Peram Lembaga Dakwah Memajukan Ekonomi Islam

Islam sebagai ad-din telah mendidik umatnya agar selalu hidup produktif dan penuh vitalitas kerja dan amal. Hal ini bermakna bahwa Islam, bukan agama orang pemalas, tapi justru sebaliknya umat Islam dipacu untuk mencari kebahagiaan hidup akhirat dengan tidak melupakan kebahagiaanya di dunia. Ini terbukti dengan disyariatkan zakat, haji serta dianjurkannya bershadaqah dan untuk itu perlu harta dan material. Hal itu didapatkan melalui usaha dan kerja keras yang dilandassi ilmu pengetahuan, iman serta kejujuran.

Begitulah Islam menata umatnya agar selalu berbagi rasa dengan orang lain, dapat pula membagi waktu antara kepentingan dunia dan akhirat, dan ini merupakan keuniversalan ajaran Islam. Untuk itu, sebenarnya umat Islam perlu mencari dan mengumpulkan harta, perlu jabatan yang strategis. Hanya saja untuk kepentingan suatu tujuan, sebab tanpa nilai ajaran Allah Subhanahu wa Ta'ala, pasti manusia hilang kendali hidup dan akhirnya mendapatkan kesesatan.     Selain itu kita juga diingatkan agar selalu “menabung” ibadah demi kepentingan akhirat. Justru itu kita diharuskan untuk selalu adil dalam jabatan, ikhlas dalam menerima dan memberi nikmat Allah dan berlapang hati atas seluruh karunia-Nya serta jujur pada setiap tindak perbuatannya.

Karena perlunya keseimbangan hidup dunia dan ukhrawi, maka kita harus senantiasa menjadikan kerja memenuhi kebutuhan hidup ini sebagai ibadah dan dilandasi oleh niat cari ridho Allah. Dengan demikian dapat mendorong kita untuk selalu optimis pada setiap tindakan produktif pada setiap hasil kerja, pada gilirannya jadilah sebagai tabungan amal menyongsong hari kemudian. Begitulah dalam menata hidup kita agar selalu membagi kepentingan anatara dunia dan akhirat. Agar hidup penuh arti, mendapat barokah dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Karena itulah setiap pemanfaatan harta sesuai dengan perintah-Nya sehingga nikmat dapat mendatangkan manfaat bagi kta, juga bagi orang lain, yang pada gilirannya kita pun dapat menempatkan kehidupan yang seimbang antara keperluan material dunia, serta kebutuhan rohaniyah ukhrawi.

Lembaga Ekonomi Syariah
Melihat perlunya umat Islam memanfaatkan seluruh potensi harta yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar tidak sia-sia, atau tidak dimanfaatkan pada proporsi sebenarnya, maka salah satu upaya untuk itu didirikanlah berbagai bentuk sisitem lembaga ekonomi syariah.

Hal ini sebagai relevansi dampak berdirinya Bnak Syariah dan sebagai jawaban alternatif bagi umat yang alergi dengan sistem bank konvensional. Pada dasarnya perkembangan Bank Syariah tidaklah kalah dari bank konvensional yang mengandalkan suku bunga. Namun, problema yang muncul adalah sangat sedikit sekali umat yang berminat menanamkan modalnya pada Bank Syariah. Barangkali hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan umat tentang bagaimana sistem perbankan Islam yang sebenarnya, atau karena minimnya promosi. Selain itu juga berdiri Reksadana Syariah, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan Insya Allah Penggadaian dengan sistem Syariah. Kondisi ini harus didukung SDM (Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Material), justru itu bagi kita yang memiliki harta, tentunya perlu memikirkan sekaligus memanfaatkan peluang ekonomi umat ini, sebagai upaya memperbaiki sistem ekonomi kita.

