The Changing Face of Economy

Robert Hall, guru besar ekonomi Stanford University, yang juga ketua National Bureau of Economic Research, baru saja menyampaikan kekhawatirannya akan terjadi double dip recession (resesi ganda). Krisis ekonomi AS belum selesai, diikuti krisis utang zona euro, pengangguran yang tinggi, pasar yang masih bergejolak, melemahnya ekonomi Cina, dan terus menurunnya harga minyak, merupakan faktor yang memunculkan kekhawatiran itu.
Harapan dunia agar Asia tampil menjadi motor penggerak ekonomi dunia untuk keluar dari resesi, menjadi terasa berlebihan bila pasar AS dan Eropa yang selama ini menjadi pasar terbesar menyerap ekspor dari negara-negara Asia terus mengalami kelesuan. Cina, India, dan Indonesia memang mengalami kemajuan ekonomi yang luar biasa pada saat dunia mengalami kesulitan. Namun, ketiga negara ini masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk menjaga pertumbuhan ekonominya terus berlangsung. Pemenuhan kebutuhan dasar, administrasi birokrasi, dan pengelolaan sumber daya alam merupakan topik utama di tiga negara itu.


Abu Muhammad 'Ali Ibn Abu 'Umar Ahmad Ibn Said Ibn Hazm al-Qurtubi al-Andalusi atau singkatnya Ibn Hazm, lahir di hari terakhir bulan Ramadan 384H/November 994 M, di Cordoba. Ibn Hazm menggagas konsep ekonomi dengan empat pilar utama. Pertama, pemenuhan kebutuhan dasar tanpa membedakan agama dan suku bungsa, yang meliputi makanan, minuman, pakaian, dan rumah. Kedua, penegakan kewajiban zakat. Bagi Ibn Hazm, kewajiban pajak yang masih terutang tetap harus ditagih meskipun yang bersangkutan telah wafat. Pembayaran zakat terutang diprioritaskan sebelum wasiat dan warisan. Ketiga, sistem manajemen tanah pertanian yang mencegah tuan tanah besar menekan petani kecil.


Keempat, administrasi pajak yang bersih. Di satu sisi, wajib pajak harus disiplin membayar. Bagi Muslim membayar zakat 2,5 persen dan bagi non-Muslim membayar jizyah 12-48 dirham per tahun yang dicicil setiap bulan pembayarannya. Di sisi lain, pegawai pajak diawasi ketat agar tidak eksploitatif dan abusif.


Eksploitatif artinya memeras dan menagih lebih dari kewajiban sebenarnya walaupun uangnya masuk ke kas negara. Ibn Hazm tidak ingin orang terpaksa berutang untuk membayar pajak karena keadaannya memang tidak memungkinkan. Bila ini terjadi, wajib pajak akan terpaksa menutup bisnisnya dan negara rugi karena kehilangan sumber pajak. Abusif artinya menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan selain kepentingan negara. Ibn Hazm tidak ingin pegawai pajak berbisnis karena jabatannya sebagai pejabat negara membuat gamang mitra bisnisnya.


Ibn Hazm merujuk pada keputusan para sahabat yang memberi gaji dari negara kepada Abu Bakar RA sebagai pengganti kegiatan bisnis yang ditinggalkannya ketika beliau diangkat sebagai pemimpin negara. Inilah masa kegemilangan khilafah Islam, dengan khilafah Barat di Cordoba dan khilafah Timur di Damaskus. Ketika itulah, lahir pemikir besar lain di Murcia Andalusia, Abu Bakar Muhammad ibn al Arabi al Hatimi al Tai.


Ibn Arabi lahir pada 17 Ramadan 560 H/28 Juli 1165 M. Pada 620 H, Ibn Arabi menetap di Damaskus. Interaksi dan pengalaman hidup yang beragam di khilafah Barat dan di khilafah Timur, membentuk Ibn Arabi menjadi pemikir yang mencari benang merah dari fenomena yang ada.


