Analisis Problem Perzakatan di Indonesia dengan Pendekatan Metode Analytic Network Process (ANP)

1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai ciri khas yang berbedakarena ia tidak hanya berdimensi vertikal seperti rukun Islam lainnya –yaituhubungan ibadah kepada Allah SWT– tetapi juga berdimensi horizontal yaituhubungan ibadah terhadap sesama manusia. Dimensihorizontal ini mempunyai efek yang luas: secara sosial diharapkan dapatmembangun masyarakat madani atas dasar silaturahmi, dan secara ekonomi menurutMustaq Ahmad adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan sokogurudari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Alquran.

Zakat merupakaninjeksi dalam perekonomian sehingga memunculkan kekuatan baru dalampenghimpunan investasi yang signifikan sehingga akan mendorong peningkatanproduksi dalam siklus perekonomian suatu daerah. Bahkan secara makro zakat akandapat meningkatkan agregat demand karena meningkatnya purchasingpower (daya beli) masyarakat atas barang-barang dan jasa. Ketika zakatdiiplementasikan secara tersistem, dalam artian bahwa zakat adalah peraturanyang mengikat dalam diri setiap muslim dengan peran pemerintah sebagairegulator sekaligus badan amil zakatnya, maka secara pasti akan menyebabkanmunculnya lapangan-lapangan kerja baru yang sangat luas sehingga setiap warganegara mempunyai lahan pekerjaan dan otomatis akan terjadi migrasi pengangguranmenjadi karyawan dalam jumlah yang sangat besar.
 
Zakat juga berperanpenting dalam mewujudkan terciptanya keadilan dalam bidang ekonomi di manaseluruh anggota warga negara mempunyai sumber pendapatan dan income untuk memenuhi kebutuhan sehari-haridalam rangka menjalankan roda kehidupan dimuka bumi ini. Oleh karena diperlukanlapangan pekerjaan yang cukup sebagai sumber atau ladang pendapatan yang halal.Dengan zakat maka akan terkumpul dana baru (fresh capital) yang bebasdari tekanan-tekanan apapun karena memang bersifat sukarela dan merupakan hakpara kaum miskin (Amma, 2004).

Jika melihat fakta Indonesia,dengan memiliki sekitar 220 juta penduduk yang mayoritas muslim, tentunyamempunyai potensi zakat yang luar biasa yang bisa mengangkat perekonomianrakyat. Sebagai perbandingan, Malaysia melalui Pusat Pungutan Zakat, dari 3juta jiwa penduduk dapat mengumpulkan sekitar Rp.150 miliar. Kemudian,Singapura melalui Majelis Ugama Singapura, dari 450.000 penduduk dapatmengumpulkan sekitar Rp 55 miliar (tahun 2004). Sementara, Indonesia melaluiBadan Amil Zakat Infak Sadaqah (BAZIS), dari 220 juta penduduknya di mana80%nya adalah muslim hanya mengumpulkan sekitar Rp 830 milyar per tahun (ini menurut data pengumpulan zakatoleh lembaga, baik BAZ maupun LAZ). Itu artinya hanya lebih kurang 0,043% sajadari nilai potensinya. Sungguh sangat mengecewakan.Padahal, secara matematis, semestinya minimal yang kita dapatkan adalah sekitarangka Rp 19,3 trilyun per tahun. Dari data di atas, terlihat bahwa potensizakat yang berhasil digali di Indonesiamasih sangat kecil.

Di sisi lain, angka kemiskinan dari hari ke harigrafiknya semakin naik. Menurut data yang ada, angkanya saat ini sudah mencapai108,78 juta jiwa atau sekitar 49% dari penduduk Indonesia (Media Indonesia, 12Juli 2008). Apalagi nampaknya krisis multi dimensi ini masih akan terusberlanjut. Memang masalah kemiskinan merupakan tanggung jawab negara. Namunmelihat kondisi tersebut, setidaknya dana zakat (beserta infaq, shadaqah,wakaf, dan sejenisnya) dengan potensinya yang demikian besar tadi dapatberperan dalam membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai problem sosialtadi.

Tidak tercapainyapemerataan kekayaan atau terjadinya ketimpangan dalam sistem perekonomiandewasa ini yang ditandai dengan munculnya kemiskinan yang bersifat global danstruktural adalah akibat sistem yang berlaku sekarang ini, bukan karenakemalasan, langkanya sumber daya alam, atau karena korupsi para pejabatpemerintahan sebagaimana orang banyak perdebatkan. Sebagaimana yang dikemukakanoleh Myrdal, ”Ketidakmerataan sosialdalam segala bentuknya bertentangan dengan produktifitas”. Itu artinyabahwa sistem yang ada sekarang ini adalah menghambat produktifitas suatu bangsabahkan dapat menyebabkan tejadinya eksploitasi yang berlebihan olehbangsa-bangsa maju terhadap negara-negara berkembang dan terbelakang. Inimenunjukan bahwa sistem yang ada dengan segala instrumennya telah gagal dalammelaksanakan tugasnya yaitu menciptakan pemerataan sosial dalam kehidupan.

