Titik Kematian Kapitalisme

Protes terhadap Wall Street yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu merupakan protes terhadap ketimpangan dan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi kapitalis. Globalisasi keuangan telah menimbulkan fenomena yang dikotomis, yaitu pasar finansial yang superaktif dan di pihak lain sektor ekonomi riil yang cenderung stagnan. Demonstrasi ini telah berkembang menjadi ratusan pemrotes di seluruh Amerika dan dunia, termasuk Indonesia lewat Occupy Jakarta.


Gerakan demonstrasi menentang keserakahan Wall Street di AS belakangan ini makin meluas. Gerakan yang bertema "Occupy Wall Street" itu, menggugat simbol pasar finansial kapitalisme di Amerika Serikat. Wall Street dianggap sebagai salah satu penyebab ambruknya perekonomian. Selain itu, mereka juga memprotes ketidakadilan ekonomi dan sosial akibat dari rapuhnya kapitalisme.


Dominasi kapitalisme
Demonstrasi terhadap Wall Street tidak lain adalah bukti dari dominasi sistem kapitalis yang melahirkan ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi bagi masyarakat secara luas. Hal ini terjadi karena kapitalisme hanya dibangun berdasarkan sektor nonriil. Dominasi kapitalis hanya bermain dalam wilayah spekulatif yang didorong oleh motif suku bunga. Salah satu contohnya adalah jual beli surat berharga, seperti saham dan obligasi. Kapitalisme telah melahirkan sejumlah ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun, anehnya sistem tersebut nyaris diadopsi oleh sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia yang dalam praktiknya cenderung menganut sistem kapitalis.


Saat ini, perdagangan di sektor nonriil telah sedemikian jauhnya sehingga nilai trasanksinya berlipat ganda melebihi nilai sektor riil. Hampir semua negara di dunia ini, termasuk Indonesia, terjangkit bisnis spekulatif, seperti perdagangan surat berharga atau utang di bursa saham (stock exchange). Sistem ekonomi nonriil ini berpotensi besar untuk meruntuhkan sistem keuangan secara keseluruhan.


Paul Ormerod (1994) dalam The Death of Economics menyatakan bahwa dunia saat ini dilanda suatu kecemasan yang maha dahsyat dengan kurang beroperasinya sistem ekonomi yang memiliki ketahanan untuk menghadapi setiap gejolak ekonomi maupun moneter. Indikasinya adalah pada akhir abad 19 dunia mengalami krisis dengan jumlah tingkat pengangguran yang tidak hanya terjadi di belahan dunia negara-negara berkembang, akan tetapi melanda negara-negara maju. Dia juga mengatakan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.


Dalam perjalanannya, kapitalisme kerap menemui krisis. Sudah banyak tragedi krisis yang ditimbulkan oleh sistem kapitalis, seperti  krisis Asia yang berujung menyeret Indonesia ke jurang krisis 1997-1998. Bahkan, krisis ekonomi terjadi di Amerika pada 2008 dan yang terbaru Yunani juga menderita krisis yang selanjutnya menular ke negara Eropa lainnya.


Melihat kenyataan ini, kapitalisme sudah berada pada titik kegagalan dalam menopang ekonomi dunia. Bahkan, kegagalan tersebut tidak hanya diderita oleh negara-negara miskin dan berkembang saja, tapi juga di negara-negara maju yang menjadi pengusung ideologi utama sistem ekonomi kapitalis.


Kiranya sudah cukup bagi kita melihat berbagai kegagalan yang ditimbulkan sistem kapitalis dalam memberikan kesejahteraan. Kapitalisme telah terbukti cacat dan menyengsarakan masyarakat, maka sungguh aneh kalau masih ada kaum muslim yang percaya dan mengekor kepada negara-negara kapitalis.


Momentum ekonomi Islam
Dalam merespons krisis global, Islam memiliki konsep yang jelas dalam memberikan solusi. Kalau ekonomi kapitalis dalam praktiknya membuang jauh-jauh intervensi agama, berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang tidak melepaskan diri dari peran agama (spiritual) dalam menjalankan kegiatan ekonomi.


Menurut Mustafa Edwin Nasution (2007), sistem perekonomian kontemporer hanya peduli pada peningkatan utilitas dan nilai-nilai materialisme suatu barang tanpa menyentuh nilai-nilai spiritualisme dan etika kehidupan masyarakat. Sistem kapitalisme memisahkan intervensi agama dari berbagai kegiatan dan kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi perkembangan peradaban dan perekonomian masyarakat. Dalam ekonomi Islam terdapat dialektika, antara nilai-nilai spiritualisme dan materialisme.


Perbedaan mendasar ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional (kapitalis dan sosialis), terletak pada sumber utama perilaku dan infrastruktur ekonomi Islam, yaitu Alquran dan Sunnah. Perbedaan yang lain terletak pada motif perilaku itu sendiri. Ekonomi Islam dibangun dan dikembangkan di atas nilai altruisme sedangkan ekonomi kapitalis berdasarkan nilai egoisme yang dipraktikkan oleh pemilik modal.


Jadi, ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami kegagalan dan kematian, maka peluang ekonomi Islam semakin terbuka luas. Ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi post-capitalist yang berperan sebagi solusi krisis ekonomi dunia karena ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil, tidak seperti kapitalisme yang memainkan kegiatan ekonomi di ranah spekulatif saja dan hal ini dilarang dalam ekonomi Islam karena di dalamnya terdapat praktik riba atau bunga. (QS al-Baqarah [2]: 278-279).


Dengan krisis yang melanda sebagian negara di dunia saat ini, memberikan peluang besar bagi para pelaku ekonomi Islam untuk melakukan ijtihad ekonomi yang lebih kreatif dan inovatif berdasarkan nilai-nilai Islam sehingga ekonomi Islam benar-benar menjadi pilihan terbaik sebagai ekonomi yang berkeadilan serta sebagai solusi dari sistem kapitalis yang mulai menemui titik kematiannya.


Oleh Herman, Mahasiswa FAI Universitas Muhammadiyah Jakarta
Aktif di Basic Syariah Economic Campus (Basecamp) UMJ

Klik suka di bawah ini ya