Pada 11 Mei 2011, di Jakarta telah terselenggara kegiatan Islamic Development Bank (IDB) Group Day sebagai ajang peluncuran Strategi Kemitraan Negara Anggota (MCPS), yang berisi kesepakatan kerja sama antara IDB dan Pemerintah Indonesia. Kesepakatan yang tertuang dalam MCPS 2011-2014 ini merupakan kerangka kerja sama development assistance IDB dalam mendukung prioritas pembangunan nasional sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Besar pinjaman indikatif yang disediakan IDB dalam kerangka MCPS ini mencapai tiga milar dolar AS diperuntukkan untuk pengembangan berbagai sektor strategis di Indonesia (Republika, 12 Mei 2011).
Kesepakatan kerja sama tersebut semakin mempererat hubungan antara IDB dan Indonesia, yang merupakan salah satu negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam), pendiri IDB pada 1973. Sampai dengan 2009, Indonesia telah memanfaatkan berbagai skema pembiayaan IDB dengan total pinjaman lebih dari 1,5 miliar dolar AS, mencakup 110 proyek yang terbagi dalam bidang social services, pertanian, public utilities, transportasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta industri dan pertambangan.
Pada MCPS 2011-2014 ini, IDB menempatkan program penguatan pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagai fokus utama program development assistance. Hal ini merupakan tindak lanjut dari studi yang dilakukan IDB pada Juli 2010, mengenai kendala kritis pembangunan infrastruktur Indonesia. Studi IDB tersebut memaparkan berbagai kendala dalam penyediaan infrastruktur di Indonesia (meliputi jalan raya, kereta api, pelabuhan, bandara, kelistrikan, dan komunikasi) yang disebabkan oleh empat permasalahan kritis, yaitu masalah pembebasan lahan, lemahnya kapasitas SDM dan kelembagaan, lemahnya tata kelola pemerintahan, dan kurangnya pendanaan jangka panjang.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam investasi infrastruktur di atas menyebabkan buruknya kualitas infrastruktur Indonesia, sebagaimana dilaporkan oleh Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dirilis oleh World Economic Forum, dengan mengungkap persepsi para responden bahwa infrastruktur yang tidak mencukupi merupakan salah satu kesulitan utama dalam melakukan bisnis di Indonesia. Lebih jauh, laporan tersebut menempatkan Indonesia di ranking 82 dari 139 negara dalam aspek infrastruktur disebabkan oleh rendahnya kualitas infrastruktur terutama pelabuhan, jalan raya, dan suplai listrik. Rendahnya peringkat kualitas infrastruktur ini mengonfirmasi ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara (Singapura-peringkat 5, Malaysia-30, dan Thailand-35).
Kelemahan infrastruktur tentu saja sangat merugikan perekonomian nasional, karena ketersediaan infrastruktur sangat memengaruhi minat investasi, menentukan laju pertumbuhan produksi, dan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Berbagai studi empiris mengemukakan korelasi yang positif dan signifikan antara kualitas infrastruktur dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), termasuk studi IDB yang merekomendasikan bahwa setiap satu persen kenaikan investasi infrastruktur diproyeksikan menyumbang 0,3 pertumbuhan PDB Indonesia.
Optimalisasi peran IDB
Kesediaan IDB untuk terlibat dalam berbagai proyek pembangunan di Indonesia harus dioptimalkan untuk mengatasi permasalahan infrastruktur yang kita hadapi. Selain keterlibatan IDB dalam MCPS 2011-2014 serta komitmen pembiayaan miliaran dolar AS yang dijanjikan, terdapat beberapa peran IDB yang dapat kita manfaatkan.
Pertama, sebagai kreditor berbagai proyek pembangunan di Tanah Air, IDB dapat diposisikan sebagai katalisator reformasi dan revitalisasi kelembagaan institusi yang terkait dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia. IDB dapat diminta untuk lebih asertif dalam menjalankan peran konsultasi yang terintegrasi kepada berbagai stakeholder terkait. Selain itu, IDB dapat diminta agar lebih massif dalam mensponsori berbagai jenis program capacity building untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kapasitas kelembagaan.
Kedua, sebagai institusi keuangan dan pembangunan yang dipercaya oleh Dunia Arab, yang memiliki kelebihan likuiditas, IDB dapat dimanfaatkan sebagai endorser atau pemberi rekomendasi dalam pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia. IDB dapat dijadikan mitra utama dalam menghubungkan kalangan investor Timur Tengah dengan kalangan bisnis dan pemerintah di Indonesia. Upaya menarik modal asing ini tidak sulit seiring dengan perbaikan iklim investasi seperti diakui oleh berbagai lembaga pemeringkat utang yang membuat Indonesia hanya tinggal selangkah lagi mendapatkan investment grade. Dalam konteks ini, IDB telah mengusulkan pendirian Islamic Infrastructure Fund sebagai solusi pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia.
Ketiga, sebagai institusi pembangunan internasional yang berbasis komunitas Islam, IDB dapat didorong untuk meningkatkan keterwakilan SDM yang berasal dari Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dan salah satu mitra terbesar IDB, sudah sewajarnya keberadaan profesional berkebangsaan Indonesia hadir di lini manajemen puncak.
Namun sayangnya, saat ini tidak ada orang Indonesia yang berada pada manajemen puncak IDB Group. Kondisi ini sangat berbeda dibandingkan dengan keberadaan profesional Indonesia di lembaga internasional lainnya, seperti IMF dan World Bank. Diharapkan, dengan semakin terwakilinya Indonesia di IDB, peran IDB dalam mendukung pembangunan Indonesia dapat semakin optimal. Akhirnya, kita berharap keberadaan IDB di Indonesia dapat dioptimalkan untuk sebesar-besarnya pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Irwanda Wisnu Wardhana (Staf Menteri Keuangan) dan Pandu Rizky Fauzi (Pengamat Ekonomi Syariah)
Republika