Berbicara zakat, yang terpenting dan tidak bolehdilupakan adalah peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaandana-dana itu. Jika amil zakat baik, maka tujuh asnaf mustahik lainnya insyaAllah akan menjadi baik. Tapi jika amil zakatnya tidak baik, maka jangandiharap tujuh asnaf mustahik yang lain akan menjadi baik. Itulah nilaistrategisnya amil zakat. Dengan kata lain, hal terpenting dari zakat adalahbagaimana mengelolanya (manajemennya). Saat ini di Indonesia terdapat sekitar147 lembaga amil zakat dan 95 badan amil zakat menurut data Forum Zakat (FOZ)tahun 2006. Hal-hal itulah yang menjadi latar belakang perlu dibuatnyaperaturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat. Saat ini telah adaberbagai peraturan yang mengatur masalah ini, yaitu:
  • Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  • Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
  • Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Tentunyadengan adanya aturan-aturan tersebut, pengelolaan zakat yang dilakukan olehorganisasi pengelola zakat, baik BAZ maupun LAZ, diharapkan bisa lebih baik.Sehingga kepercayaan masyarakat muzakki kepada organisasipengelola zakat dapat meningkat.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untukmengidentifikasi hal-hal yang menjadi masalah dalam pengelolaan zakat diIndonesia, kemudian untuk dapat dipakai sebagai landasan dalam memberikanberbagai alternatif pemecahan dan strategi kebijakan yang tepat untukmengatasi masalah tersebut.

Tujuannya adalah untuk memberikanmasukan-masukan kepada stakeholder terkaitseperti organisasi pengelola zakat, ataupun bagi Departemen Agama sebagai wakilpemerintah yang mengurusi ihwal zakat untuk dapat mengambil policy action yangtepat untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, dalam rangkamencapai tujuan yang diinginkan.

1.3 Metodologi
Untuk sampai kepada tujuan penelitian yangdiinginkan, beberapa tahapandilakukan. Focus GroupDiscussion (FGD) dan indepthinterview dilakukan untukmendapatkan gambaran mendalam mengenai problem pengelolaanzakat ini. Hasilnya kemudian dipergunakan sebagai dasar merancang model dalam kerangkametode Analytic Network Process (ANP)beserta model kuesionernya untukmendapatkan data yang diperlukan. Setelah itu, surveymenggunakan kuesioner inidilakukan kepada pakar dan praktisi zakat yang dianggap palingmenguasai dan ahli tentangmasalah ini. Untuk melengkapi analisis dilakukan benchmarking di beberapanegara. Secara lebih detail, tahapan tersebut adalah:
1. Focus GroupDiscussion (FGD), yaitu suatu forum diskusi yang diadakan untuk memperoleh datamengenai hal-hal yang menjadi akar problem pengelolaan zakat di Indonesia, sertapandangan-pandangan danharapan-harapan dari masing-masing responden. Responden FGD adalah kalanganorganisasi pengelola zakat sendiri, akademisi, pakar, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), MUI,Dewan Syariah Nasional,maupun Departemen Agama sebagai representasi pemerintah.
2. IndepthInterview, yaitu wawancara secara mendalam untuk menjaring informasi yang lebihdetil khususnya dari pakar-pakar zakat maupun praktisi organisasi pengelolazakat yang tidak terjaring di dalam FGD.
3. Benchmarking,yaitu melihat kondisi dan praktek pengelolaan zakat di negara lain danalternatif solusi/kebijakanyang mereka terapkan. Hal ini dilakukan dengan survey terhadap literaturyang ada.
4. Survey,yaitu pengumpulan data yang dititikberatkan bagi kalangan praktisi organisasipengelola zakat maupun pakar untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untukanalisa kuantitatifdalam kerangka analisis yang akan digunakan kemudian.
5. MetodeAnalisis, yaitu metoda analisis kuantitatif dengan menggunakan pendekatan AnalyticNetwork Process (ANP) untuk mencari masalah-masalah utama yang paling dominan dan menentukanurutan prioritasnya, untukdipergunakan mencari prioritas alternatif solusi dan strategikebijakan yang tepat,sehingga dapat memberikan masukan policy recommendations yangtepat dan optimal.


2. LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Pengelolaan (Manajemen)
Seperti diketahui, ilmu kelola-mengelola (manajemen)berkembang terus hingga saat ini. Ilmu manajemen memberikan pemahaman kepadakita tentang pendekatan ataupun tata cara penting dalam meneliti, menganalisisdan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hal pengelolaan terhadapsesuatu (Dalimunthe, 2007).

IImu manajemen merupakan salah satu disiplin ilmusosial. Pada tahun 1886 Frederick W. Taylor melakukan suatu percobaan time and motion study dengan teorinya ban berjalan. Dari sini lahirlah konsep teori efisiensi danefektivitas. Kemudian Taylor menulis buku berjudul The Principle of Scientific Management (1911) yang merupakan awal dari lahirnya manajemen sebagai ilmu. Selanjutnyailmu manajemen merupakan kumpulan disiplin ilmu sosial yang mempelajari danmelihat manajemen sebagai fenomena dari masyarakat modem. Di mana fenomenamasyarakat modem itu merupakan gejala sosial yang membawa perubahan terhadaporganisasi.

Pada kenyataannya manajemen sulit dedifenisikankarena tidak ada defenisi manajemen yang diterima secara universal. Mary Parker Follet mendefenisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.Defenisi ini mengandung arti bahwa para manajer untuk mencapai tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin dilakukan.
 