Bagi Ibn Arabi, manusia ibarat cermin dari semua sifat dan nama Allah. Dan, cermin terbaik yang dapat merefleksikan semua sifat dan nama Allah adalah Rasulullah SAW. Dengan pemahaman Ibn Arabi ini, empat pilar ekonomi yang disampaikan Ibn Hazm dipandang sebagai implementasi sifat dan nama Allah.


Perilaku manusia ekonomi yang sangat beragam, bahkan terlihat berlawanan; keinginan untuk berkuasa dan tambah kaya di satu sisi, dengan keinginan untuk mengayomi dan merasa cukup dengan yang ada, juga merupakan cerminan dari sifat dan nama Allah. Ibn Arabi mengibaratkan perilaku yang beragam itu layaknya pelangi yang berwarna-warni, yang sebenarnya merupakan refleksi dari satu warna, yaitu putih.


Pemikiran Ibn Arabi tentang dinamika kehidupan ini bisa dilihat dari sudut pandang burung yang sedang terbang. Di satu sisi, memberikan pemahaman yang arif bijaksana terhadap fenomena duniawi. Namun, di sisi lain, bagi orang awam yang tidak memahaminya, pemikiran Ibn Arabi memberikan pembenaran dan pembiaran karena menempatkan dirinya sebagai burung yang mengamati. Padahal manusia, menurut Ibn Arabi, harus mampu merefleksikan sifat dan nama Allah sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.


Dalam situasi itulah, ketika banyak orang yang hanya menjadi pengamat kehidupan, bukan menjadi cermin pelaksana sifat dan nama Allah, seorang pemikir besar lain tampil mengingatkan. Taqiyudin Ahmad bin Abdul Halim yang lebih dikenal sebagai Ibn Taimiyah. Beliau lahir pada 10 Rabiul Awal 661 H/22 Januari 1263 M di Harran, perbatasan Turki dan Syria, wilayah khilafah Timur.


Inti pemikiran Ibn Taimiyah adalah pemerintah tidak boleh berdiam diri dan hanya menjadi pengamat dari dinamika pasar. Pasar memang harus bebas menentukan harga dan upah. Menurut Ibn Taimiyah, kekuatan penawaran dan permintaan harus bebas bergerak. Ketika ada pihak di pasar yang mencegah bertemunya penawaran dan permintaan, pemerintah harus menghilangkan distorsi tersebut. Distorsi itu dapat berupa praktik monopoli, penekanan yang lebih kuat terhadap yang lemah, serta tidak dilindunginya hak-hak yang lemah. Distorsi itu dapat berupa perbuatan swasta maupun pemerintah.


Ibn Taimiyah menggagas tiga hal pokok dalam mekanisme pasar. Pertama, harga yang adil (qumah adl). Beliau merujuk pada praktik Umar bin Khattab RA dalam menentukan nilai baru untuk uang diyat (ganti rugi bila ada yang terbunuh) karena daya beli dirham jatuh akibat inflasi yang didorong oleh gagal panen. Beliau juga merujuk pada surat Ali bin Abi Thalib RA ketika menjadi khalifah. Kedua, upah yang adil. Ketiga, untung yang adil.


Asia berpeluang menjadi lokomotif ekonomi dunia dan ekonomi syariah berpeluang menjadi inspirasi sistem ekonomi yang lebih baik bila kita tidak sekadar menjadi pengamat. Mengatakan "yang ini haram", "yang ini tidak Islami", "seharusnya begini dan begitu" saja tidak akan cukup. Kita harus memberikan contoh, merefleksikan nama dan sifat Allah dalam membangun ekonomi. Betapapun terasa sulit untuk mengawali dan menjalaninya. Keep trying, don't worry, be happy.


Oleh: Adiwarman Karim
Sumber: Republika Online

Klik suka di bawah ini ya