Proyeksi Perbankan Syariah 2012

Industri keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Dengan kondisi makro ekonomi yang relatif stabil, peningkatan investment grade dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih di atas enam persen di tahun mendatang, maka prospek industri keuangan syariah pun akan semakin menjanjikan di masa-masa mendatang.


Meskipun market share total aset perbankan syariah dibandingkan total aset perbankan nasional belum mampu menembus angka lima persen seperti yang dicanangkan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia tahun 2001. Akan tetapi, jika dilihat dari segi pertumbuhan industri perbankan syariah cukup mengesankan dan sangat menjanjikan masa depan yang lebih baik.


Rata-rata pertubuhan aset perbankan syariah selama lima tahun terakhir mencapai 40 persen, jauh melampaui pertumbuhan perbankan konvensional yang hanya sekitar 20 persen. Berdasarkan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia bulan Oktober 2011, total aset perbankan syariah sebesar Rp 125,5 triliun, naik dari 2010 yang hanya sekitar Rp 97,5 triliun.


Adapun besar pangsa pasarnya terhadap perbankan nasional sudah mencapai 3,68 persen, naik sekitar 0,5 persen sepanjang 2011. Persentase pertumbuhan ini sudah perlahan-lahan mendekati angka lima persen. Sementara, dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan masing-masing mencapai Rp 101,7 triliun dan Rp 96,9 triliun dengan tingkat financing to deposit rasio (FDR) sekitar 94 persen.


Sedangkan dari segi jumlah pemainnya, perbankan syariah tidak mengalami penambahan yang berarti dalam kurung satu tahun terakhir. Dari 2010 ke 2011, tidak terjadi penambahan jumlah Bank Umum Syariah (BUS), begitu pula dengan Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu berjumlah tetap 11 BUS dan 23 UUS. Yang mengalami peningkatan hanya jumlah Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang mencapai 153 bertambah tiga dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, dari segi perluasan jaringan kantor cukup tinggi, mecapai 1.354, 301 dan 362 untuk masing-masing BUS, UUS, dan BPRS.


Sementara itu, dari segi kinerja, perbankan syariah menunjukkan kinerja yang cukup baik. Kinerja Return on Assets (ROA) mengalami peningkatan mencapai 1,62 pada akhir oktober 2011. Sedangkan rasio kecukupan modalnya cukup aman di posisi 15,30 persen.


Outlook 2012
Krisis keuangan yang melanda negera-negara Eropa dan Barat saat ini akan berkontribusi besar dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi global pada 2012. Situasi tahun depan akan masih diwarnai oleh prahara keuangan yang terjadi di negara-negara Eropa yang sebagiannya saat ini sebenarnya sudah masuk dalam zona kebangkrutan atau negara gagal. Namun, dampak krisis global terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan tidak terlalu signifikan berpengaruh lantaran basis utama pertumbuhan ekonomi domestik lebih didominasi oleh konsumsi dalam negeri yang mencapai angka 60 persen. Bahkan, di akhir tahun, Indonesia mendapat kado istimewa dari lembaga pemeringkat internasional, Fitch Rating, dengan menaikkan level Indonesia ke level investment grade, menjadi BBB- dari BB+ dengan outlook stabil.


Perekenomian Indonesia meskipun sebagian kalangan telah mengoreksi prediksinya atas kemungkinan dampak second arround effect dari krisis keuangan Eropa dengan hanya akan tumbuh di kisaran 6,2 persen, namun pihak pemerintah masih optimistis kalau ekonomi Indonesia masih akan tumbuh sebesar 6,5 persen pada 2012. Apalagi, jika Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) mulai gencar dilakukan di enam sektor koridor ekonomi yang telah dicanangkan tahun depan.


Optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan perbankan syariah di Tanah Air. Bahkan, berdasarkan kategori Islamic Finance Country Index pada tahun ini, Indonesia berada pada urutan keempat di bawah Iran, Arab Saudi, dan Malaysia yang telah dikenal selama ini sebagai pemain utama dalam industri keuangan syariah global.


Prediksi yang lebih optimistik dilakukan oleh Karim Business Consulting yang meyakini Indonesia akan menjadi pemain utama dan menjadi yang terbesar dari lima besar keuangan syariah global dalam dua dekade mendatang. Pada 2023, Indonesia diperkirakan memimpin industri keuangan syariah global dengan total aset mencapai 8,6 triliun dolar AS. Sementara, aset pebankan syariahnya mencapai 1.597 triliun dolar AS (Islamic Finance Intelligance Summit, 2011).


Optimisme ini tidak mengada-ada. Menurut pengamat ekonomi syariah, Adiwarman Karim, setidaknya ada empat industri berbasis syariah yang akan terus berkembang di Indonesia, yaitu industri busana Muslim, industri halal food, industri media bernuansa religi, dan industri keuangan syariah.


Perkembangan industri berbasis syariah ini tidak terlepas dari jumlah penduduk Indonesia yang mayoritasnya Muslim, sekitar 180 juta ketika tren religiositasnya saat ini mengalami peningkatan kesadaran untuk kembali kepada ajaran Islam. Mereka haus dengan berbagai bentuk produk dan layanan yang melambangkan identitas keagamaanya.


Dengan jumlah pangsa pasar 3,67 persen saja, jumlah nasabah bank syariah sudah mencapai sekitar 10 juta atau sekitar 16 persen dari total nasabah perbankan nasional yang jumlahnya mencapai 60 juta. Ini sudah hampir menyamai jumlah penduduk Muslim Malaysia yang total penduduknya hanya sekitar 24 juta penduduk.


Pasar yang fokus
Menurut perkiraan Bank Indonesia, pada 2012, industri perbankan syariah akan kedatangan pemain baru. Diperkirakan sedikitnya ada dua bank yang berpotensi menjadi BUS dan satu bank akan membuka UUS, yaitu Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan Bank Internasional Indonesia (BII) yang akan menjadi BUS, sedangkan Bank Saudara dengan akuisisi tiga BPRS akan membuka layanan UUS. Tentunya, penambahan jumlah pemain akan semakin mengakselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah di Tanah Air.


Di masa mendatang, pelaku perbankan syariah akan lebih pada polarisasi segmen pasar. Bank syariah akan fokus menggarap segmen pasar tertentu, misalnya BNI syariah akan lebih konsen ke konsumer ritel, BCA syariah lebih fokus pada UMKM, dan begitu pula dengan BSM dan BMI. Polarisasi ini tentunya akan sangat efektif dalam mengembangkan sektor ekonomi riil yang menjanjikan tingkat keuntungan yang lebih baik.


Bank syariah perlu melakukan inovasi dan meningkatkan daya kreatif dalam produk dan layanan untuk menumbuhkan industrinya. Pelaku perbankan syariah harus berani masuk ke pembiayaan besar, seperti proyek infastruktur. Perbankan syariah sebaiknya berpartisipasi dalam mega proyek MP3EI yang telah digagas pemerintah dengan membentuk konsorsium atau sindikasi melalui kerja sama antarbank syariah ataupun menggandeng Islamic Development Bank (IDB).


Diversifikasi produk bank syariah juga perlu dilakukan demi menangkap peluang masuknya dana-dana asing yang akan diperkirakan terus mengalir ke Indonesia setelah kenaikan peringkat status investment grade Indonesia. Dana-dana asing itu bisa dikanalisasi ke pembiayaan sektor riil.


Langkah positif yang dilakukan oleh pelaku perbankan syariah yang hasilnya akan dinikmati di masa mendatang adalah iklan layanan perbankan syariah yang sudah meluas. Selama ini, iklan bank syariah hanya hadir saat Ramadhan atau momentum perayaan Islam saja, tetapi saat ini sudah mulai gencar dilakukan diberbagai acara nonkeagamaan, misalnya mensponsori acara-acara olahraga.


Oleh: Ali Rama, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)            

Klik suka di bawah ini ya