Ikhtiar Menata Produk Halal

Halal dan thayyib adalah dua hal yang mempunyai aspek sangat luas, khususnya yang berkaitan dengan masalah pangan. Halal tidak hanya mengandung dimensi lahiriah semata namun sekaligus mempunyai dimensi batiniah yang langsung berhubungan antara hamba dan Tuhannya. Oleh karena kedalaman makna halal itulah keputusan akan halal dan haram terhadap sesuatu dan khususnya masalah pangan merupakan hak Allah yang harus ditaati oleh manusia sebagai hamba dan bukan hamba yang membuat aturan tersendiri.


Tuntutan akan status halal dan sekaligus thayyib sebenarnya merupakan satu kesatuan yang tidak  terpisahkan. Masalah thayyib saat ini sudah menjadi tuntutan dunia dengan munculnya banyak konsep keamanan dan kesehatan pangan sehingga dalam dunia telah muncul sistem jaminan keamanan dan kesehatan pangan melalui berbagai standar yang telah diterima dunia, misalkan standar good manufacturing practice (GMP) yang merupakan praktik memproduksi makanan yang baik sehingga dihasilkan pangan yang sehat dan aman. Muncul juga konsep Hazard Analysis and Critical Control Point yang lebih dikenal dengan sistem HACCP.


Aplikasi dalam perdagangan
Setiap negara mempunyai standar pangan yang berbeda-beda termasuk dalam menentukan batas keamanan dan kesehatan suatu pangan. Misalkan, Jepang memilih untuk menerapkan masa simpan susu segar kemasan karton lebih pendek dibanding negara-negara lain. Bahan tambahan pangan tertentu boleh jadi diizinkan di suatu negara, tetapi tidak diizinkan oleh negara lain adalah hal yang biasa.


Kasus tertolaknya mi instan dari Indonesia di Taiwan beberapa waktu lalu juga disebabkan aturan yang berbeda tentang keamanan dan kesehatan pangan antarnegara. Data dari FDA Amerika Serikat pada September 2011 ini saja ada sekitar 55 macam produk dari Indonesia yang terkait dengan produk pangan dan obat-obatan yang ditolak oleh negara tersebut karena ketidaksesuaian dengan aturan tentang keamanan dan kesehatan pangan negara tersebut.


Indonesia sebagai sebuah negara mempunyai hak yang sama dalam hal menerima atau menolak produk pangan dari negara lain. Indonesia juga mempunyai hak yang sama untuk membuat peraturan yang berbeda dengan negara-negara yang lain terkait dengan kebijakan pangan.


Perbedaannya, kultur orang Indonesia sering kali tidak teguh ketika menghadapi banyak protes atas kebijakan yang sudah diberlakukan yang pada akhirnya melemahkan peraturan itu sendiri dan melemahkan Indonesia sebagai sebuah negara. Membanjirnya produk luar negeri di Indonesia sebenarnya dapat dibendung dengan pemberlakuan secara tegas terhadap setiap barang atau produk pangan yang tidak memenuhi standar aturan di Indonesia.


Dalam sistem perdagangan internasional masalah kehalalan produk adalah sistem yang diakui secara internasional dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia. Sistem perdagangan internasional sudah lama mengenal ketentuan halal dalam CODEX CAC/GL 24-1997 yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh, antara lain, WHO, FAO, dan WTO. Dalam perdagangan internasional tersebut "label/tanda halal" pada produk mereka telah menjadi salah satu instrumen penting untuk mendapatkan akses pasar untuk memperkuat daya saing produk domestiknya di pasar internasional.


Jelas bahwa setiap negara dapat mengimplementasikan sebuah peraturan yang dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan posisi tawar produk dalam negeri dalam menghadapi tantangan globalisasi dengan berlakunya sistem pasar bebas. Undang-undang jaminan produk halal (JPH) sekaligus akan memperluas peluang pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selama ini, masyarakat Muslim di negara-negara seperti Jepang, Korea, juga yang lain justru mengonsumsi produk daging halal yang berasal dari negara-negara seperti Brazil atau Australia.


Masyarakat Muslim dunia dipastikan akan lebih memilih produk yang berasal dari negara seperti Indonesia dibanding dari Brazil atau Australia selama produk tersebut dapat diperoleh dengan mudah. Jadi, jaminan halal akan memperluas pangsa pasar sebuah produk karena masalah halal mengandung dimensi batiniah sehingga preferensi untuk memilih produk yang terjamin kehalalannya menjadi pilihan yang tidak mudah dikalahkan dengan promosi lahiriah sebuah produk yang lain.


Pro dan kontra
Anehnya, RUU JPH di Indonesia yang telah disiapkan di DPR justru mempunyai potensi menimbulkan pro dan kontra apabila filosofi dasar dikeluarkannya rancangan tersebut tidak didasari pada pertimbangan kemanfaatan nilai-nilai Islam secara lebih luas.


Pengutamaan atas sertifikasi dan labelisasi produk cenderung menjadi rebutan kewenangan dan tidak mengedepankan kepentingan bangsa secara menyeluruh. Bibit-bibit pertentangan telah bermunculan, baik antara yang mendukung maupun yang tidak setuju adanya undang-undang tersebut. Pro dan kontra juga bisa terjadi pada sesama pendukung undang-undang tersebut karena lebih mengatur kelembagaan kewenangan sertifikasi halal dan  mengabaikan aspek membangun sistem halal yang luas dan menyeluruh.


Solusi alternatif agar RUU JPH menjadi sebuah undang-undang yang bermartabat adalah rancangan tersebut harus mampu merumuskan sistem dasar jaminan pangan halal bagi seluruh masyarakat sehingga mereka merasa pangan yang beredar di Indonesia adalah pangan yang terjamin aman, sehat, dan halal. RUU sebaiknya tidak terjebak kepada sertifikasi dan labelisasi produknya, tetapi menitikberatkan pada sistemnya sehingga sistem halal menjadi way of management system bagi setiap industri di Indonesia.


Kelembagaan yang dibangun adalah kelembagaan yang mengandung kelembagaan tiga pilar, yaitu badan akreditasi, lembaga sertifikasi dengan syarat yang ketat, dan laboratorium pemeriksa yang ketiganya bersifat terpisah dan independen. Kelembagaan dalam satu payung mulai dari akreditasi, sertifikasi, dan laboratorium pemeriksa dapat menimbulkan bias kepentingan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tidak adil dan tidak ada kontrol.


Akhirnya, masyarakat menunggu lahirnya undang-undang jaminan halal yang betul-betul mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa ini. UU tersebut juga membuat bangsa ini mempunyai sistem halal yang menyeluruh dan berkualitas, bahkan seharusnya lebih berkualitas.


Yuny Erwanto, PhD (Kepala Bidang Pengembangan Produk Halal Pusat Penelitian Produk Halal UGM)
Sumber: Republika

Klik suka di bawah ini ya