Takaful
Demikian pula dalam bidang peransuransian, Yayasan Abdi Bangsa beserta Bank Muamalat Indonesia serta sejumlah Pengusaha Muslim secara bersama-sama mendirikan Asuransi Syariah “Takaful” yang diresmikam pendiriannya 25 Agustus 1994 oleh Bapak Menteri Keuangan RI dan saat ini telah berdiri cabangnya di Seluruh Indonesia.

Takaful secara bahasa akar katanya, berasal dari Kafala- yakfulu-Kafaalatan, artinya menanggung. Kemudian dari Mujarrad di pindah babkan ke tsulatsi maziid dengan menambah Taa, sebelum Fa fi’il dan Alif setelahnya, maka menjadi Takaafala Yataakaaful-Takaafulan. Perpindahan bab dengan menambah Ta dan Alif seperti tersebut di atas dalam Ilmu Sharaf menelorkan pengertian yang satu  menanggung yang lain dengan berbagi cara, antara lain dengan membantunya, apabila ia amat membutuhkan bantuan , terutama bila yang bersangkutan ataupun keluarganya ditimpa musibah.

Pengertian Lughawi ini dikhususkan persepakatan tolonng-menolong secara teratur sedemikian rupa, keteraturan dan rinciannya antara sejumlah orang bila semuanya akan tertimpa bahaya dan kesukaran, sehingga apabila bahaya itu menimpa seseorang di kalangan mereka, semuanya ikut membantu menghilangkan atau meringankannya, dengan cara memberikan bagian yang tidak menyulitkan masing-masing guna menghilangkan bencana tersebut.

Bermuamalah dengan Takaful, para Ulama besar peringkat Internasioanl abad ini seperti Majma’Fighil Islaamy, Makkah, Saudi Arabia, Abu Zahra, Yusuf Al Qardhawy condong berpendapat bahwa hukumnya adalah Mubah, selama tidak mengandung unsur Gharar, yaitu ketidakjelasan, baik ketidakjelasan itu pada prosentase, kepastia dapat, ataupun kepastian waktu mendapatkannya, tidak mengandung maisir, yaitu untung-untungan untuk mendapatkannya, dimana kalau nasibnya baik, Ia akan mendapat bagian dan kalau nasibnya sedang tidak baik, maka premi-premi yang sudah dilunaskannya itu akan melayang semuanya. Tak ada unsur Ribaa, yaitu mendapat tambahan jumlah dengan tanpa ada imbalan yang sah, ataupun keikhlasan sejati dari pemilik. Apabila salah satu dari 3 (tiga) unsur itu terdapat pada sesuatu perjanjian jamin menjamin, pada hukum perjanjian itu adalah haram walaupun namanya baik, halal dan sebagainya, sebaliknya, apabila kesenua unsur tersebut tidak ada di dalamnya, maka hukumnya adalah sah, atau mubah, meskipun namanya Asuransi, Takmin, ataupun Takaful.

Bedirinya asuransi ini sebagai satu ketegasan bahwa Islam mempunyai sisitem asuransi yang tentunya secara operasional berbeda dengan asuransi konvensional lainnya. Salah satu kiat yang dikembangkan Takaful adalah prinsip tolong-menolong, dimana setiap pemegang polis wajib memberikan derma untuk keprluan dana tolong-menolong,serta untuk dana pengembangan kegiatan pembinaan umat dan kepada  semua peserta di samping mendapatkan keuntungan pribadi, juga mendapatkan keuntungan bersama. Yang perlu diingat Asuransi Takaful ini diawasi oleh satu badan atau Dewan Pengawas Syariah seperti yang ada pada bank Islam. Keberadaan dewan ini dipandang mutlak, untuk mengawasi penggunaan dan pendistribusian dan yang diperoleh serta mensahkan produksi yang akan di pasarkan serta tata cara pemasaran di lapangan.

Takaful barangkali keberadaanya masih belum diperhitungkan. Namun, kehadiran lembaga ini setidak-tidaknya dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Karena itu lembaga ekonomi syariah tidak akan sukses, bila umat Islam di negara ini masih lebih percaya pada keberadaan milik orang lain, daripada memperbaiki, membesarkan apa yang seharusnya layak kita besarkan.

