Krisis keuangan dirasakan sangat menghantam perekonomian Eropa sehingga mempengaruhi sektor riil, suplai kredit, asset valuations bagi mayoritas negara anggota Uni Eropa. Jika hal ini tidak ditangani secepatnya, maka dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi dan kondisi fiskal akan semakin terpuruk. Beberapa rekomendasi dan langkah solusi telah dicoba untuk dipraktekkan oleh lembaga-lembaga keuangan di Eropa. Namun sampai penghujung akhir tahun ini, masih belum menuai hasil yang signifikan.
Kondisi ini boleh jadi juga akan mempengaruhi kinerja lembaga keuangan syariah (LKS) di Eropa. Namun demikian, hingga saat ini, LKS di Eropa masih menunjukkan kinerja yang baik, dan diprediksikan akan tetap baik di tahun 2012.
Pertumbuhan industri keuangan syariah Selama tahun 2011, pertumbuhan yang spektakuler telah ditunjukkan oleh industri keuangan Islam di beberapa negara Eropa, terutama Inggris, Perancis dan Jerman. Inggris masih menjadi pemain utama dengan mengoperasikan 24 bank yang menawarkan produk keuangan Islam.
Dengan total aset perbankan syariah yang mencapai USD 19 miliar, didukung lima bank yang secara penuh menerapkan sistem Islam, Inggris menempati peringkat pertama di Eropa dan kesembilan di dunia. Dengan dukungan lembaga pendidikan dan institusi profesional yang mencapai 55 lembaga, diperkirakan akan semakin mendorong kuatnya perkembangan lembaga keuangan Islam di negeri Ratu Elizabeth ini.
Sementara itu, dengan dukungan 4,3 juta masya rakat muslim, dengan total ke kayaan muslim yang mencapai angka USD 50 miliar, Jerman memiliki potensi dalam me ngembangkan industri keuangan syariahnya, minimal dengan basis kekuatan masyarakat mu s limnya. Apalagi pada survey nasional yang dilakukan tahun 2010 lalu, terungkap bahwa 72 persen penduduk muslim Jerman mengingin kan penggunaan produk keuangan Islam.
Langkah maju telah diambil Jerman sejak diumumkannnya joint venture antara bank terbesar di Jerman, Deutsche Bank, dengan Ithmaar Bank of Bahrain dan Abraaj Capital of Dubai senilai USD 2 miliar. Bahkan pada bulan Februari 2011 lalu, Deutsche Borse melaui STOXX (pasar modal Jerman) telah meluncurkan tiga Islamic index di Eropa.
Yang menarik, selama tahun 2011 ini, jumlah nasabah penabung, baik muslim maupun non muslim, semakin meningkat. Hal ini semakin mendorong keyakinan para praktisi keuangan syariah bahwa prinsip syariah, yang membatasi investasi hanya pada hal yang halal saja, serta bebas dari riba, maysir dan gharar, ternyata sangat glakuh di pasar Eropa. Karena itu, menjaga kepercayaan dan animo yang semakin membesar ini, menjadi sebuah keniscayaan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan peran dewan pengawas syariah dalam menilai kelayakan sebuah produk keuangan dari perspektif syariah. Komitmen perbankan syariah Eropa untuk mengangkat kondisi ekonomi kelompok miskin, juga telah menjadi daya tarik yang lain.
Tidaklah mengherankan, jika kemudian lembaga keuangan syariah sampai akhir tahun 2011, semakin menjamur di tengah gkesibukanh para pengambil kebijakan keuangan dalam mencari jalan keluar untuk mengatasi collapse-nya lembaga keuangan konvensional. Selain itu, diskusi, simposium, maupun konferensi internasional, semakin marak diselenggarakan di benua ini, dengan tujuan menjaring berbagai masukan dalam menjalankan produk syariah.
Hal ini mengindikasikan besarnya demand terhadap keuangan syariah sehingga diperlukan wawasan yang cukup dan lesson learnt dari negara lain yang telah lebih dulu mempraktekkan industri keuangan syariah. Namun demikian, agar industri keuangan syariah bisa terus berkembang, maka dukungan dan komitmen pemerintah negara-negara Eropa sangat dibutuhkan. Dalam konteks ini, Inggris tetap menjadi negara yang pemerintahnya paling sigap dalam membuat regulasi yang pro keuangan syariah. Dihapuskannya pajak ganda murabahah pada tahun 2003, serta pajak ganda ijarah dan musyarakah pada tahun 2005 merupakan sedikit contoh dari komitmen Inggris.
Dua kebijakan
Para pengambil kebijakan sektor keuangan Uni Eropa telah bekerja keras dan berusaha dengan serius memberikan solusi untuk menga tasi krisis saat ini. Forum demi forum, diskusi demi diskusi yang mendalam, telah mereka lakukan baik di level nasional mau pun dengan berbagai negara anggota Uni Eropa lainnya. Akankan bailout yang ditawarkan Perancis cukup manjur menyelesaikan masalah ini? Angela Merkel menyatakan bahwa belajar dari pengalaman, kebjikan bailout ini tidak cukup efisien. Pembenahan dan keseriusan serta kedisiplinan tinggi dari institusi lembaga terkait di negara-negara Uni Eropa dianggapnya sangat cocok untuk mengatasi masalah besar di benua Eropa saat ini. Paling tidak perlu melihat kembali pengalaman lembaga keuangan Islam.
Dengan melihat pengalaman lembaga keuangan Islam, serta konsep dasar keuangan Islam yang ada, paling tidak ada dua kebijakan yang harus dilakukan. Pertama, dari sisi kebijakan makroekonomi. Arah kebijakan makroekonomi perlu dievaluasi, dan keperpihakan terhadap sektor riil harus ditingkatkan. Lembaga keuangan perlu menengok kem bali kebijakan penurunan bunga pinjaman, serta perlu mengembangkan konsep kerja sama melalui sistem bagi hasil. Bank Sentral Eropa juga perlu memastikan kondisi ketersediaan dana likuid untuk alokasi usaha jangka pendek. Efektifitas dan perluasan kebijakan keuangan yang diterapkan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan, tidak boleh hanya dinikmati sekelompok industri besar, melainkan oleh seluruh sektor riil yang aplikatif di seluruh pelosok benua, sebagaimana yang telah dijalankan oleh lembaga keuangan Islam yang fokus di sektor riil daripada sektor moneter. Menjaga keseimbangan antara sektor riil dan moneter akhirnya dipandang sangat perlu untuk dikaji ulang.
Kedua, restrukturisasi lembaga keuangan. Karena begitu pentingnya peran yang dija lankan terutama dalam penyediaan dana un tuk dunia usaha, diperlukan restrukturisasi lembaga keuangan yang sekiranya tidak disiplin dan menunjukkan bad performance pada laporan keuangannya. Stimulus dana dari pemerintah yang terus diberikan pada lembaga keuangan seperti ini, hanya akan menggerogoti keuangan Eropa, yang pada akhirnya menyebabkan tidak kunjung usainya krisis yang ada. Diperlukan lembaga keuangan yang amanah dan tidak hanya berorientasi pada bisnis semata, namun juga memiliki keberpihakan pada kelompok miskin. Inilah yang sesungguhnya telah menjadi bagian dari ajaran keuangan syariah, yang menjadi sangat penting dalam mengatasi krisis. Wallahu a'lam.
Jaenal Effendi, Dosen IE FEM IPB dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jerman