Manajemen memang bisa berarti seperti itu, tetapi bisa juga mempunyaipengertian lebih dari pada itu. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada defenisi yangdigunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner mengemukakan suatu defenisi yanglebih kompleks yaitu sebagai berikut:
"Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,pengarahan dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaansumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar rnencapai tujuan organisasiyang telah ditetapkan".

Dari defenisi di atas terlihat bahwa Stoner telahmenggunakan kata "proses", bukan "seni". Mengartikan manajernen sebagai "seni" mengandungarti bahwa hal itu adalah kemampuan atau ketrampilan pribadi. Sedangkan suatu"proses" adalah cara sistematis untuk rnelakukan pekerjaan. Manajemendidefenisikan sebagai proses karena semua manajer tanpa harus memperhatikan kecakapanatau ketrampilan khusus, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan yang salingberkaitan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa padadasarnya manajemen merupakan kerjasama dengan orang-orang untuk menentukan,menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaanfungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan(actuating), dan pengawasan (controlling).

Menurut Dalimunthe(2007), mempelajari dan memahami teori manajemen menjadi penting dan urgen. Adabeberapa alasan untuk mengetahui dan mempelajari perkembangan ilmu manajemen,yaitu:
1.     Membentukpandangan kita mengenai organisasi. Mempelajari teori manajemen juga memberi petunjukkepada kita di mana kita mendapatkan beberapa ide mengenai organisasi danmanusia di dalamnya.
2.     Membuatkita sadar mengenai lingkungan usaha. Mempelajari berbagai teori manajemenberdasarkan perkembangannya, kita dapat memahami bahwa setiap teori adalah karenaberdasarkan lingkungannya yaitu ekonomi, sosial, politik dan pengaruh teknologiyang dirasakan pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa tertentu. Pengetahuanini membantu setiap orang untuk memahami apa sebabnya teori tertentu cocokterhadap keadaan yang berbeda.
3.     Mengarahkanterhadap keputusan manajemen. Mempelajari evolusi manajemen membantu memahamiproses dasar sehingga dapat memilih suatu tindakan yang efektif. Padahakekatnya suatu teori merupakan asumsi-asumsi yang koheren/logis, untukmenjelaskan beberapa fakta yang diobservasi. Teori yang absah, dapatmemprediksi apa yang akan terjadi pada situasi tertentu. Dengan adanyapengetahuan ini, kita bisa menerapkan teori manajemen yang berbeda terhadapsituasi yang berbeda.
4.  Merupakansumber ide baru. Mempelajari perkembangan teori manajemen memungkinkan kitapada suatu kesempatan mengambil pandangan yang berbeda dari situasisehari-hari.

2.2 Prinsip Dasar Manajemen OrganisasiPengelola Zakat
Setelahmenjelaskan tentang konsep dasar pengelolaan (manajemen), berikut ini akanditampilkan beberapa hal mendasar tentang manajemen organisasi pengelola zakat.Kemudian kita sebut dengan prinsip-prinsip dasar manajemen organisasi pengelolazakat (OPZ) yang mencakup tiga aspek yakni: (a) aspek kelembagaan, (b) aspeksumber daya manusia, dan (c) aspek sistem pengelolaan.
A.Aspek Kelembagaan
Dariaspek kelembagaan, sebuah OPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor berikut:(a) Visi dan misi yang jelas. Hanya dengan visi dan misi inilah makaaktivitas/kegiatan akan terarah dengan baik. Jangan sampai program yang dibuatcenderung ‘sekedar bagi-bagi uang’. Apalagi tanpa disadari dibuat program‘pelestarian kemiskinan’, (b) Kedudukan dan Sifat Lembaga yangindependen, netral, tidak berpolitik dan tidak diskriminasi. Artinya, lembagaini tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembagalain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa untuk memberikan pertanggungjawabankepada masyarakat donatur, dan (c) Legalitas dan Struktur Organisasi.Khususnya untuk LAZ, badan hukum yang dianjurkan adalah Yayasan yang terdaftarpada akta notaris dan pengadilan negeri. Struktur organisasi seramping mungkindan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga organisasi akan lincah dan efisien.
B.Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
SDMmerupakan asset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akanmenjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perludiperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Merubah Paradigma Amil Zakat
Begitu mendengar pengelolaan zakat, sering yangtergambar dalam benak kita adalah pengelolaan yang tradisional, dikerjakandengan waktu sisa, SDM-nya paruh waktu, pengelolanya tidak boleh digaji, danseterusnya. Sudah saatnya kita merubah paradigma dan cara berpikir kita. Amilzakat adalah sebuah profesi. Konsekuensinya dia harus professional. Untukprofessional, salah satunya harus bekerja purna waktu (full time). Untuk ituharus digaji secara layak, sehingga dia bisa mencurahkan segala potensinyauntuk mengelola dana zakat secara baik. Jangan sampai si amil zakat masih harusmencari tambahan penghasilan, yang pada akhirnya dapat mengganggu pekerjaannyaselaku amil zakat.
(2) Kualifikasi SDM
Jika kita mengacu di jaman Rasulullah SAW, yangdipilih dan diangkat sebagai amil zakat merupakan orang-orang pilihan. Orangyang memiliki kualifikasi tertentu. Secara umum kualifikasi yang harus dimilikioleh amil zakat adalah: muslim, amanah, dan paham fikih zakat.

