Global Islamic Finance Report 2011 yang baru diterbitkan di London menarik untuk dicermati. Dengan metode factor analysis yang digagas oleh Kaiser-Meyer-Olkin, pengamatan di 36 negara dengan delapan variabel, disusunlah Islamic Finance Country Index. Menurut indeks ini, Indonesia menempati peringkat pertama di antara negara-negara non-Islam dan peringkat keempat di antara seluruh negara. Secara keseluruhan, Iran menempati peringkat pertama diikuti Malaysia dan Arab Saudi di peringkat kedua dan ketiga.
Hal ini tidak mengejutkan karena ketiganya adalah negara yang menyatakan diri sebagai negara Islam. Iran memang negara yang melarang adanya lembaga keuangan nonsyariah di negaranya. Malaysia sangat ambisius dengan berbagai insentif yang diberikan pemerintahnya. Sedangkan, Arab Saudi tidak jauh berbeda dengan Iran dan Malaysia dalam pengembangan industri keuangan syariahnya.
Kajian terpisah yang kami lakukan memperkirakan Indonesia yang saat ini di peringkat keempat akan naik ke peringkat ketiga atau kedua pada 2012-2013 karena daya tahan ekonomi Indonesia terhadap krisis yang sedang melanda zona Eropa dan Amerika Serikat. Sementara Malaysia dan Saudi yang perekonomiannya lebih banyak ketergantungannya pada ekonomi luar negeri, diperkirakan akan lebih rentan terhadap dampak krisis itu.
Kapasitas ekonomi Indonesia yang jauh lebih besar dari Malaysia, Iran, dan bahkan Saudi diperkirakan menempatkan Indonesia menjadi satu-satunya negara yang dianggap mewakili nilai-nilai ekonomi syariah di antara lima besar ekonomi dunia pada dua dekade ke depan. Empat negara lainnya adalah Cina, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Pada 2012 diperkirakan muncul kecenderungan cabang-cabang syariah dari perusahaan asuransi akan mulai mempersiapkan spin-off menjadi perusahaan asuransi syariah yang terpisah. Pada tahun itu juga, diperkirakan semakin banyak perusahaan multifinance yang membuka unit usaha syariah untuk menyerap dana dari perbankan syariah yang akan disalurkan kepada nasabah-nasabah ritel.
Pada tahun itu juga diperkirakan bank-bank umum syariah yang memiliki grup usaha bank, akan melakukan percepatan ekspansi usaha dengan menjalin kerja sama penjualan melalui jaringan kantor cabang bank konvensional dalam grup yang sama. Tahun itu pula, diperkirakan akan ditandai dengan spin-off beberapa unit usaha syariah menjadi bank umum syariah yang terpisah.
Diperkirakan, Indonesia akan menjadi kiblat beberapa industri syariah dunia. Pertama, industri makanan dan minuman halal. Saat ini standar kehalalan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah diadopsi luas di berbagai negara yang menjadi mitra dagang Indonesia.
Kedua, industri busana Muslim/Muslimah. Talenta dan kreativitas anak bangsa di industri kreatif ini sulit ditandingi negara lain. Ketiga, industri media dengan materi terkait syariah. Besarnya populasi Indonesia dan kreativitas program menjadi pilar utama industri ini. Keempat, industri ritel konsumer dan usaha mikro juga akan menjadi kiblat dunia.
Krisis yang kini melanda Zona Eropa dan AS harus dicermati dengan baik dalam mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia agar ekonomi syariah tidak sekadar menjadi nama lain dari sistem yang sama. Tidak sekadar mencari pembenaran fikih formal tanpa memahami maksud hakiki dari nilai-nilai ekonomi syariah.
Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari proses bola salju tahapan krisis yang semakin lama makin membesar. Bila krisis subprime di AS yang terpukul adalah perusahaan-perusahaan besar, saat ini krisis memukul pemerintah berbagai negara-negara maju. Setiap kekeliruan dalam menangani suatu krisis yang awalnya hanya kecil, cenderung diatasi dengan manuver di sektor finansial, yang kemudian menambah parah krisis.
Paling tidak ada lima tahapan yang harus dipahami agar keuangan syariah tidak terjebak dalam kekeliruan yang sama. Tahap pertama, ketika pada 9 Agustus 2007 BNP Paribas membekukan tiga hedge funds-nya yang berbasis surat berharga KPR yang disekuritisasi, puluhan triliun dolar AS produk derivatif nilainya jatuh layaknya terjun bebas. Sejak itulah tiap-tiap bank kehilangan kepercayaan terhadap bank lainnya dan memilih untuk tidak melakukan transaksi satu sama lain.
Tahap kedua, ketika pada 15 September 2008, yaitu setahun setelah masalah BNP Paribas mencuat, Pemerintah AS membiarkan Lehman Brothers bangkrut. Sebelumnya, pasar selalu menganggap pemerintah pasti menolong bank yang mengalami kesulitan dan mempunyai risiko sistemis.
Sebelumnya, Pemerintah AS menolong mencarikan investor baru untuk menyelamatkan Bank Bear Stearns dan Pemerintah Inggris menasionalisasikan Bank Northern Rock. Pada tahap ini, bukan saja kepercayaan antarsesama bank yang rusak, lebih celaka lagi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan memudar.
Tahap ketiga, ketika pada 2 April 2009 negara-negara G-20 bergandeng tangan untuk menyelamatkan ekonomi dunia dengan menambah ekspansi fiskal sebesar 1,1 triliun dolar AS sehingga berjumlah 5 triliun dolar AS yang digunakan untuk menolong IMF dan lembaga keuangan dunia lainnya mendorong penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan reformasi industri perbankan. Pada tahap ini, seakan muncul harapan baru dengan kesadaran 20 negara ekonomi terbesar dunia bersama-sama mengupayakan penyelamatan ekonomi dunia.
Tahap keempat, ketika pada 9 Mei 2010 upaya pemerintah menolong sektor swasta ternyata malah menyeret pemerintah masuk ke dalam krisis anggaran. IMF dan Uni Eropa terpaksa harus menolong Pemerintah Yunani mengatasi kesulitan fiskalnya. Pada tahap ini, pasar mulai meragukan kemampuan pemerintah untuk dapat menyelamatkan sektor swasta, bahkan celakanya lagi pasar mulai meragukan kemampuan pemerintah menyelamatkan dirinya sendiri.
Tahap kelima, ketika pada 5 Agustus 2011 lembaga pemeringkat S&P mengumumkan akan menurunkan peringkat surat berharga yang diterbitkan Pemerintah AS dengan memberikan risiko yang lebih besar, penurunan peringkat surat berharga Pemerintah AS diperkirakan membawa efek domino penurunan otomatis peringkat surat berharga yang diterbitkan negara-negara lain yang selama ini peringkatnya di bawah AS. Pada tahap ini, kepercayaan terhadap sistem kapitalisme Barat yang tadinya dianggap lebih unggul daripada sistem sosialisme mulai dipertanyakan.
Perkembangan ekonomi Indonesia yang sebagian besar ditopang oleh sektor riil dan masih kecilnya peranan produk derivatif di dunia keuangan, ternyata telah memberikan lahan subur bagi perkembangan ekonomi syariah. Bila dibandingkan dengan Malaysia dan Timur Tengah, keuangan syariah di Indonesia jauh lebih membumi untuk kepentingan sektor riil, menjangkau nasabah dalam jumlah sangat besar, dan cakupan geografis yang sangat luas. Pada 2012 kecenderunngan ini akan semakin menguat.
Oleh Adiwarman A Karim
Sumber: Republika