Islam dan Indeks Pembangunan Manusia

Pada laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 yang dirilis United Nation Development Program (UNDP), Indonesia ternyata hanya men dapatkan angka 0,617 dan merosot jauh ke posisi 124 dari 187 negara. Padahal, IPM pada 2010 masih menempatkan Indonesia di peringkat 108 dari 169 negara, naik 3 peringkat dari sebelumnya 111 pada 2009.


IPM merupakan ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa dengan melihat tiga indikator utama, yakni pembangunan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Dengan peringkat seperti di atas, di lingkup negaranegara ASEAN, Indonesia hanya menempati posisi keenam di bawah Singapura (26), Bru nei (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112). Indonesia hanya lebih baik ke timbang negara-negara terbelakang di Asia Tenggara seperti Vietnam (0,593), Laos (0,524) Kamboja (0,523), dan Myanmar (0,483).


Khusus untuk sektor pendidikan, data menunjukkan bahwa rata-rata lama bersekolah orang Indonesia di tahun 2010 hanya sekitar 5,7 tahun dan tahun 2011 hanya 5,8 tahun. Atau rata-rata hanya ‘hampir’ lulus sekolah dasar (SD). Sementara itu, data BPS 2010 menunjukkan bahwa 52 persen tenaga kerja Indonesia hanya berpendidikan SD atau tidak tamat SD, dan 20 persen berpendidikan SMP atau tidak tamat. Artinya, 72 persen dari tenaga kerja Indonesia berdaya saing rendah aki bat keterbatasan pada akses pendidikan. Padahal anggaran pendidikan telah mencapai 20 persen atau Rp 246 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada.

Pembangunan manusia

Paling tidak ada tiga faktor yang dijadikan tolak ukur oleh UNDP akan keberhasilan suatu pembangunan, yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketiga unsur ini pun mendapat perhatian yang cukup besar dalam Islam sebagai faktor penting dalam pembangunan manusia itu sendiri. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa di antara kamu bangun di pagi hari dengan perasaan aman, sehat tubuhnya dan cukup persediaan makanan pokoknya untuk hari itu, seakan-akan ia telah diberi semua kenikmatan dunia“ (HR Tirmidzi).


Namun bagi Islam, faktor manusia-lah yang lebih berperan dalam sebuah pembangunan. Tentu saja yang dimaksud oleh Islam adalah manusia yang berperilaku dengan akhlak Islam, manusia yang bebas dan merdeka, manusia dengan tauhid yang bersih. Semua hal ini dapat dicapai tentu saja melalui tarbiyah insaniyah itu sendiri. Pendidikan yang menyeluruh dan bukan sebagian saja.


Sebagai khalifah (wakil) Allah SWT manusia memiliki kewajiban untuk memakmurkan bumi Allah: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS Hud: 61). Sebagai wakil, maka segala sesuatu yang ada di dunia adalah milik Allah SWT. Pemahaman ini mengantarkan manusia untuk menunaikan hak-hak Allah sebagai pemilik utama dalam bentuk kebaikan seperti zakat, sedekah dan lain sebagainya.


Upaya pembangunan manusia itu dapat dimulai dengan peningkatan kemampuan melalui pendidikan. Ilmu pengetahuan dan Islam dipandang sebagai suatu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan suluh penerang kehidupan sekaligus nafas peradaban. Kemajuan peradaban Islam pada masa Abbasiyah di Irak hingga Andalusia di Spanyol (abad 7 M – 13 M), berkat kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu. Begitu banyak ayat yang membicarakan akan keutamaan ilmu. Firman Allah: “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS Az-Zumar: 9). Rasulullah SAW bersabda: “barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka ia berada di Jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Turmudzi).


Demikian pula dengan kesehatan. Hanya ma nusia yang sehat jasmani yang mampu mem berikan kemampuan terbaiknya untuk pem bangunan. Islam sangat memperhatikan kesehatan dalam semua aspek kehidupan ma nusia, baik dalam perkara ibadah (QS Al-Mai dah: 6), mencari rezeki yang halal dan menyehatkan (QS An-Nahl: 114), larangan mengkonsumsi makanan yang berbahaya (QS Al-Maidah: 3).


Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Bersiwaklah, karena itu dapat membersihkan mulut dan mendapat keredhaan Allah” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hal kemampuan ekonomi misalnya, Rasulullah SAW memohon perlindungan jatuh kepada kefakiran. Beliau mengatakan: “wahai Allah, sungguh aku berlindung kepada Mu dari kekufuran dan kefakiran” (HR Abu Dawud).

Kesimpulan

Pembangunan dalam Islam adalah pembangunan yang menyeluruh ( at-tanmiyah asysyumuliyah). Termasuk dalam hal ini adalah pembangunan manusia itu sendir, yang idasarkan pada konsep Robbani. Konsep yang tidak hanya terpaku kepada pembangunan aspek keduniaan dan materi saja, tetapi juga aspek ruhiyah dan akhirat. Islam tidak pernah memisahkan keduanya. Konsep yang mengajak kepada keadilan dan keseimbangan antara kepentingan individu tanpa melupakan kepentingan bersama. Konsep yang menolak keras pembangunan yang hanya mengkayakan se bagian golongan kecil dan memiskinkan golongan lainnya. Konsep yang menghadirkan rasa tanggungjawab. Keseimbangan dan keselarasan antara ruh dan jasad, antara ilmu dan akhlak, akan melahirkan keberkahan yang dijan jikan Allah SWT dalam firman Nya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan ke pada mereka berkah dari langit dan bumi, te tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS Al-A'raf: 96). Wallahu a'lam.


Salahuddin El Ayyubi, Dosen IE FEM IPB dan Peneliti Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

Klik suka di bawah ini ya