Pemikiran Ekonomi Ibnu Al-Qayyim

Ibn Al Qayyim, memiliki nama asli Muhammad Ibn Abi Bakr, adalah tokoh Islam yang dilahirkan di Damascus pada tanggal 7 Safar 691 AH dari seorang ayah yang bekerja sebagai kepala sekolah pada Madrasah Al Jawziyya. Latar belakang orang tuanya yang seorang pendidik inilah yang membuat beliau mendapatkan pendidikan Islam yang komprehensif semenjak kecil. Ibn Al Qayyim banyak belajar dari ilmuwan-ilmuwan Islam terkenal seperti Shihaab Al Abir, Taqiyyud-Deen Sulaymaan, Safiyyud-Deen Al-Hindee, dan 16 tahun didedikasikan untuk belajar dari Ibn Tamiyyah. Oleh karena itu, buah pemikiran beliau sedikit banyak sangat dipengaruhi oleh Ibn Tamiyyah. Satu hal penting lainnya yang perlu dipahami oleh pembaca adalah bahwa pada dasarnya Ibnu Al Qayyim bukanlah ilmuwan Islam yang fokus pada permasalahan ekonomi, melainkan lebih banyak kepada Tafsir Al Quran, Sunah, dan permasalahan sosial dan politik. Pandangan Al Qayyim mengenai permasalahan ekonomi sendiri muncul atas dasar kebutuhan pada masanya.


Secara umum pemikiran Ibn Al Qayyim tentang permasalahan ekonomi dapat kita golongkan menjadi 6 topik, yakni filosofi ekonomi syariah; kaya versus miskin; zakat; riba; mekanisme pasar dan regulasi harga; dan pandangan ekonomi syariah tentang waktu. Lima topik yang pertama sama dengan pemaparan Abdul Azim Islahi yang diterbitkan oleh King Abdul Aziz University pada tahun 1984, sedangkan topik keenam diambil dari tulisan Ridha Saadalah (1994).


Filosof Ekonomi Syariah


Ibn Al Qayyim berpandangan bahwa kehidupan itu adalah tes dan pengadilan bagi manusia. Bagaimana manusia memenuhi semua kebutuhannya, mengatasi berbagai permasalahannya dan tentu akan ada reward dan punishment dari Allah SWT (sebagaimana layaknya dalam sebuah pengadilan). Guna memenuhi kebutuhannya tersebut, manusia harus bekerja. Sebagai contohnya, setiap manusia butuh makan untuk bertahan hidup dan guna memenuhinya manusia harus menanam, beternak ataupun mencari ikan dan semuanya itu termasuk ke dalam kegiatan ekonomi. Sejalan dengan Sunah Rasulullah SAW, Ibn Al Qayyim mengatakan bahwa dosa itu dapat memperburuk kehidupan seseorang.


Oleh karena itu, agar kehidupan manusia menjadi baik maka kepatuhan terhadap Allah SWT merupakan hal yang mutlak. Jika manusia mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya maka akan timbul kepercayaan diri yang tinggi dan keamanan dalam masyarakat. Hal tersebut selanjutnya menjadi insentif bagi setiap orang untuk bekerjasama dalam berproduksi dan menjaga stabilitas kondisi ekonomi yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan perekonomian. Selain itu. Ibn Al Qayyim juga menyoroti tentang sejauh mana intervensi peme-rintah dalam perekonomian tersebut dapat dibenarkan, yakni pada saat kepentingan orang banyak yang menjadi taruhannya.


Kaya Versus Miskin


Sebelumnya perlu ditekankan disini bahwa kaya tidak selalu berarti anugerah ataupun hukuman melainkan sebuah ujian atau tes, hal yang serupa juga berlaku untuk miskin. Di tengah perdebatan mengenai mana yang lebih baik antara kaya dan miskin, Ibn Al Qayyim memiliki pandangan yang sejalan dengan gurunya Ibn Taimiyah, yakni bahwa kaya itu lebih baik dibandingkan miskin. Argumen utamanya adalah bahwa dengan kekayaan seseorang itu memiliki peluang yang lebih besar untuk beribadah seperti bersedekah, haji, membangun masjid, dan berbagai hal positif lainnya yang tentu akan sangat sulit dilakukan pada kondisi miskin.


Zakat


Terkait masalah zakat, Ibn Al Qayyim memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai alasan dibalik rate zakat yangberbeda-beda dan periode pembayaran zakat yang 1 tahun. Al Qayyim memaparkan bahwa rate zakat akan semakin rendah jika penggunaan tenaga kerja semakin intensif. Zakat untuk barang temuan adalah yang terbesar, yakni 20% karena untuk mendapatkan barang temuan tersebut relatif menggunakan tenaga kerja yang relatif lebih sedikit. Selanjutnya alasan sawah tadah hujan dikenakan rate zakat sebesar 10 persen, relatif lebih besar dibandingkan sawah irigasi sebesar 5 persen karena pada sawah irigasi dibutuhkan tenaga untuk membuat saluran irigasi dan menyalurkannya ke sawah-sawah. Sehingga sawah irigasi lebih labor intensive dibandingkan dengan sawah tadah hujan.


Selain itu Al Qayyim juga menuliskan argument lainnya yang menyatakan bahwa beda tingkat pertumbuhan setiap barang yang mengakibatkan bedanya rate antar zakat. Terkait dengan periode pembayaran zakat, Al Qayyim berpandangan bahwa penggunaan periode 1 tahun adalah sangat tepat mengingat bahwa hasil dari investasikita pada umumnya baru akan terlihat setelah 1 tahun. Jika periode pembayaran zakat dibuat setiap bulan maka hal tersebut dapat menurunkan insentif para muzakki (pembayar zakat) untuk berproduksi lebih banyak lagi.


Riba


Ibn Al Qayyim membagi riba menjadi 2, yakni pba Al Jali dan riba Al Khafi. Riba Al Jali terjadi jika pemberi pinjaman mengenakan tambahan biaya atau bunga atas pinjamannya. Praktek seperti ini merupakan hal yang lazim dilakukan pada masa jahiliyah. Riba Al Khafi merupakan riba yang samar yang selanjutnya dibagi menjadi riba al-fadl (mengenakan jumlah tambahan ketika menukar barang yang sama) dan riba al-nasiyah (mengenakan jumlah tambahan ketika pembayaran tidak dilakukan pada saat yang sama dengan transaksi). Merujuk kepada Sunah Rosulullah SAW, semua ini hanya berlaku pada 2 jenis kategori barang, yakni logam mulia dan bahan pangan.


Selanjutnya, Ibn Al Qayyim berpandangan bahwa menukar logam mulia dalam bentuk ornamen dengan logam mulia dalam bentuk uang dengan jumlah yang berbeda masih diperbolehkan mengingat ada biaya produksi dalam merubah logam mulia tersebut menjadi ornament, tetapi menukar logam mulia dalam bentuk koin dengan logam mulia dalam bentuk uang dengan jumlah yang berbeda tidak diperbolehkan. Satu kata kunci disini adalah bahwa uang yang selanjutnya dijadikan sebagai alat ukur nilai dari suatu barang haruslah bersifat stabil dan nilainya tidak ditentukan oleh hal-hal eksternal lain.


Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga


Sejalan dengan Ibn Taimiyyah, Al Qayyim berpandangan bahwa harga harus dibentuk oleh keseimbangan supply dan demand yang terbentuk di pasar. Selain itu, Ibn Al Qayyim juga memandang penting peran dari Al Nisbah, yakni sebuah lembaga untuk mengontrol, mengintervensi dan mensupervisi kegiatan ekonomi.


Pandangan Ekonomi Syariah Tentang Waktu


Ibn Al Qayyim merupakan salah satu ilmuwan Islam yang mendukung pemberlakuan harga yang lebih tinggi untuk kasus pembayaran yang ditangguhkan. Jika seseorang memberikan barang pada saat ini dan menerima pembayarannya pada masa yang akan datang maka diperbolehkan baginya untuk menerima tingkat harga yang lebih tinggi karena adanya opportunity cost yang muncul. Namun hal ini hanya berlaku untuk komoditi selain daripada logam mulia dan bahan pangan.
Wallahu alam.


Tony Irawan, Dosen IE-FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya