinergi antara industri dan perguruan tinggi utamanya informasi kebutuhan SDM dan kompetensi yang dibutuhkan (link and match), peningkatan kompetensi dosen, penguatan referensi bidang ekonomi dan keuangan Islam didukung dengan sarana praktikum yang relevan dan memadai.

Dr. Euis Amalia
Ketua Prodi Ekonomi Islam (Muamalat) UIN Jakarta dan Peneliti Tamu FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya