Pasar Modal Syariah dan Krisis Keuangan Global

Krisis kredit perumahan yang terjadi di AS sejak 2006 akhirnya secara cepat menjelma menjadi krisis keuangan global. Ini adalah krisis paling mutakhir yang melemahkan sendi-sendi perekonomian seluruh dunia. Krisis ini telah mempengaruhi banyak sektor ekonomi, terutama sektor perbankan dan pasar finansial. Kebangkrutan bank komersial maupun bank investasi ternama seperti Northen Rock dan Lehman Brother, serta perusahaan keuangan seperti Freddy Mac dan Fanny Mae, adalah bukti kedah-syatan krisis yang melAnda AS ini. Lebih jauh lagi, sejak Juli 2007 sampai Mei 2009, krisis global ini juga telah mempengaruhi pasar keuangan di AS. Kejatuhan Indeks Dow Jones sebesar 18 persen dalam satu minggu, merupakan kejatuhan terbesar selama periode tersebut. Pasar modal negara maju lainnya, seperti indek Nikei 225 dan FTSE 100, turun secara signifikan sebesar 24 persen dan 21 persen pada periode yang sama (Bloomberg Database, 2009).


Selain negara maju, pengaruh krisis keuangan global 2007 juga menyebar ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kapitalisasi pasar Jakarta Composite Index (JCI) atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh sebesar 54 persen pada 2008. Bahkan pasar modal Indonesia sempat menghentikan perdagangan setelah drop sebesar 10 persen dalam satu hari. Indeks harga pasar jatuh sebesar 10.38 persen ke posisi 1,451.669. Ini adalah posisi terendah sejak September 2006. Otoritas pasar modal Indonesia bahkan memutuskan untuk mensuspensi bursa mulai 8 Oktober 2009 hinggalO Oktober 2009.


Labih jauh lagi, pengaruh krisis tidak hanya dialami pasar modal konvensional, pasar modal syariah juga mengalami hal yang sama. Kapitalisasi pasar Jakarta Islamic Index (JII) jatuh sebesar 61 persen pada 2008, sedangkan indek harga pasar turun sebesar 22 persen selama periode yang sama. JII adalah index yang terdiri dari saham perusahaan yang jenis usaha dan aktifitasnya sesuai dengan ketentuan saham-saham syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Beberapa saringan yang dipersyaratkan, seperti rasio leverage, pendapatan bunga, dan pendapatan dari aktivitas non-halal, memungkinkan JII memiliki performa yang berbeda karena cenderung lebih tersegmentasi dibandingkan dengan pasar modal konvensional.


Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan jangka panjang antara pasar modal Indonesia dan pasar modal negara-negara maju sebelum dan pada masa krisis keuangan global 2007. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan daya tahan antara pasar modal konvensional dan syariah di Indonesia terhadap pengaruh krisis keuangan global 2007 (lihat artikel di bawah). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan ketahanan adalah kecepatan sebuah pasar saham untuk bangkit (recovery) kembali setelah mengalami penurunan pada saat krisis terjadi.


Data dan model estimasi


Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek krisis keuangan global tahun 2007 terhadap pasar konvensional dan syariah di Indonesia, maka penelitian mengajukan dua model hubungan antara pasar saham Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Model-model tersebut secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikutdi mana uq is intercept, IDj, USj, JP, and UKj mengindikasikan indeks saham dari Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Sedangkan IDIj, USI;, JPI; and UKIj mengindikasikan indeks saham syariah dari Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris.


Penelitian ini menggunakan data harga penutupan saham mingguan mulai dari


September 2005-Mei 2009. Semua indeks ini terdenominasi berdasarkan mata uang lokal dan di unduh dari Bloomberg Database. Selanjutnya semua data tersebut ditransfor-masi ke dalam bentuk natural logarithm. Mengingat penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak dari krisis keuangan global tahun 2007 terhadap pasar saham Indonesia, kita membagi periode analisis menjadi dua periode, yaitu periode sebelum krisis dan selama masa krisis.


Mengutip Dungey et al. (2008) yang menyebutkan titik awal dari krisis keuangan tahun 2007 adalah pada tanggal 26 Juli, 2007, studi ini menggunakan data dari 30 September 2005 sampai dengan 27 Juli 2007 sebagai periode pra-krisis dan 3 Agustus 2007 sampai 29 Mei 2009 sebagai periode selama krisis. Pengelompokan data ini diharapkan dapat memberikan jawaban apakah pasar saham syariah memiliki ketahanan lebih selama krisis keuangan global tahun 2007 dibandingkan dengan pasar saham konvensional.


Penelitian ini menggunakan Autore-gressive Distributed Lag (ARDL) Bound Testing Approach to Cointergation untuk melihat hubungan jangka panjang harga saham di Indonesia dengan beberapa negara maju, Error Correction Model (ECM) yang merepresentasikan kecepatan model untuk kembali ke level ekuilibrium apabila terjadi ketidak stabilan atau shock, dan Impulse Respons Function (IRF) untuk melihat respon yang timbul dari suatu variabel atas shock yang terjadi dari variabel lain.


Hubungan antar pasar


Terkait dengan pasar modal konvensional, output ARDL pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua pasar modal negara maju memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pasar modal Indonesia selama periode krisis. AS memiliki hubungan negatif, sementara Jepang dan UK memiliki hubungan yang positif. Menurut Ibrahim (2003) koefisien negatif menunjukkan bahwa antara kedua pasar tersebut terjadi saling kompetisi, sementara koefisien yang positif berarti di antara kedua pasar tersebut terjadi saling melengkapi secara alamiah.


Faktor finansial memiliki kontribusi terhadap hubungan harga pasar antara beberapa negara, pengaruh persepsi investor dimungkinkan lebih dominan dalam faktor finansial tersebut (Ibrahim, 2003). Investor akan memobilisasi dananya ke pasar yang menjanjikan tingkat pengembalian lebih tinggi. Sejalan dengan krisis 2007, investor menganggap AS sebagai suatu pasar, sedangkan Indonesia, Jepang dan Inggris sebagai pasar alternatif. Sehingga, dengan terjadinya krisis di AS, investor memindahkan dana investasinya ke negara-negara alternatif tersebut untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Akibatnya, penurunan harga saham di AS akan menyababkan perpindahan dana ke pasar saham Indonesia, Jepang, dan Inggris. Itulah mengapa hubungan antara saham Indonesia dan AS adalah negatif, sementara hubungan antara Indonesia-Jepang dan Indonesia-Inggris adalah positif.


Terkait dengan pasar modal syariah, output ARDL menunjukkan hanya AS dan Inggris yang memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pasar modal Indonesia selama periode krisis. Pasar modal syariah AS memiliki hubungan negatif terhadap pasar modal syariah Indonesia. Kenaikan harga saham pada pasar modal syariah di AS akan membuat harga saham di pasar Indonesia mengalami penurunan, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar saham syariah AS adalah kompetitor bagi pasar saham syariah Indonesia.


Sementara itu, pasar saham syariah Inggris memiliki hubungan positif dengan pasar modal Indonesia, sehingga kenaikan harga saham di pasar modal syariah Inggris akan juga diikuti oleh kenaikan harga saham di pasar modal syariah Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Inggris adalah pasar komplementer bagi Indonesia. Hasil tersebut adalah wajar mengingat indeks pasar modal syariah saat ini masih menjadi bagian dari dual system pasar modal.

Klik suka di bawah ini ya