C.Sistem Pengelolaan
OPZharus memiliki sistem pengelolaan yang baik. Unsur-unsur yang harusdiperhatikan adalah: (a) Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas, (b)Manajemen terbuka, (c) Mempunyai rencana kerja (activity plan), (d)Memiliki Komite Penyaluran (lending committee), (e)Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, (f) Bersediadiaudit, (g) Menjunjung transparansi, dan (h) Senantiasa melakukan perbaikan terus-menerus (continous improvement).

2.3 Identifikasi ProblemPengelolaan Zakat
Terdapat beberapa masalah dalamhal pengelolaan zakat di Indonesia sehingga berimplikasi tidak maksimalnyaproses pengelolaan, pengumpulan hingga penyaluran zakat. Berikut ini adalahproblem-problem tersebut yang berhasil dihimpun dari berbagai literatur.
1. Lemahnya sosialisasiUU nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat beserta peraturan dibawahnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan, masih sangat banyak masyarakatyang belum mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan tentangpengelolaan zakat ini. Padahal UU no. 38/1999 sudah berjalan hampir 2 tahun.
2. Belum adanyaPeraturan Pemerintah (PP) atau Surat Keputusan Bersama (SKB) UU no. 38/1999 setidaknyamelibatkan tiga departemen: Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri danOtonomi Daerah, dan Departemen Keuangan. Tanpa dipayungi oleh PP atau SKB,dapat diprediksi bahwa implementasi UU no. 38/1999 tersebut tidak akan dapatberjalan secara mulus.
3. StandardisasiMutu SDM Amil Zakat. Agar SDM yang menjadi amil zakat adalah orang-orangyang benar-benar memenuhi kualifikasi dan profesional, maka diperlukan suatustandar kualifikasi SDM Amil Zakat. Pada akhirnya, dibutuhkan suatu sistemsertifikasi dan uji kelayakan (fit and proper test) terhadap SDM yang akanberkiprah sebagai amil zakat.
4. StandardisasiLembaga OPZ. Selain standardisasi SDM, diperlukan juga standardisasilembaga OPZ. Hal ini berguna sebagai petunjuk bagi setiap pihak yang inginmendirikan OPZ. Tujuannya agar lembaga OPZ ini benar-benar bisa berjalan secarabaik dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Masih lemahnya akuntabilitas publik dan Open Management, selain masih lemahnya kapasitas pengorganisasian danmanajerial. Pelembagaan mekanisme pertanggung jawaban publik dalam tingkatstandar masih menjadi fenomena langka. Justru lembaga filantropi yang dikelola secara swadayamasyarakat yang nampaknya paling siap menerapkan asas transparansi dan akuntabilitaspublik, terutama DD dan PKPU yang dalam hal ini telah memanfaatkan jasa akuntanpublik.
6. Kesadaran umat Islam untuk mengeluarkan ZIS masih terbilang rendahakibat pemahaman yang salah dengan menganggap membayar ZIS akan mengurangihartanya. Padahal, apabila dana masyarakat terutama ZIS bisa dioptimalkan,jelas akan membuat Indonesia tidak perlu bergantung pada bantuan darinegara-negara lain, seperti saat ini hingga pemerintah tak bisa berkutik dengan"pesanan" negara-negara luar.
7. Paradigma umat yang keliru akan formalitas zakat. Artinya, zakathanya dianggap sebagai kewajiban normatif, tanpa memperhatikan efeknya bagipemberdayaan ekonomi umat. Akibatnya, semangat keadilan ekonomi dalamimplementasi zakat menjadi hilang. Orientasi zakat tidak diarahkan padapemberdayaan ekonomi masyarakat, tapi lebih karena ia merupakan kewajiban dariTuhan. Bahkan, tidak sedikit muzakki yang mengeluarkan zakat disertai maksuduntuk menyucikan harta atau supaya hartanya bertambah (berkah). Ini artinya, muzakkimembayarkan zakat untuk kepentingan subyektivitasnya sendiri. Memang tidaksalah, tapi secara tidak langsung, substansi dari perintah zakat serta efeknyabagi perekonomian masyarakat menjadi terabaikan.
8. Fiqh Zakat yang “Usang” dan tidak sesuai zaman, tentang Nishab,Objek Zakat, Penentuan Mustahiq, dll.
9. Model pendistribusiandana yang tidak menyertakan pemetaan ekonomi dan sosial. Tidak sedikitmuzakki yang langsung memberikan zakat kepada fakir miskin tanpa memperhatikanapakah dana zakat tersebut mampu meningkatkan level kesejahteraan mereka atautidak. Di sinilah pentingnya amil dalam proses penyaluran zakat. Lembaga amilyang profesional sangat diperlukan agar proses pengumpulan dana (fundraising)serta pendistribusiannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Salah satuyang membuatnya efektif dan efisien adalah dengan melakukan pemetaan sosial danekonomi.
10. Pendayagunaanzakat hanya mengambil bentuk bantuan konsumtif yang hanya bersifat peringananbeban sesaat (Temporary Relief). Tidak forwardlooking yang sifatnya lebih jangka panjang, melainkan hanya untuk manfaatjangka pendek semata.
11. Kurangnyainovasi di bidang distribusi dan pemanfaatan dana zakat. Hanya terbataspada masalah-masalah charity:pembangunan mesjid dan madrasah, penyantunan fakir-miskin, anak yatim danbantuan korban bencana, dan bukan program-program yang sifatnya noncharity seperti: advokasi kebijakanpublik, bantuan hukum, HAM, perlindungan anak, pelestarian lingkungan danpemberdayaan perempuan.
12. Masyarakatyang mengeluarkan zakat (muzakki) lebih memilih dan fokus kepada “orang” danbukan pada “lembaga”. Sehingga kurang tertatanya pendayagunaan zakat danbeberapa efek negatif lain seperti: hanya menampilkan parade kemiskinan, tidakmemberdayakan, tidak mendidik, menghasilkan ketergantungan, salah sasaranhingga salah kelola. Ini menandakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakatterhadap organisasi pengelola zakat masih terhitung rendah.
13. Belumadanya lembaga independen yang mengatur dan mengawasi semua pengelola danpenyalur zakat secara maksimal, sehingga penggunaan dan manfaat zakat dapatbenar-benar dirasakan oleh masyarakat (mustahiq).
14. Tidak lengkapnya mekanisme dalamsistem perzakatan nasional, baik dari pengelolaan, pengawasan danperundang-undangan. Tigaunsur pokok inilah, yakni pengelolaan, pengawasan dan perundang-undangan, yangsecara spesifik belum eksplisit termuat dalam UU No. 38 Tahun 1999.
15. Belumtersedianya cetak biru (blue print) konstruksi perzakatan nasional sebagaibingkai dan acuan pengaturan dalam pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia.Siapa yang operasional, siapa yang menjadi pengawas dan siapa yang mengupayakanperundang-undangan zakat sehingga sistem pengelolaan zakat terstruktur, operasiserta sasaran pencapaiannya menjadi terarah dan jelas.


3. METODOLOGIPENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Dalam metodologi Analytic NetworkProcess (ANP), data yang digunakan merupakan data primer yang didapat darihasil wawancara (indepth interview) denganpakar, praktisi, dan regulator, yang memiliki pemahaman tentang permasalahanyang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada pertemuan keduadengan responden. Data siap olah dalam ANP adalah variabel-variabel penilaianresponden terhadap masalah yang menjadi objek penelitian dalam skala numerik(Jarkasih, 2008).

3.2 Populasi dan Sampel
Pemilihan responden pada penelitian ini dilakukan secara purposive sample (sengaja) denganmempertimbangkan pemahaman responden tersebut terhadap permasalahan dalam pengelolaanzakat di Indonesia.

Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari lima orang, denganpertimbangan bahwa mereka cukup berkompeten dalam mewakili keseluruhanpopulasi. Dalam analisis ANP jumlah sampel/responden tidak digunakan sebagaipatokan validitas. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa merekaadalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden yangdipilih dalam survei ini adalah para pakar/peneliti ekonomi Islam dan parapraktisi/profesional yang berkecimpung dalam masalah pengelolaan zakat.

Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandinganpasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana diantara keduanyayang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannyadilihat dari satu sisi. Skala numerik 1-9 yang digunakan merupakan terjemahandari penilaian verbal.

Pengisian kuesioner oleh responden harus didampingi peneliti untukmanjaga konsistensi dari jawaban yang diberikan. Pada umumnya, pertanyaanpada  kuesioner ANP sangat banyakjumlahnya. Sehingga faktor-faktor non teknis dapat menyebabkan tingginyatingkat inkonsistensi.
Tabel 3.1 Perbandingan Skala Verbal dan SkalaNumerik
SKALA VERBAL
SKALA NUMERIK
Amat sangat lebih besar pengaruhnya
9

8
Sangat lebih besar pengaruhnya
7

6
Lebih besar pengaruhnya
5

4
Sedikit lebih besar pengaruhnya
3

2
Sama besar pengaruhnya
1
Sumber: Ascarya (2005)

3.3 Teknik AnalisisData
Data yang didapatkan dari penelitian akandianalisa dengan metode ANP yang merupakan metode yang dapat digunakan dalamberbagai studi kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan, forecasting, evaluasi, mapping, strategizing, alokasi sumber daya, dan lain sebagainya.
A. Gambaran Umum ANP
Analytic Network Process atau ANP merupakan pendekatan baru metode kualitatif. DiperkenalkanProfesor Thomas Saaty, pakar riset dari Pittsburgh University, dimaksudkanuntuk menyempurnakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). KelebihanANP dari metodologi yang lain adalah kemampuannya melakukan pengukuran dansintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan. Tidak adametodologi lain yang mempunyai fasilitas sintesis seperti metodologi ANP.

Menurut Saaty dalam Ascarya (2005) ANP digunakan untukmenurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkanpengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksiberkenaan dengan kriteria kontrol. ANP merupakan teori matematika yangmemungkinkan seseorang untuk memperlakukan dependence dan feedbacksecara sistematis yang dapat menangkap dan mengkombinasi faktor-faktor tangibledan intangible.

ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yangmemberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpamembuat asumsi-asumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebihtinggi dari elemen-elemen pada level yang lebih rendah dan tentang independensielemen-elemen dalam suatu level. Berbeda dengan Analytic Hierarchy Process (AHP), ANP dapat  menggunakan jaringan tanpa harus menetapkanlevel seperti pada hierarki yang digunakan dalam AHP. Konsep utama dalam ANPadalah influence ‘pengaruh’, sementara konsep utama dalam AHP adalah preferrence‘preferensi’. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster danelemen merupakan kasus khusus dari ANP (Ascarya, 2005).

Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria, danalternatif, dimana masing-masing level memiliki elemen. Sementara itu, padajaringan ANP, level dalam AHP disebut clusteryang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya, yang sekarang disebutsimpul (baca gambar 3.1).
Sumber: Ascarya (2005)
Gambar 3.1 Perbandingan Hierarki Linier danJaringan Feedback
Dengan feedback, alternatif-alternatifdapat bergantung/terikat pada kriteria seperti pada hierarki tetapi dapat jugabergantung/terikat pada sesama alternatif. Lebih jauh lagi, kriteria-kriteriaitu sendiri dapat tergantung pada alternatif-alternatif dan pada sesamakriteria. Sementara itu, feedback meningkatkan prioritas yang diturunkandari judgements dan  membuatprediksi menjadi lebih akurat. Oleh karena itu, hasil dari ANP diperkirakanakan lebih stabil. Dari jaringan feedback pada gambar 2.1 dapat dilihatbahwa simpul atau elemen utama dan simpul-simpul yang akan dibandingkan dapatberada pada cluster-cluster yang berbeda. Sebagai contoh, ada hubunganlangsung dari simpul utama C4 ke cluster lain (C2 dan C3), yang merupakan outerdependence. Sementara itu, ada simpul utama dan simpul-simpul yang akandibandingkan berada pada cluster yang sama, sehingga cluster ini terhubungdengan dirinya sendiri dan membentuk hubungan loop. Hal ini disebut inner dependence.

Dalam suatu jaringan, elemen dalam suatu komponen/clusterbisa saja berupa orang (contoh, individu di Bank Indonesia) dan elemen dalamkomponen/cluster yang lain bisa saja juga berupa orang (contoh, individudi DPR). Elemen dalam suatu komponen/cluster dapat mempengaruhi elemenlain dalam komponen/cluster yang sama (inner dependence), dan dapat pulamempengaruhi elemen pada cluster yang lain (outer dependence) denganmemperhatikan setiap kriteria. Yang diinginkan dalam ANP adalah mengetahuikeseluruhan pengaruh dari semua elemen. Oleh karena itu, semua kriteria harusdiatur dan dibuat prioritas dalam suatu kerangka kerja hierarki kontrol ataujaringan, melakukan perbandingan dan sintesis untuk memperoleh urutan prioritasdari sekumpulan kriteria ini. Kemudian kita turunkan pengaruh dari elemendalam  feedback denganmemperhatikan masing-masing kriteria. Akhirnya, hasil dari pengaruh ini dibobotdengan tingkat kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk memperolehpengaruh keseluruhan dari masing-masing elemen (Ascarya, 2005)

B. Landasan ANP
ANP memiliki tiga aksioma yang menjadi landasanteorinya :
  1. Resiprokal. Aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
  2. Homogenitas. Aksioma ini menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan kesalahan judgements yang lebih besar.
  3. Aksioma ini menyatakan bahwa mereka yang mempunyai alasan terhadap keyakinannya harus memastikan bahwa ide-ide mereka cukup terwakili dalam hasil agar sesuai dengan ekspektasinya.
C. Prinsip Dasar ANP
Prinsip-prinsip dasar ANP adatiga, yaitu dekomposisi, penilaian komparasi (comparative judgements),dan komposisi hierarkis atau sintesis dari prioritas.
Prinsipdekomposisi diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang kompleks menjadi kerangkahierarki atau jaringan cluster, sub-cluster, sus-sub cluster, dan seterusnya.Dengan kata lain dekomposisi adalah memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP.
Prinsippenilaian komparasi diterapkan untuk membangun pembandingan pasangan (pairwisecomparison) dari semua kombinasi elemen-elemen dalam cluster dilihat daricluster induknya. Pembandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkanprioritas lokal dari elemen-elemen dalam suatu cluster dilihat dari clusterinduknya.
Prinsipkomposisi hierarkis atau sintesis diterapkan untuk mengalikan prioritas lokal darielemen-elemen dalam cluster dengan prioritas ‘global’ dari elemen induk, yangakan menghasilkan prioritas global seluruh hierarki dan menjumlahkannya untukmenghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah (biasanya merupakanalternatif).

D.Fungsi Utama ANP
Metodologi ANP memiliki tigafungsi utama sebagai berikut:
1.  Melakukan strukturisasi pada kompleksitas
Dalampenelitiannya, Saaty menemukan adanya pola-pola yang sama dalam sejumlah contohtentang bagaimana manusia memecahkan sebuah kompleksitas dari masa ke masa. Dimana kompleksitasdistruktur secara hierarkis ke dalam cluster-cluster yang homogen darifaktor-faktor.
2. Pengukuran ke dalam skala rasio.
Metodologi pengambilan keputusan yang terdahulu padaumumnya menggunakan pengukuran level rendah (pengukuran ordinal atau interval),sedangkan metodologi ANP menggunakan pengukuran skala rasio yang diyakinipaling akurat dalam mengukur faktor-faktor yang membentuk hierarki. Levelpengukuran dari terendah ke tertinggi adalah nominal, ordinal, interval, danrasio. Setiap level pengukuran memiliki semua arti yang dimiliki level yanglebih rendah dengan tambahan arti yang baru. Pengukuran interval tidak memilikiarti rasio, namun memiliki artiinterval, ordinal, dan nominal. Pengukuran rasiodiperlukan untuk mencerminkan proporsi. Untuk menjaga kesederhanaan metodologi,Saaty mengusulkan penggunaan penilaian rasio dari setiap pasang faktor dalamhierarki untuk smendapatkan (tidak secara langsung memberikan nilai) pengukuranskala rasio. Setiap metodologi dengan struktur hieraki harus menggunakanprioritas skala rasio untuk elemen diatas level terendah dari hierarki. Hal inipenting karena prioritas (atau bobot) dari elemen di level manapun darihierarki ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen pada level denganprioritas dari elemen induknya. Karena hasil perkalian dari dua pengukuranlevel interval secara matematis tidak memiliki arti, skala rasio diperlukanuntuk perkalian ini. AHP/ANP menggunakan skala rasio pada semua level terendahdari hierarki/jaringan, termasuk level terendah (alternatif dalam modelpilihan). Skala  rasio ini menjadisemakin penting jika prioritas tidak hanya digunakan untuk aplikasi pilihan,namun untuk aplikasi-aplikasi lain, seperti untuk aplikasi alokasi sumber daya.

