Membangun sebuah organisasi pengelola zakat (OPZ) di daerah yang dapat dipercaya dan dapat berperan aktif, membutuhkan suatu strategi. Pengelolaan zakat di daerah tentunya harus melihat potensi dan kearifan yang dimiliki oleh daerah tersebut, dan tidak bisa disama ratakan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Sehingga, strategi yang digunakannya pun boleh jadi berbeda.
Namun demikian, ada sejumlah
pilar yang sangat penting, yang harus
ada di setiap daerah dan menentukan
keberhasilan penguatan OPZ di
daerah. Pilar-pilar tersebut antara
lain reformasi kelembagaan, strategi
penghimpunan ZIS dan strategi pendayagunaan
ZIS.
Reformasi kelembagaan
Pada reformasi kelembagaan, terdapat
sejumlah aspek yang harus di -
perhatikan. Pertama, sistim rek ruit -
men pengurus dan karyawan OPZ. Se -
buah organisasi pengelola zakat akan
berjalan dengan baik jika di da lamnya
selalu diadakan pembenahan dan
penyegaran baik dari kalangan pengurus
OPZ maupun dari karya wan
OPZ. Komposisi pengurus OPZ dari
senior dan generasi muda sangat me -
nentukan kesuksesan OPZ tersebut.
Selama ini masih banyak kita
temukan di beberapa BAZ yang ada
di daerah misalnya, yang hanya men -
jadi tempat penampungan pensiunan,
atau bahkan hanya untuk mengisi
waktu kosong saja, sehingga men -
jadi tidak berkembang. Paradig -
ma ini haruslah dirubah jika ingin
menjadikan OPZ di dae rah bisa
berperan optimal.
Agar program bisa berjalan
dengan baik maka kom posisi ke -
pengurusan BAZ ha rus terdiri dari
maksimal 40 persen usia senior (>50
tahun) dan minimal 60 persen usia
ge nerasi muda (<50 ta hun), yang
berlatar bekang sesuai dengan kebutuhan
OPZ, terdiri dari kaum profesional,
unsur ulama, dan masya -
rakat, seperti yang telah di atur
dalam UU No 23/2011 te tang
Pengelolaan Zakat.
Kedua, sistim manajemen
OPZ. Ini dilakukan melalui pe -
nguat an manajemen internal de -
ngan Sistem Manajemen Mutu
Terpadu (SMMT), penguatan transformasi
budaya organisasi (good cultural
transformation), dan pengelola -
an lembaga berbasis IT. Ketiga, pen -
catatan, penyusunan, dan publikasi
la poran keuangan.
Penerimaan dan pe ngeluaran ke -
uangan yang rapi, akun tabel dan
syar’i merupakan se buah keniscayaan.
Sistem pelaporan ke uangan
harus sesuai dengan stan dar lembaga
nirlaba (PSAK 109), ser ta dilaporkan
secara berkala kepada publik dan
pemerintah setempat.
Ketiga, waktu pelayanan OPZ.
Untuk mengoptimalkan kinerja OPZ,
maka pelayanan terhadap muzakki
dan mustahik dilakukan setiap hari
kerja, Senin-Jumat yang dimulai dari
pukul 08.00 – 16.00 dan Sabtu setengah
hari dari pukul 08.00 – 13.00. Hal
ini dilakukan untuk memberikan ke -
sempatan kepada muzakki dan mus -
tahik dalam mendapatkan pelayanan
yang maksimal. Masih banyak kita
temukan OPZ di daerah yang hanya
melakukan pelayanan zakat sebatas
seremonial saja, misalnya hanya di
bu lan Ramadhan, dengan tidak me -
miliki program kerja rutin dan ren -
cana kerja yang jelas.
Keempat, pembinaan karyawan,
yang dilakukan secara rutin, misalnya
melalui pengajian rutin minggu -
an, diskusi, dan dilanjutkan de ngan
ra pat rutin mingguan yang membahas
tertang permasalahan yang diha -
dapi. Hal yang harus diperhatikan
juga adalah kesejahteraan
karyawan OPZ,
dimana tingkat remunerasi
minimal disesuaikan
dengan UMR
setempat.
