Penguatan Peran Perbankan Syariah Dalam Perekonomian

Keuangan dan perbankan syariah kembali menunjukkan ketahanannya terhadap krisis. Ketika krisis subprime mortgagedi USA tahun 2007 berimbas ke berbagai belahan dunia,  banyak lembaga keuangan mengalami kesulitan, bahkan kebankrutan, seperti Northern Rock Bank di Inggris, serta Bear Sterns dan Lehman Brothers di Amerika (Lietaer, et al., 2008).

Sementara itu, lembaga-lembaga keuangan syariah di berbagai belahan dunia, tetap berdiri tegar. Di Indonesia pun demikian, bahkan perkembangan perbankan syariah di tanah air pada tahun 2011 menunjukkan pertumbuhan tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, baik di sisi dana pihak ketiga (51,8 persen), pembiayaan (50,6 persen), maupun aset (49,2 persen). Meski pangsa perbankan syariah masih relatif kecil di kisaran 4 persen, peran perbankan syariah dalam perekonomian tidak dapat dia-baikan, bahkan semakin dirasakan oleh masyarakat dengan tersebarnya 1737 kantor cabang dan 1277 layanan office channeling.

Untuk menganalisis peran perbankan syariah dibandingkan perbankan konvensional dalam perekonomian, penelitian ini dilakukan melalui analisis transmisi kanal kredit/ pembiayaan perbankan konvensional/syariah ke inflasi dan pertumbuhan ekonomi, menggunakan data runtut waktu bulanan dari Maret 2004 sampai September 2011 serta menggunakan metode error correction model(ECM), autoregrssive distribution lag(ARDL) dan vector error correction model(VECM).

Hasil estimasi
Hasil estimasi dengan tiga metode (Tabel 1) menunjukkan bahwa peningkatan simpanan perbankan konvensional (nCDEP) tidak memicu pertumbuhan ekonomi (IPI) tetapi menurunkan inflasi (CPI), sedangkan peningkatan simpanan (investasi) perbankan syariah (nIDEP) cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi (IPI) dan cenderung tidak memicu inflasi (CPI). Sementara itu, kenaikan kredit perbankan konvensional (nCLOAN) mendorong pertumbuhan ekonomi (IPI) dan juga meningkatkan inflasi (CPI), sedangkan kenaikan pembiayaan perbankan syariah (nIFIN) mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi tidak memicu inflasi (CPI).

Selain itu, naiknya suku bunga acuan SBI konvensional (rSBI) memicu inflasi (CPI) dan cenderung menghambat pertumbuhan ekonomi (IPI), sedangkan naiknya return/marjin acuan SBIS Syariah (rSBIS) cenderung tidak memicu inflasi (CPI) dan tidak mendorong pertumbuhan ekonomi (IPI). Sementara itu, naiknya suku bunga pasar uang antarbank konvensional (rPUAB) menurunkan inflasi (CPI) dan cenderung menurunkan pertumbuhan ekonomi (IPI), sedangkan naiknya return/marjin pasar uang antar bank Syariah (rPUAS) cenderung tidak berpengaruh terhadap inflasi (CPI) dan cenderung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (IPI).

Sementara itu, hasil impulse response function(IRF) ke pertumbuhan ekonomi (Gambar2) menunjukkan bahwa besaran-besaran kredit konvensional (rSBI dan rPUAB) menghambat pertumbuhan ekonomi, kecuali simpanan (nCDEP) yang mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan besaran-besaran pembiayaan Syariah (nIFIN dan nIDEP) mendorong pertumbuhan ekonomi, kecuali rPUAS (dan rSBIS) yang menghambat pertumbuhan ekonomi.

Hasil keseluruhan menyimpulkan bahwa, meskipun pangsa pasar masih kecil, peran perbankan syariah di Indonesia cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ketika pertumbuh an perbankan konvensional memicu naiknya inflasi, pertumbuhan perbankan syariah tidak memicu inflasi. Nilai lebih perbankan syariah dalam menjaga inflasi ini menjadi semakin penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan mau pun stabilitas sistem moneter di Indonesia. Hanya saja perilaku return/marjin rSBIS dan rPUAS masih seperti perilaku rSBI dan rPUAB di konvensional, karena penetapan return/marjin rSBIS masih mengacu pada rSBI, yang lebih merupakan returndi sektor keuangan, bukan real returndi sektor riil.

Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih adil dan merata, serta tetap menjaga stabilitas inflasi di tingkat yang rendah, salah satu langkah paling strategis adalah dengan meningkatkan pangsa per-bankan (dan keuangan) Syariah agar dampak makroekonominya lebih dominan.

Penguatan Peran Perbankan Syariah
Beberapa strategi untuk meningkatkan peran perbankan Syariah dapat dilakukan dari sisi mikro dan makro. Dari sisi mikro atau intern perbankan Syariah, pembiayaan (nIFIN) pada tabel 1 masih memicu inflasi (metode ARDL) karena masih didominasi oleh pembiayaan non-bagi hasil (70,7 persen) yang sifatnya mirip dengan kredit berbasis bunga. Pengantian sistem suku bunga dengan sistem bagi hasil dapat menurunkan penyebab inflasi sebesar 51,8 persen (Ascarya, 2009).

Oleh sebab itu, pembiayaan perbankan syariah selayaknya diarahkan menggunakan akad bagi hasil dengan berbagai variasinya, sesuai kebutuhan. Selain itu, simpanan atau investasi (nIDEP) pada tabel 1 masih belum sepenuhnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena sifat simpanan sebagai investasi belum begitu kuat dengan masih tingginya mismatch jangka waktu simpanan investasi dan pem biayaan (jangka waktu deposito investasi mayoritas hanya satu bulan, sedang kan tabungan dan giro dapat diambil sewaktu-waktu). Oleh karena itu, simpanan investasi seyogyanya diarahkan ke jangka waktu yang lebih panjang sesuai dengan jangka waktu pembiayaannya.

Dari sisi makro, return/margin kebijakan rSBIS masih belum mencerminkan real return sektor riil dan masih berperilaku seperti suku bunga kebijakan rSBI karena return/ marginnya masih mengacu pada suku bunga kebijakan konvensional rSBI, sehingga fungsi SBIS sebagai instrumen moneter syariah belum efektif. Oleh karena itu, penggunaan akad ju’alah dan penentuan fee-nya yang mengacu pada SBI seyogyanya ditinjau dan dikembalikan ke fitrah-nya dengan menggunakan akad bagi hasil dan mengacu pada real return di sektor riil.

Ascarya
Peneliti PPSK-BI dan Peneliti Tamu FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya