Suatu ketika dulu saya pernah diundang oleh mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari Indonesia di Universiti Teknologi Malaysia (UTM) berdiskusi mengenai masalah penelitian dan pendidikan di program pasca sarjana yang sedang mereka tempuh. (Sebagai catatan, sekarang sudah lebih 200 orang warga negara Indonesia yang melanjutkan studinya di tingkat magister dan doktor di UTM — dan kebetulan saya mempunyai 4 orang mahasiswa program doktor yang juga berasal dari Indonesia). Oleh karena itu, saya berpikir bahwa pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan mengenai topik ini dapat juga diketahui oleh khalayak yang lebih ramai. Tulisan ini lebih banyak menceritakan pandangan-pandangan saya pribadi.
Topik Penelitian
Mencari topik penelitian merupakan masalah yang paling utama dalam melakukan penelitian. Mungkin diantara kita banyak yang mendengar bahwa hal yang paling susah dalam penelitian adalah mencari ‘masalah’ sehingga banyak yang mengatakan bahwa sebenarnya ilmuwan itu adalah ‘the problem seeker‘ bukannya ‘the problem solver‘.
Bagaimana cara memilih topik penelitian yang baik dan menarik merupakan suatu hal yang perlu diketahui sebelum kita memulai atau mencoba mendapatkan dana penelitian, karena mungkin kita dapat masuk ke dalam ‘perangkap’. Melakukan penelitian dengan tujuan yang ‘mengada-ngada’ adalah salah satu perangkap yang sukar dielakkan karena penelitian jenis biasanya dijumpai dilembaga-lembaga penelitian yang ‘kaya’ dan ‘maju’ seperti IBM, NASA, dan di Universitas-universitas terkenal seperti MIT, Caltech, UCLA dan sebagainya. Salah satu contoh riset jenis ini adalah penelitian mengenai “polywater” atau polimerisasi molekul H2O. Jika berhasil disintesis, polywater akan mempunyai berat jenis yang lebih besar dibandingkan air, dan viskositas yang 15 kali lebih besar dibandingkan air. Walaupun fenomena polywater ini tidak masuk akal (implausible) tetapi adalah ‘mungkin’ (lihat http://www-2.cs.cmu.edu/~dst/ATG/polywater.html). Bagaimanapun, riset ini telah mendapatkan dana yang berlimpah dari U.S. Navy karena kemungkinan dapat digunakan di dunia militer.
Perangkap yang lain adalah riset ‘negative‘ dan `improvement‘ yang tujuannya hanyalah membuktikan sesuatu itu adalah ’salah’ atau hanya mengembangkan atau memodifikasi sesuatu yang sebenarnya sudah banyak diketahui dan dikerjakan orang lain. Riset seperti ini biasanya dapat menghasilkan banyak publikasi ilmiah, tetapi akan cepat dilupakan orang.
Sebuah perangkap yang lain adalah riset ‘tool-driven‘, yang sifatnya hanyalah menyelesaikan masalah dengan metode-metode yang sudah diketahui atau dikembangkan dengan baik.
Riset yang terbaik adalah riset yang didorong oleh isu-isu saintifik yang penting yang ditangani dengan semua metode-metode yang tersedia. Caranya adalah, pilihlah topik yang hangat dimasa yang akan datang, dan nantinya anda akan menjadi ahli dalam topik tersebut dimasa topik riset tersebut mulai dibincangkan orang. Bagaimanapun, jenis riset ‘ideal’ yang terakhir ini susah untuk didapatkan, karena tidak ada metode apapun yang tersedia untuk mendapatkan topik seperti ini. Walaubagaimanapun, setidak-tidaknya kita sudah mendapatkan prespektif mengenai memilih topik penelitian, walaupun di UTM (dan juga di Universitas lainnya), kebanyakan topik penelitian tersebut diberikan oleh pembimbing dan disesuaikan dengan proyek penelitian yang mempunyai dana, sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa mengenainya.
Literatur
Sekarang ini kita dapat dengan mudah mencari informasi-informasi mengenai riset di internet, sehingga kita menjadi ‘kebanjiran’ informasi. Kebanjiran informasi ini kadang-kadang membuat kita bingung untuk memilah-milah informasi mana yang penting dan berguna, dan mana yang tidak. Hal yang penting diketahui adalah mengetahui terlebih dahulu jenis literatur yang kita baca. Terdapat tiga jenis sumber bahan bacaan;
Primary sources; Communications, Letters (contoh: Chemical Communications, Letters dalam Nature, Science, Journal of American Chemical Society, Journal of Catalysis dan lain-lain).
Secondary sources; Full paper (regular articles).
Tertiary sources; Reviews articles (contoh: Chemical Reviews) dan textbooks.
Tulisan-tulisan yang dimuat di primary sources biasanya merupakan hasil-hasil penelitian yang sifatnya priority communications yaitu hasil-hasil penelitian yang penting, menarik, dan belum ‘komplit’ tetapi perlu dilaporkan. Dalam proses penyerahan naskah, biasanya pengarang perlu membuat alasan kenapa tulisan tersebut dimuat dalam bentuk ‘letter‘ atau communications. Walaupun tulisan-tulisan dalam communications hanya terdiri dari dua atau tiga halaman, tingkat originalitasnya biasanya tinggi. Itulah sebabnya jurnal-jurnal yeng berbentuk communications mempunyai impact factor yang relatif tinggi. Jika penelitian tersebut sudah dirasakan komplit (walaupun sebenarnya dalam penelitian tidak akan pernah komplit), tulisan tersebut dapat dimuat di jurnal dalam bentuk full paper;
Jika bidang-bidang penelitian tersebut berkembang dengan pesat, dalam masa beberapa tahun kita akan menjumpai reviews articles yang memuat perkembangan bidang tersebut serta disertai pandangan mengenai masa depan penelitian dalam bidang tersebut. Review articles bisa jadi berbentuk textbooks. Jadi apa yang kita rujuk dalam tertiary sources merupakan hasil penelitian yang sudah ketinggalan beberapa tahun. Namun, sebagai pemula, untuk mendapatkan ide-ide dan mendapatkan gambaran apa yang telah dikerjakan orang adalah lebih baik memulai dari tertiary sources.
Makna hakiki penelitian pada program pasca sarjana di perguruan tinggi
Sesuai dengan judul tulisan ini yaitu; penelitian dan pendidikan di program pasca sarjana saya memandang bahwa, idealnya, penelitian pada program pasca sarjana merupakan media untuk mencetak calon-calon peneliti, yang otomatis didalamnya terdapat unsur pendidikan. Dalam diskusi dengan mahasiswa Indonesia tersebut, saya mendengar bahwa ada yang memandang unsur pendidikan tersebut tidak nampak dalam proses pencetakan calon peneliti tersebut. Karena kebanyakan mahasiswa Indonesia di UTM mendapatkan beasiswa, maka hubungan yang berlaku antara ‘pembimbing’ dengan ‘mahasiswa’ seolah-olah seperti hubungan ‘majikan’ dengan ‘orang gajiannya’. Bagaimanapun, sebagai mahasiswa kita harus sadar bahwa hakikat dari pendidikan di program pasca sarjana adalah mendidik kita untuk menjadi seorang peneliti. Jika seseorang berhasil menyelesaikan pendidikan tersebut, maka dia dianugerahi gelar Doktor. Ada yang mengatakan bahwa, gelar Doktor itu; adalah sebuah penghargaan kepada seseorang, karena orang tersebut telah melakukan penelitian secara menyeluruh; dari merumuskan masalah, memecahkan masalah, melaporkannya dalam bentuk tulisan dan juga mempresentasikannya, dibawah bimbingan seorang pembimbing.
Jika penelitian tersebut dilaksanakan dengan metoda yang efektif dan efisien, tanpa disadari, kepribadian yang jujur, kritis, bertindak dengan hati-hati dan disiplin dapat terbentuk. Bagi saya, inilah unsur terpenting dalam pendidikan di pasca sarjana tersebut. Unsur ini kebanyakan sering tidak diabaikan, karena ‘knowledge’-lah yang lebih banyak diperhatikan (klik disini). Sebagai contoh; salah satu hal yang nampaknya sepele tetapi sering dilupakan adalah penggunaan log book dalam penelitian. Dari pengamatan saya di sini maupun terhadap mahasiswa pasca sarjana Indonesia di Jepang, banyak yang tidak mempunyai log book penelitian. Jikapun punya, mereka tidak mengetahui cara menulis catatan-catatan penelitian di buku tersebut dengan benar. Walaupun ini nampaknya sepele, namun hal ini dapat mengajarkan kepada kita bagaimana berdisiplin, bekerja berstrategi, jujur dan rapi. Hal ini dapat kita jumpai dari saintis-saintis ulung zaman dahulu, dimana catatan-catatan penelitiannya yang hebat tersebut dapat kita saksikan sampai saat ini.
Saya menyadari bahwa catatan-catatan di atas tidak dapat memecahkan masalah riil yang timbul dalam kehidupan riset para mahasiswa Indonesia di UTM, tetapi saya mengharapkan tulisan ini dapat memberikan prespektif terhadap masalah penelitian pada program pasca sarjana di perguruan tinggi (khususnya).
Oleh: Hadi Nur
Sumber: www.hadinur.com