Optimalisasi penghimpunan ZIS
Untuk meng opti mal kan kegiatan
peng him punan dana ZIS, OPZ harus
me miliki langkah-langkah yang
terarah dan terencana, diantaranya:
pertama, perumusan program kerja
penghimpunan dana ZIS. Peren -
canaan ini sa ngat penting sebagai
bahan evaluasi dan parameter pengukuran
ki nerja. Kedua, sosialisasi
zakat. Sosialisasi ini adalah ujung
tombak dari keberhasilan OPZ.
Ketiga, kerjasama de ngan seluruh
elemen masyarakat, baik pemerintah
daerah, tokoh ma syarakat, ulama,
serta media massa yang ada di daerah
tersebut. Hal ini penting agar
program dan rencana OPZ bisa diketahui
oleh masyarakat dan didukung
oleh seluruh komponen masyarakat.
Keempat, pembentukan UPZ
(Unit Pengumpul Zakat) sebanyak
mungkin. Untuk mengoptimalkan
pengumpulan dan pemberdayaan
ZIS maka pendirian UPZ harus dila -
ku kan, baik di masjid-masjid, seko -
lah, instansi pemerintah dan perusahaan-
perusahaan daerah agar zakat
bisa dijangkau oleh seluruh elemen
masyarakat. Seba gai contoh,
saat ini BAZ Kota Bogor
telah membentuk 104
UPZ masjid di kota
Bogor, di se kolah,
instansi peme rin tah
dan BUMD. Pem ben -
tukan UPZ tersebut
mampu mendongkrak pendapatan
BAZ Kota Bogor dari Rp 3,5 mi liar
pada tahun 2009, menjadi Rp 10,3
miliar di tahun 2011. Sebuah peningkatan
hampir tiga kali lipat dalam
kurun waktu dua tahun.
Pendistribusian dan pendayagunaan
ZIS
Agar program pendistribusian dan
pendayagunaan dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan maka pada
aspek pendistribusian dan pendayagunaan
ZIS, dapat dilakukan sejumlah
hal berikut ini. Pertama, perumusan
program pendayagunaan ZIS.
Menyusun program pendayagunaan
yang sesuai dengan kebutuhan ma -
sya rakat agar organisasi pengelola
zakat dapat dipercaya dan dirasakan
kehadirannya oleh masyarakat dae rah
tersebut, seperti program kese hat an,
pendidikan, ekonomi, kema nu si a an,
syiar keagamaan, dan lain-lain.
Kedua, sinkronisasi program pendayagunaan
dan penghimpunan.
Program pendayagunaan harus terorganisasi
ke dalam program-program
yang berbasis ashnaf dan tersinkronisasi
dengan program pengumpulan
agar tingkat kepercayaan masyarakat
tumbuh kepada OPZ, dengan memberikan
kesempatan kepada muzakki
untuk menyalurkan dananya dan
memilih program yang disediakan,
terutama bagi muzaki BUMD atau
perusahaan swasta lainnya yang
ingin mengadakan kerjasama dengan
OPZ. Misalnya, ada perusahaan yang
ingin memberikan bantuan dalam
bentuk peralatan atau tangible
asset seperti mobil ambulance
atau ban tuan peralatan klinik.
Program pendayagunaan harus
bisa me ng akomodir hal ini.
Ketiga, publikasi program
pendayagunaan. Menjalin si -
nergi dengan berbagai elemen
masyarakat mulai dari media masa
lokal, baik cetak maupun elektronik,
pemerintah daerah, Majelis Ulama
Indonesia, majalah, dan brosur untuk
menguatkan pencitraan OPZ tersebut
di masyarakat. Publikasi tidak
harus selalu dila kukan dengan
biaya mahal, jika OPZ bisa bekerjasama
dengan instansi atau
pihak-pihak lain.
Keempat, memberikan pela -
yan an prima kepada mustahik.
Tujuan utama OPZ bukanlah se -
kedar menghimpun dana sebesarbesarnya,
melainkan memberikan
bantuan seoptimal mungkin kepada
mustahik, baik secara produktif
maupun konsumtif. Oleh sebab itu
seluruh mustahik yang datang ke
OPZ harus dilayani secara prima, ka -
rena inti zakat memang pada penya -
lurannya. Wallahu a’lam.
K eberlanjutan dalam
Namun demikian, ada sejumlah
pilar yang sangat penting, yang harus
ada di setiap daerah dan menentukan
keberhasilan penguatan OPZ di
daerah. Pilar-pilar tersebut antara
lain reformasi kelembagaan, strategi
penghimpunan ZIS dan strategi pendayagunaan
ZIS.
Reformasi kelembagaan
Pada reformasi kelembagaan, terdapat
sejumlah aspek yang harus di -
perhatikan. Pertama, sistim rek ruit -
men pengurus dan karyawan OPZ. Se -
buah organisasi pengelola zakat akan
berjalan dengan baik jika di da lamnya
selalu diadakan pembenahan dan
penyegaran baik dari kalangan pengurus
OPZ maupun dari karya wan
OPZ. Komposisi pengurus OPZ dari
senior dan generasi muda sangat me -
nentukan kesuksesan OPZ tersebut.
Selama ini masih banyak kita
temukan di beberapa BAZ yang ada
di daerah misalnya, yang hanya men -
jadi tempat penampungan pensiunan,
atau bahkan hanya untuk mengisi
waktu kosong saja, sehingga men -
jadi tidak berkembang. Paradig -
ma ini haruslah dirubah jika ingin
menjadikan OPZ di dae rah bisa
berperan optimal.
Agar program bisa berjalan
dengan baik maka kom posisi ke -
pengurusan BAZ ha rus terdiri dari
maksimal 40 persen usia senior (>50
tahun) dan minimal 60 persen usia
ge nerasi muda (<50 ta hun), yang
berlatar bekang sesuai dengan kebutuhan
OPZ, terdiri dari kaum profesional,
unsur ulama, dan masya -
rakat, seperti yang telah di atur
dalam UU No 23/2011 te tang
Pengelolaan Zakat.
Kedua, sistim manajemen
OPZ. Ini dilakukan melalui pe -
nguat an manajemen internal de -
ngan Sistem Manajemen Mutu
Terpadu (SMMT), penguatan transformasi
budaya organisasi (good cultural
transformation), dan pengelola -
an lembaga berbasis IT. Ketiga, pen -
catatan, penyusunan, dan publikasi
la poran keuangan.
Penerimaan dan pe ngeluaran ke -
uangan yang rapi, akun tabel dan
syar’i merupakan se buah keniscayaan.
Sistem pelaporan ke uangan
harus sesuai dengan stan dar lembaga
nirlaba (PSAK 109), ser ta dilaporkan
secara berkala kepada publik dan
pemerintah setempat.
Ketiga, waktu pelayanan OPZ.
Untuk mengoptimalkan kinerja OPZ,
maka pelayanan terhadap muzakki
dan mustahik dilakukan setiap hari
kerja, Senin-Jumat yang dimulai dari
pukul 08.00 – 16.00 dan Sabtu setengah
hari dari pukul 08.00 – 13.00. Hal
ini dilakukan untuk memberikan ke -
sempatan kepada muzakki dan mus -
tahik dalam mendapatkan pelayanan
yang maksimal. Masih banyak kita
temukan OPZ di daerah yang hanya
melakukan pelayanan zakat sebatas
seremonial saja, misalnya hanya di
bu lan Ramadhan, dengan tidak me -
miliki program kerja rutin dan ren -
cana kerja yang jelas.
Keempat, pembinaan karyawan,
yang dilakukan secara rutin, misalnya
melalui pengajian rutin minggu -
an, diskusi, dan dilanjutkan de ngan
ra pat rutin mingguan yang membahas
tertang permasalahan yang diha -
dapi. Hal yang harus diperhatikan
juga adalah kesejahteraan
karyawan OPZ,
dimana tingkat remunerasi
minimal disesuaikan
dengan UMR
setempat.