3.    Sintesis.
Sintesismerupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis berarti mengurai entitasmaterial atau abstrak ke dalam elemen-elemennya, maka sintesis berartimenyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena kompleksitas, situasikeputusan penting, atau prakiraan, atau alokasi sumber daya, sering melibatkanterlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat melakukan sintesis secaraintuitif, kita memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis dari banyakdimensi. Meskipun ANP memfasilitasi analisis, fungsi yang lebih penting lagi dalamANP adalah kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan pengukuran dansintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.

4. HASIL PENELITIAN

4.1. Kerangka ANP
Kerangkadalam ANP terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarkikontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi.Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan cluster Secara lebih rinci, jaringan feedbackyang digunakan dalam analisis ini diperlihatkan pada gambar 4.1.
Gambar4.1. Jaringan Feedback Penelitian Zakat di Indonesia
Sepertidikemukakan sebelumnya, masalah pengembangan zakat di Indonesia dapat dilihat dari dua sisi atau  aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal.
Darihasil wawancara,masalah-masalah pada masing-masing aspek mengerucut pada 8 (delapan) masalah utama yang meliputi 4 (empat) masalah dari sisi internal, dan 4 (empat) masalah dari sisi eksternal.
a.  AspekInternal:1) Amil Zakat yang masihbelum terstandarisasi;2) Belum standarnya FiqhGlobal, khususnya terkait zakat;3) Belum standarnyaOrganisasi Pengelola Zakat (OPZ);dan 4) Minimnyainovasi produk.
b.  AspekEksternal: 5) Belum ada Blue Print (CetakBiru) Perzakatan Nasional; 6) Belum menunjangnya Peraturan Pemerintah(PP) dan peraturan sejenis terkait zakat; 7) Lemahnya sosialisasi zakat; dan 8)Kesadaran umat yang masih rendah.
Darihasil wawancara dan analisa penulis, terdapat 8 (delapan) solusi alternatifpemecahan masalah dalam pengembangan zakat di Indonesia yang dibagi dalam jangkapendek dan jangka panjang yakniantara lain:
  1. Perlunya inovasi produk baik dalam sisi pengumpulan maupun penyaluran zakat;
  2.  Meningkatkan sosialisasi yang utuh dan komprehensif terkait kewajiban zakat kepada khalayak masyarakat;
  3. Standarisasi kompetensi Sumber Daya Manusia pengelola zakat;
  4. Pentingnya Standarisasi Organisasi Pengelola Zakat;
  5. Pembuatan blue print perzakatan nasional;
  6. Sosialisasi Undang-Undang dan Peraturan dari Pemerintah;
  7. Perlunya institusionalisasi zakat;
  8. Standarisasi Fiqh Global;

4.2. Data Kuesioner
Dalamrangka mendapatkan data primer tentang persepsi para pakar, praktisi, danregulator tentang permasalahan seputar pengembangan zakat di Indonesia, dalam kerangkamodel ANP yang telah dirancang, survey menggunakan kuesioner dilakukan.Responden terdiridariseorang pakardan seorangpraktisi.

Dalam  analisis ANP  jumlah  sampel/responden  tidak digunakan  sebagai  patokan validitas. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalahorang-orang yang ahli di  bidangnya.  Oleh karena  itu,  responden yang  dipilih  dalam survey  ini  adalah pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidaklangsung dalam aktivitas pengembangan zakat di Indonesia.

4.3. Pengolahan Data
Hasil  survey yang diperoleh  diolah  terlebih dahulu  per  masing-masing individu  responden denganmenggunakan kerangka ANP yang telah dibuat menggunakan software Super Decisions 1.6.0. Data yangdiolah   dari   masing-masing   responden  tersebut   menghasilkan   tiga  supermatriks   yangmemberikan  urutan  prioritas aspek-aspek  terpenting  dan masalahnya,  alternatif  pemecahan masalah, dan pilihan strategikebijakan yang tepat menurut masing-masing responden.

Selanjutnya hasilpengolahan tersebut dikelompokkan menjadi kelompok  pakar, kelompok praktisi, dan kelompokregulator untuk menghasilkan urutan prioritas masing kelompok  menggunakan software Microsoft Excel 2007.

