IMZ Award dan Sinergi Zakat Dunia

Zakat di Indonesia mengalami kebangkitan di tangan masyarakat sipil pada tahun 1990-an. Era ini kemudian dikenal sebagai era pengelolaan zakat secara profesional-modern berbasis prinsip-prinsip manajemen dan tata kelola organisasi yang baik. Sejak era inilah kemudian potensi zakat di Indonesia mulai tergali dengan dampak yang semakin signifikan dan meluas. Titik balik terpenting dunia zakat Indonesia terjadi pada 1999. Sejak itu, zakat secara resmi masuk ke dalam ranah hukum positif di Indonesia dengan keluarnya UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.


Pascapemberlakukan UU tersebut, lembaga pengelola zakat tumbuh bak cendawan di musim hujan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hingga kini, setidaknya terdapat Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan 18 Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat nasional, 33 Badan Amil Zakat (BAZ) tingkat provinsi, dan 429 BAZ tingkat kabupaten/kota. Belum lagi bila kita perhitungkan LAZ tingkat daerah, 4.771 BAZ tingkat kecamatan, Unit Pengumpul Zakat (UPZ) hingga amil-amil tradisional-individual berbasis masjid dan pesantren.


Di satu sisi, kecenderungan ini positif karena dunia zakat Indonesia kemudian menggeliat menjadi sangat dinamis. Namun, di sisi lain, kecenderungan ini berpotensi menimbulkan masalah, terutama terkait tata kelola zakat dan kepercayaan masyarakat.


Pesatnya pertumbuhan lembaga pengelola zakat ini, masih belum diiringi dengan upaya penguatan kapasitas keorganisasian sehingga disparitas kapasitas masih cukup tinggi. Publik secara umum masih melihat kinerja lembaga amil zakat belum optimal. Karena, belum berorientasi pada penguatan institusi dan sistem dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat.


Membangun kompetensi OPZ
Organisasi/lembaga pengelola zakat (OPZ) adalah lembaga publik yang dalam kiprahnya mengelola dana publik. Sudah menjadi kewajiban bagi lembaga publik untuk mempertanggungjawabkan dana-dana yang dikelolanya kepada publik secara transparan. Maka, setiap organisasi/lembaga pengelola zakat dituntut dapat menjadi trustable institution.


Keberhasilan kinerja pengelolaan zakat tidak hanya dilihat dari banyaknya dana zakat yang terkumpul, tetapi juga pada dampak dari pendistribusian dan pendayagunaan zakat tersebut, apakah dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.


Untuk itu, OPZ perlu membangun kapasitas lembaganya jika ingin memaksimalkan dampak sosial dalam pendayagunaan zakat, sebagaimana menjadi tujuan utama didirikannya sebuah lembaga amil. Tapi, pada kenyataannya banyak organisasi yang mengabaikan pembangunan kapasitas, terutama dalam hal mengembangkan dan menyebarkan program pendayagunaan dan pemberdayaan zakat.


Mengingat peran OPZ yang begitu strategis dalam membangun masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi, ma ka yang berkepentingan terhadap tingkat kesehatan OPZ bukan hanya OPZ yang bersangkutan, tetapi juga masya rakat secara keseluruhan, terutama muzaki yang hendak membayar zakat. Sebab, salah satu faktor utama belum optimalnya pengelolaan zakat di Indonesia adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat (muzaki) untuk membayar zakat melalui lembaga amil. Rendahnya kepercayaan masya rakat pada lembaga pengelola zakat karena belum optimalnya transparansi dan kredibilitas lembaga amil.


Membangun citra organisasi pengelola zakat yang ama nah dan profesional penting untuk dilakukan, mengingat saat ini telah terjadi krisis ke percayaan antar sesama komponen masyarakat. Citra yang kuat dan baik akan menggi ring masyarakat yang terkategorikan sebagai muzaki agar bersedia menyalurkan dana zakatnya melalui amil. Seba lik nya, buruknya pen citraan ha nya akan mengakibatkan ren dahnya partisipasi muzaki untuk membayarkan zakatnya melalui lembaga amil.


Apresiasi atas capaian positif kinerja lembaga pengelola zakat melalui IMZ Award menjadi ikhtiar strategis dalam membangun citra perzakatan secara nasional, bahkan di dunia Islam secara global. Ia bermakna ganda. Ke dalam (masyarakat perzakatan), mendorong peningkatan kapasitas dan kapabilitas organisasi pengelola zakat, sedangkan ke luar (masyarakat pada umumnya), bermakna syi'ar, bahwa di tengah gejala global 'masyarakat sakit' masih ada segelintir orang berjuang menegakkan transparansi serta berkompetisi meningkatkan kompetensi pada upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat.


IMZ Award antara lain bertujuan memotivasi organisasi pengelola zakat untuk meningkatkan profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi, serta membangun iklim kondusif menuju gerakan sistemik pengentasan kemiskinan.


Sinergi zakat dunia
Saat ini, masyarakat perzakatan Indonesia telah memasuki fase mengglobal. Selain sejumlah ikhtiar sinergi lintas bangsa yang dilakukan sejumlah OPZ, upaya lebih padu juga kian eksis. Misalnya, berkiprahnya World Zakat Forum (WZF) yang dideklarasikan di Yogyakarta 1 Oktober 2010, yang merupakan forum pertemuan para pelaku dan pemerhati zakat sedunia, yang bertujuan mengupayakan kerja sama atau sinergi zakat tingkat dunia serta melakukan sosialisasi dan advokasi kepada berbagai pihak dalam rangka mewujudkan peradaban zakat.


Pelaksanaan IMZ Award 2011, Rabu (3/8) semalam, di Jakarta, menjadi mata rantai ikhtiar membangun semangat kompetitif, mendorong peningkatan kompetensi, menuju sinergi OPZ lintas bangsa.


Zakat, dengan manajemen yang baik dan visioner, menuntut kesungguhan membenahi organisasi. Pengelolaan zakat menuntut sumber daya terbaik, mengingat area pengabdi annya yang luas serta seribu satu peluang memuliakan umat. Semoga Allah meridhai.


Sumber: Republika
Nana Mintarti, Direktur The Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ)

Klik suka di bawah ini ya