Optimalisasi penghimpunan ZIS
Untuk meng opti mal kan kegiatan
peng him punan dana ZIS, OPZ harus
me miliki langkah-langkah yang
terarah dan terencana, diantaranya:
pertama, perumusan program kerja
penghimpunan dana ZIS. Peren -
canaan ini sa ngat penting sebagai
bahan evaluasi dan parameter pengukuran
ki nerja. Kedua, sosialisasi
zakat. Sosialisasi ini adalah ujung
tombak dari keberhasilan OPZ.
Ketiga, kerjasama de ngan seluruh
elemen masyarakat, baik pemerintah
daerah, tokoh ma syarakat, ulama,
serta media massa yang ada di daerah
tersebut. Hal ini penting agar
program dan rencana OPZ bisa diketahui
oleh masyarakat dan didukung
oleh seluruh komponen masyarakat.
Keempat, pembentukan UPZ
(Unit Pengumpul Zakat) sebanyak
mungkin. Untuk mengoptimalkan
pengumpulan dan pemberdayaan
ZIS maka pendirian UPZ harus dila -
ku kan, baik di masjid-masjid, seko -
lah, instansi pemerintah dan perusahaan-
perusahaan daerah agar zakat
bisa dijangkau oleh seluruh elemen
masyarakat. Seba gai contoh,
saat ini BAZ Kota Bogor
telah membentuk 104
UPZ masjid di kota
Bogor, di se kolah,
instansi peme rin tah
dan BUMD. Pem ben -
tukan UPZ tersebut
mampu mendongkrak pendapatan
BAZ Kota Bogor dari Rp 3,5 mi liar
pada tahun 2009, menjadi Rp 10,3
miliar di tahun 2011. Sebuah peningkatan
hampir tiga kali lipat dalam
kurun waktu dua tahun.
Pendistribusian dan pendayagunaan
ZIS
Agar program pendistribusian dan
pendayagunaan dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan maka pada
aspek pendistribusian dan pendayagunaan
ZIS, dapat dilakukan sejumlah
hal berikut ini. Pertama, perumusan
program pendayagunaan ZIS.
Menyusun program pendayagunaan
yang sesuai dengan kebutuhan ma -
sya rakat agar organisasi pengelola
zakat dapat dipercaya dan dirasakan
kehadirannya oleh masyarakat dae rah
tersebut, seperti program kese hat an,
pendidikan, ekonomi, kema nu si a an,
syiar keagamaan, dan lain-lain.
Kedua, sinkronisasi program pendayagunaan
dan penghimpunan.
Program pendayagunaan harus terorganisasi
ke dalam program-program
yang berbasis ashnaf dan tersinkronisasi
dengan program pengumpulan
agar tingkat kepercayaan masyarakat
tumbuh kepada OPZ, dengan memberikan
kesempatan kepada muzakki
untuk menyalurkan dananya dan
memilih program yang disediakan,
terutama bagi muzaki BUMD atau
perusahaan swasta lainnya yang
ingin mengadakan kerjasama dengan
OPZ. Misalnya, ada perusahaan yang
ingin memberikan bantuan dalam
bentuk peralatan atau tangible
asset seperti mobil ambulance
atau ban tuan peralatan klinik.
Program pendayagunaan harus
bisa me ng akomodir hal ini.
Ketiga, publikasi program
pendayagunaan. Menjalin si -
nergi dengan berbagai elemen
masyarakat mulai dari media masa
lokal, baik cetak maupun elektronik,
pemerintah daerah, Majelis Ulama
Indonesia, majalah, dan brosur untuk
menguatkan pencitraan OPZ tersebut
di masyarakat. Publikasi tidak
harus selalu dila kukan dengan
biaya mahal, jika OPZ bisa bekerjasama
dengan instansi atau
pihak-pihak lain.
Keempat, memberikan pela -
yan an prima kepada mustahik.
Tujuan utama OPZ bukanlah se -
kedar menghimpun dana sebesarbesarnya,
melainkan memberikan
bantuan seoptimal mungkin kepada
mustahik, baik secara produktif
maupun konsumtif. Oleh sebab itu
seluruh mustahik yang datang ke
OPZ harus dilayani secara prima, ka -
rena inti zakat memang pada penya -
lurannya. Wallahu a’lam.
K eberlanjutan dalam