4.4.Hasil ANP
Dari data yang diolahdari hasil pengisian kuesioner menggunakan software Super Decision 1.6.0 dan MicrosoftExcel 2007 didapatkan hasil dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel5.1. Tabel Hasil ANP
KETERANGAN
PAKAR/N
PRAKTISI/EO
TOTAL
ASPEK
NR
R
NR
R
NR
R
INTERNAL
0.49
2
0.48
2
0.49
2
EKSTERNAL
0.51
1
0.52
1
0.51
1
INTERNAL






Standarisasi Amil
0.28
2
0.51
1
0.40
1
Standarisasi Fiqh Global
0.53
1
0.04
4
0.28
2
Standarisasi OPZ
0.12
3
0.14
3
0.13
4
Inovasi Produk
0.07
4
0.31
2
0.19
3
EKSTERNAL

Belum ada Blue Print
0.50
1
0.48
1
0.49
1
Belum ada PP & SKB
0.30
2
0.05
4
0.18
3
Lemahnya Sosialisasi UU
0.12
3
0.31
2
0.21
2
Kesadaran Umat Rendah
0.08
4
0.16
3
0.12
4
SOLUSI






JANGKA PENDEK


Inovasi Produk
0.06
4
0.32
2
0.19
3
Meningkatkan Sosialisasi
0.54
1
0.15
3
0.34
2
Standarisasi Kompetensi SDM
0.26
2
0.49
1
0.38
1
Standarisasi OPZ
0.14
3
0.04
4
0.09
4
JANGKA PANJANG


Blue Print
0.30
2
0.49
1
0.40
1
Sosialisasi UU
0.06
4
0.17
3
0.11
4
Institusionalisasi Zakat
0.15
3
0.29
2
0.22
3
Standarisasi Fiqh Global
0.49
1
0.05
4
0.27
2








*NR:nilai rata-rata; R: rangking rata-rata

Darihasil wawancara dan analisis peneliti, berbagai solusi alternatif pemecahanmasalah dalam pengembangan zakat di Indonesia adalah: (a) Meningkatkan sosialisasi yangutuh dan komprehensif terkait kewajiban zakat kepada khalayak masyarakat; (b) Standarisasi kompetensiSumber Daya Manusia pengelola zakat;(c) Penyusunan blue print perzakatan nasional; dan (d) Perlunya StandarisasiFiqh Global terkait zakat;

a.Menurut Pakar
Masalahutama yang menghambat perkembangan zakat di Indonesia menurutpakar terletak pada masalahbelum standarnya fiqih global tentang zakat, belum adanya standarisasi amil(internal), belum adanya blue print perzakatan nasional dan peraturanpemerintah ihwal zakat (eksternal)

Menghadapimasalah tersebut, pakar berpendapat bahwa standarisasifiqih global sangat diperlukan dalam jangka panjang, termasuk juga penyusunanblue print perzakatan nasional. Sementara dalam jangka pendek perlunyasosialisasi terus-menerus dan adanya standarisasi kompetensi untuk para SDMamil.

b.Menurut Praktisi
Berbedadengan pakar, praktisi berpendapat bahwabelum standarnya amil zakatmenjadi aspek utama yang menghambat perkambangan zakat,lalu kemudian belumadanya blue print zakatdiurutan berikutnya. Selainitu kurangnya inovasi produk dan lemahnya sosialisasi juga menjadi isu pentingdikalangan praktisi.

Praktisiberpendapat bahwa perlunyastandar kompetensi SDM pengelola zakat menjadi solusi utama dalam menangani masalahtersebut, selain dari inovasiproduk.Praktisi juga menganggap penyusunan blue print daninstitusionalisasi zakat pada jangka panjang adalah sebuah sinyal positifbahwa pemerintah mendukung berkembangnya zakat di Indonesia.


Daftar Pustaka

Abidin, Hamid (Ed), 2004, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, MenujuEfektivitas Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah, Jakarta: Piramedia.
Amma, Faris, dkk, 2004,”Zakat Pilar Islamisasi Ekonomi di Indonesia”, Makalah.
Ascarya, 2005, Analytic Network Process (ANP): PendekatanBaru Studi Kualitatif, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, BankIndonesia.
Dalimunthe, Ritha F., 2007,”Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen”, Makalah.
Hafidhuddin, Didin, 2006,”Zakat sebagai Tiang Utama Ekonomi Syariah”, Makalah pada Seminar BulananMasyarakat Ekonomi Syariah (MES), Jakarta, Aula Bank Mandiri Tower, 20 Nopember2006.
Jarkasih, Muhamad, 2008,”Analisis Masalah dalam Pengembangan Sukuk Korporasi di Indonesia dengan MetodeAnalytic Network Process (ANP)”, Skripsipada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, tidak diterbitkan.
Prianita, Anita, 2005, ”PeranLembaga Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”, Makalah pada Lomba Karya TulisEkonomi Islam (LKTEI), Temilnas IV FoSSEI 2005, Mataram.
Sudewo, Eri, 2004, Manajemen Zakat: Tinggalkan 15 TradisiTerapkan 4 Prinsip Dasar, Jakarta: Spora Internusa Prima.
Suharto, Edi, 2008, ”Islamdan Negara Kesejahteraan”, Makalah pada Perkaderan Darul Arqam Paripurna (DAP)Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Jakarta 18 Januari 2008.

Klik suka di bawah ini ya