Selain lembaga ekonomi ini, tentunya peranan Bazis sangat perlu mendapat perhatian kita, dimana lembaga ini pun harus berani mengikuti sistem perbankan Islam. Namun, Bazis sebagai lembaga penerima dan pendistribusi harta kepada umat yang berhak, tentunya tidak boleh kaku pada ketentuan haul dan nisab saja, tetapi harus pula berani menjemput dan menggulirkan bola, sebab untuk mengajak umat memasukkan zakatnya ke lembaga Bazis bukanlah pekerjaan mudah. Yang paling perlu tentunya bagaimana menjadikan Bazis menjadi mitra lembaga ekonomi umat, sehingga umat melihat dengan jelas hasil dari pendistribusian zakat yang mereka berikan. Untuk itu perlulah bagi kedua lembaga itu membuka diri, sehingga Bazis sebagai penerima zakat, infaq, sadaqah sedang Bank Syariah & Reksadana Syariah dan BMT sebagai tempat deposit, menabung dan investasi serta di Takaful kita berasuransi dan berinvestasi.

Sebagai konsekuensi menyahuti lembaga ekonomi syariah ini, kita mengajak umat untuk mencintai dan mendukung keberadaannya, dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Dan bagi lembaga ini hendaklah terbuka dan jujur kepada umat, dengan demikian perbaikan kehidupan umat ini pun sedikit demi sedikit dapat kita tingkatkan.
  
Partisipasi Juru Dakwah
Secara nyata kehadiran lembaga ekonomi umat belumlah mendapat sambutan meriah dari masyarakat Muslim. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat yang terlanjur kurang yakin atau masih lebih suka pada lembaga konvensional yang menwarkan sisitem bunga dan iming-iming undian, yang mengiurkan, dan ini perlu mendapat perhatian dari para pengelola lembaga dakwah. Justru itu sudah saatnya pimpinan Ormas Islam (A-Washliyah, Muhammdiyah, NU, Dewan Mesjid Indonesia, Dewan Dakwah Islam Indonesia serta ormas lainnya) lebih menfokuskan programnya pada pemberin/informasi tentang sistem ekonomi syariah. Begitu juga kepada para Da’i agar selalu menyampaikan dakwah dengan selalu menjelaskan kelebihan  sistem ekonomi Islam, dengan begitu akan semakin mapanlah lembaga ekonomi umat ini.

Masih banyak persepsi masyarakat yang mengidentik bunga dengan bagi hasil, atau mereka sering mempertanyakan manajemen pengelolaanya, padahal pada lembaga konvensional tidak pernah dipertanyakan. Hal ini menujukkan asingnya sistem syariah pada masyarakat kita.

Penutup
Karena itu peran Lembaga Dakwah di samping mendirikan dan bermitra dengan Lembaga Ekonomi Syariah, penyampaian informasi secara profesional sangat penting untuk mendukung kesuksesan gerakan ekonomi umat, sehingga pola pikir dan kerja umat semakin mengacu pada kemajuan perekonomian serta ke-jema’ahan-an umat. Karenanya kita tidak perlu meragukan sistem Bank Syariah, Reksa Dana Syariah, BMT, Takaful serta usaha-usaha Koperasi Masjid, apalagi mencurigainya. Untuk itu bertanyalah langsung kepada pangelola lembaga-lembaga ini sehingga kita mendapat penjelasan akurat, semoga kita orang yang cinta dan komit terhadap pembelaan kemiskinan umat bukan hanya mampu berteriak membela kemiskinan umat, padahal dalam praktek berekonomi masih mempercayai sisitem ekonomi dengan corak bermacam-macam.

Oleh: Drs. H. Masyhuril Khamis, SH

Klik suka di bawah ini ya