Salah satu kontribusi besar para ulama klasik terdahulu terletak pada kajian konsep pasar. Sebagaimana diketahui, pasar adalah institusi yang sangat sentral dalam menggerakkan roda perekonomian. Dalam kaitan ini, para ulama klasik terdahulu, telah mencoba menguraikan sejumlah konsep yang sangat menarik. Hal ini terekam dengan baik pada artikel yang ditulis oleh Raditya Sukmana dan Irfan Syauqi Beik, dengan judul Market Concepts Contribution of the Classical islamic Scholars, yang dimuat pada jurnal Majalah Ekonomi Tahun XVI, No. 2. Agustus 2006. halaman 188 - 201.
Sukmana dan Beik (2006) mencoba untuk menganalisa kontribusi para tokoh klasik ekonomi Islam terhadap konsep mekanisme pasar. Mereka mengambil sampel lima tokoh ulama klasik untuk dianalisa, yaitu Abu Yusuf, al-Ghazali, IbnTaimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dan Ibn Khaldun. Alasan pemilihan lima tokoh ini adalah karena konsep kelimanya tentang pasar beserta mekanismenya adalah yang paling komprehensif bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh ulama lainnya.
Sukmana dan Beik (2006) mencoba memetakan pemikiran kelima tokoh tersebut berdasarkan konsep permintaan dan penawaran, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga, serta konsep intervensi peme-rintah dalam perekonomian. Abu Yusuf adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan konsep pasar dengan mendukung penuh interaksi kekuatan permintaan dan penawaran. Ia menyatakan bahwa tingkat harga yang berlaku sepenuhnya berada di tangan Allah SWT, sehingga pemerintah tidak memiliki hak untuk melakukan intervensi. Hal tersebut didasarkan pada sebuah hadis, sebagaimana yang dikisahkan oleh Anas bin Malik ra, di mana Rasulullah SAW menolak permintaan sejumlah sahabat untuk menurunkan harga ketika harga barang-barang di pasar Madinah cenderung bergerak naik. Rasulullah SAW menyatakan bahwa beliau tidak ingin melakukan kezaliman dengan menetapkan harga. Naik turunnya harga berada di tangan Allah, karena Allah adalah al-Musho ir (Sang Penetap Harga). Atas dasar itulah, Abu Yusuf merekomendasikan Khalifah Harun al-Rasyid untuk membiarkan mekanisme permintaan dan penawaran berjalan secara alami.
Namun demikian, para tokoh lainnya tidak sepenuhnya sepakat dengan Abu Yusuf. Mereka menyatakan bahwa ketika kondisi pasar berada dalam keadaan normal dan prinsip keadilan nampak di sana, maka intervensi pemerintah tidak diperlukan. Hadis Rasulullah SAW tersebut harus dilihat terlebih dahulu keadaan yang melatarbelakanginya. Yang menjadi parameter utama adalah adanya prinsip keadilan dalam mekanisme pasar yang terjadi. Ketika itu pasar Madinah yang diban-gun Rasul bersama para sahabat mampu memberikan jaminan keadilan dalam mekanisme permintaan dan penawaran. Sehingga, justru menjadi tidak adil jika Rasul melakukan intervensi karena naiknya harga pada saat itu berlaku secara alami, sebagai konsekuensi logis dari hukum permintaan dan penawaran.
Namun jika kondisi abnormal terjadi di pasar, akibat perilaku spekulan pasar yang melakukan penimbunan sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Ghazali, atau akibat ke-I tidakadilan kebijakan yang ditandai dengan kolusi antara penguasa dan kalangan pebisnis, maka intervensi pemerintah untuk melakukan koreksi pasar menjadi mutlak untuk dilakukan. Karena itulah. Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah merekomendasikan pentingnya peran al-Hisbah sebagai institusi yang bertanggungjawab penuh untuk memonitor pasar, termasuk melakukan tindakan koreksi jika ditemukan penyimpangan. Tidak hanya itu, Ibn Khaldun pun mengusulkan untuk memanfaatkan instrumen pajak dalam melakukan koreksi pasar.
Konsep Abu Yusuf yang tidak merekomendasikan intervensi pemerintah, menurut Sukmana dan Beik (2006) adalah karena kondisi pada saat Abu Yusuf hidup, berada dalam suasana yang penuh dengan keadilan dan kejujuran. Khalifah Harun al-Rasyid, dalam sejarah Islam, adalah salah seorang khalifah yang terkenal karena kejujuran dan keadilan-nya. Sementara para tokoh lainnya, seperti Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim, hidup pada keadaan di mana terjadi degradasi pada kehidupan umat Islam. Korupsi dan ketidakadilan mulai terjadi di mana-mana. Bahkan Ibn Khaldun hidup di era menjelang kejatuhan Cordoba di tangan Ratu Isabella. Kondisi sosial yang melatarbelakangi kehidupan para tokoh menjadi variabel penting yang mempengaruhi analisa dan konsep ekonomi mereka.
Secara umum, Sukmana dan Beik menyimpulkan bahwa konsep mekanisme pasar yang diutarakan oleh kelima tokoh ulama tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan konsep yang ada dalam ilmu ekonomi konvensional. Namun demikian, pembahasan dan analisa kelimanya jauh lebih komprehensif bila dibandingkan dengan Adam Smith dan John Maynard Keynes. Di satu sisi, kelimanya sangat mendukung mekanisme pasar bebas yang bersandar pada kekuatan permintaan dan penawaran, tanpa adanya intervensi pemerintah, di mana konsfep tersebut merupakan inti dari Classical economics. Sementara di sisi lain, mereka menyadari bahwa ketika pasar mengalami ketidakseimbangan, maka intervensi pemerintah merupakan sebuah kebutuhan. Konsep ini pada hakekatnya merupakan inti dari Keynesian economics. Fakta ini menunjukkan kompre-hensifitas analisa yang telah dilakukan oleh para ulama klasik kita.
Wallahu alam
Hilman Hakiem, Ketua Prodi Ekonomi Islam FAI-UIKA Bogor dan Peneliti Tamu FEM IPB