Perdagangan Produk Pertanian Dunia Islam

Perkembangan penduduk Muslim dunia dewasa ini cukup signifikan. Mengacu pada data Pew Forum of Religion and Public Life, diperkirakan jumlah penduduk beragama Islam mencapai angka 23,4 persen dari keseluruhan penduduk dunia (1,6 miliar). Negara-negara Islam, yang mayoritas adalah negara berkembang, saat ini telah dianggap sebagai “new markets” dalam perdagangan dunia, khususnya perdagangan produk pertanian.


Artikel ini secara lebih khusus akan mencoba menelaah aliran perdagangan tiga negara Islam, yaitu Indonesia, Pakistan, dan Malaysia. Indonesia dan Pakistan dipilih sebagai representasi dua negara yang memiliki populasi penduduk beragama Islam tertinggi di dunia. Pada tahun 2009, jumlah penduduk Muslim Indonesia mencapai angka 202,87 juta jiwa, sedangkan Pakistan mencapai angka 174,08 juta jiwa. Malaysia di pilih dalam studi ini sebagai benchmarking, karena Malaysia merupakan salah satu negara Islam yang memiliki pendapatan per kapita yang relatif tinggi (tergolong dalam upper middle income class). Oleh karena itu, secara lebih lanjut akan dibahas bagaimana aliran perdagangan produk pertanian dari dan ketiga negara Islam tersebut.


Perbandingan daya saing komoditas
Dalam membandingkan kontribusi ekspor negara Islam dengan negara berkembang non-Islam, dipilih sejumlah negara. Negara ber kembang non-Islam yang dipilih adalah Afrika Selatan, Argentina, Brasil, Cina, Kolombia, Costa Rica, Meksiko, Zimbabwe, Pan tai Gading, Peru, Filipina, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, dan Vietnam. Sedangkan yang diklasifikasikan sebagai negara Islam adalah Afghanistan, Aljazair, Bang ladesh, Ethiopia, India, Indonesia, Iran, Malay sia, Mesir, Maroko, Nigeria, Pakistan, Arab Saudi, Sudan, dan Turki. Pengertian negara Islam di sini mengacu pada proporsi umat Islam yang relatif besar di negara-negara tersebut. Ruang lingkup komoditas pertanian dalam pembahasan ini dibagi menjadi empat kelompok, yaitu komoditas pangan, perkebunan, hortikultura, perikanan dan peternakan serta produk-produk olahannya.


Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan untuk empat kelompok komoditas pertanian tersebut, kontribusi ekspor produk pertanian negara Islam di pasar dunia masih jauh di bawah kontribusi negara berkembang non-Islam. Namun, untuk beberapa komoditas, seperti minyak, lemak hewani dan nabati, beserta produk-produk turunannya, negara Islam sudah memiliki kontribusi ekspor yang relatif tinggi. Ini, antara lain, disumbangkan oleh ekspor CPO (crude palm oil) dari Indonesia dan Malaysia.


Pembahasan selanjutnya terkait daya saing produk pertanian Indonesia, Pakistan, dan Malaysia di pasar dunia. Dalam hal ini, indikator yang digunakan adalah Revealed Com parative Advantage (RCA). Bila suatu komoditas mempunyai nilai RCA lebih dari satu, maka komoditas tersebut memiliki daya saing (mempunyai keunggulan komparatif) di pasar dunia. Dari data UN Com trade tahun 2004 dan 2009, dapat disimpul kan bahwa Pakistan memiliki jumlah ko mo di tas berdaya saing di pasar dunia, lebih ba nyak dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia.


Secara lebih spesifik, minyak, lemak nabati, dan hewani merupakan komoditas yang berdaya saing dalam ekspor produk pertanian Indonesia. Sedangkan Malaysia mempunyai dua komoditas yang berdaya saing, yaitu minyak dan lemak yang merupakan CPO beserta turunannya, dan kakao. Memang, untuk sebagian produk industri, Ma laysia memiliki jumlah komoditas ber daya saing yang lebih banyak dibandingkan Indonesia dan Pakistan. Sedangkan dalam ekspor produk pertanian Pakistan, sereal menjadi produk yang paling berdaya saing, karena iklim yang memungkinkan negara tersebut memproduksi gandum, gandum merah, dan sebagainya.


Aliran perdagangan
Secara keseluruhan, aliran perdagangan produk pertanian antarnegara Islam tahun 2004 dan 2009 terjadi dengan signifikan antara Indonesia, Malaysia, dan India, atau antara Pakistan, Arab Saudi, dan Indonesia. Indonesia paling sering mengekspor produk pertanian ke Malaysia, dan begitu pula sebaliknya, Malaysia sering mengekspor produk pertanian ke Indonesia. Pada periode waktu yang sama, India juga menjadi negara yang banyak mengekspor ke Malaysia.


Aliran perdagangan Pakistan pada 2004 dan 2009 juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia dan Malaysia. Negara Islam yang men jadi tujuan utama ekspor Pakistan adalah Arab Saudi, sedangkan negara yang sering mengekspor ke Pakistan adalah India dan Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa untuk periode penelitian tahun 2004 dan 2009, Indonesia menjadi negara yang paling sering mengekspor produk pertanian ke Malaysia dan Pakistan.


Plot aliran perdagangan Indonesia, Malay sia, dan Pakistan secara lebih khusus untuk beberapa komoditas pertanian, yaitu ikan, udang, bunga dan tanaman hias, kopi, ka kao, teh, karet, buah-buahan, serta crude palm oil (CPO). Aliran perdagangan ini mencakup negara tujuan ekspor dan impor utama Indonesia, Malaysia, dan Pakistan dari seluruh negara di dunia.


Dapat disimpulkan, ekspor Indonesia atas produk-produk tersebut mayoritas ditujukan pada Jepang dan AS, sedangkan Malaysia lebih banyak ditujukan ke Singapura dan AS. Adapun Pakistan, ekspor komoditas pertanian mereka (bunga dan tanaman hias, ikan, teh, karet, dan buah) ditujukan ke Cina, Malaysia, Uni Emirat Arab (UEA), AS, dan Afghanistan.


Sedangkan dari sisi impor, Indonesia mayoritas mengimpor produk dari Cina dan Thailand, sedangkan Malaysia paling banyak mengimpor dari Indonesia. Pakistan sendiri lebih banyak mengimpor dari Malaysia. Interaksi perdagangan antara Indonesia, Malaysia, dan Pakistan, lebih banyak pada produk ikan, teh, kakao, dan CPO.


Kesimpulan
Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa negara-negara Islam yang mayoritas me rupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, serta telah ba nyak memproduksi dan meperdagangkan produknya di pasar dunia, seharusnya dapat dijadikan potensi dalam kontribusi ekspor. Rendahnya kontribusi ekspor ini dikarenakan adanya hambatan perdagangan yang sering dipraktikkan oleh negara non-Islam, sehingga merugikan negara Islam.


Namun demikian, peluang untuk meningkatkan ekspor ke negara Islam masih sangat besar. Untuk itu ke depan, dalam rangka meningkatkan hubungan dagang antarsesama negara Islam, perlu diperbaiki saluran komunikasi (silaturahmi) antarpelaku dan pemangku kebijakan di negara-negara Islam, baik melalui G to G (government to government) contact maupun B to B (business to business) contact.


Dr Muhammad Firdaus, Wakil Dekan Fakultas  Ekonomi dan Manajemen IPB
Dr Yusman Syaukat, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Mutiara Probokawuryan, Alumnus Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya