Model Pemberdayaan Fakir Miskin

Kita bersyukur Profesor Muhammad Yunus (66 tahun), penggagas dan pendiri Grameen Bank dianugerahkan Hadiah Nobel oleh Komite Nobel Norwegia. Muhammad Yunus memulai gerakannya dengan memodalkan 27 dolar AS pada 42 nasabah wanita untuk usaha-usaha kecil pembuatan kursi di desa Jobra, Bangladesh. Pada pertengahan 2006, Grameen Bank (GB) telah memiliki debitur 6,61 juta orang, 97 persen di antaranya adalah wanita miskin. GB memiliki 2.226 cabang, melayani 71.731 desa.
Di Indonesia telah banyak lembaga yang mereplikasi sistem Grameen untuk membantu usaha kecil dan fakir miskin. Misalnya, Yayasan Para Sahabat, Ukabima, Yayasan Mitra Usaha, Mitra Dhuafa, dan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk). Yang menarik, ada yang mempraktikkan metodologi GB ini pada BPR-BPR, seperti oleh Yayasan Para Sahabat dan Ukabima. Juga sekarang ini, di NAD, dalam suasana membludaknya keuangan mikro untuk bantuan tsunami dan pascakrisis, BPR-BPR didorong oleh ADB untuk mengikuti pendekatan GB ini.


Pendekatan GB
Kesuksesan GB tidak terlepas dari pendekatan yang dilakukannya, yang kalau diringkaskan dapat dikemukakan sebagai berikut. Dari tulisan ASM Mohiuddin Wakil Manajer Umum GB, berjudul 'Pendekatan Outreach Grameen Bank dan Potensi Perluasannya di Indonesia untuk Mencapai MDG' dapat kita petik berapa pelajaran. Misi utama GB adalah membantu kaum miskin keluar dari kemiskinan. Masyarakat tidak mendatangi bank, tapi bank yang semestinya mendatangi mereka. Bank juga tidak mengharuskan agunan.
Umumnya pinjaman yang diberikan GB melalui kelompok-kelompok GB terdiri dari 5 orang yang mengadakan pertemuan berkala sepekan sekali. Pinjaman diberikan umumnya untuk satu tahun, atau untuk jumlah bulan yang disepakati di suatu cabang. Pagu umum pinjaman berlaku untuk semua peminjam di suatu cabang. Jadwal pengembalian tetap, besar angsuran seragam. Pinjaman disalurkan sekaligus di suatu waktu. Penyaluran pinjaman dengan metode bertahap 2, 2, 1, ketua mendapat giliran paling belakangan. Diperlakukan sebagai cidera janji jika tidak dapat melunasi pinjaman dalam 52 minggu. Setiap peminjam hanya berhak atas satu saham GB. Jadi, GB dimiliki oleh lebih 5 juta pemegang saham, hampir seluruhnya orang miskin. Simpanan bersama dalam suatu rekening kelompok diaktifkan bersama oleh ketua dan sekretaris kelompok dengan persetujuan semua anggotanya.
Setelah berusia seperempat abad, GB mengembangkan metodologi baru yang disebut sebagai GGS, Grameen Generalized System. GGS dibangun sekeliling satu produk pinjaman utama yang disebut pinjaman dasar: jalur cepat kredit mikro Grameen. Selain itu, ada dua produk pinjaman lain: 1) pinjaman perumahan, dan 2) pinjaman pendidikan tinggi yang seiring dengan pinjaman dasar. Dalam sistem baru ini, besarnya pinjaman, masa pinjam, dan pelunasan mendapat keleluasaan. Di samping itu juga ada tabungan pensiun Grameen.

BMT Kube
Seperti kita ketahui, sejak awal 1990-an di Indonesia telah berkembang baitul maal wat tamwil, dimulai dengan baituttamwil di Masjid Salman ITB. Pinbuk mengembangkan BMT sejak 1995 yang hingga sekarang telah ada 3200 BMT di Indonesia. Berlainan dengan GB, BMT adalah lembaga keuangan mikro yang bersifat unit sistem. GB adalah bank yang memiliki cabang di seluruh Bangladesh. BMT didirikan oleh lebih dari 20 pendiri, mengurunkan modal awal, dan beroperasi umumnya hanya di sekitar tempat pendiriannya. Jadi BMT lebih otonom dalam pengelolaan.
Dengan dibentuk Asosiasi BMT se-Indonesia (Absindo) oleh Kongres Nasional BMT I Desember 2005 yang lalu, diharapkan BMT-BMT akan terjaring dalam suatu jaringan kerja yang lebih produktif. Di samping itu, BMT beroperasi dengan sistem syariah, bagi hasil, sedangkan GB beroperasi dengan sistem bunga.
Sejak 2003, sebagai proyek percontohan, Pinbuk bekerja sama dengan Departemen Sosial RI, telah mengembangkan BMT Kelompok Usaha Bersama (Kube) dengan menerapkan metodologi GB. Jika di GB kelompok diorganisasi dalam kelompok beranggotakan 5 orang, Kube diorganisasi beranggotakan 10 orang. Hal ini dikarenakan Kube telah dikembangkan oleh Departemen Sosial RI sejak tahun 1980-an beranggotakan 10 orang. Hanya, belum diorganisasi menjadi lembaga keuangan mikro seperti BMT.
Proyek percontohan yang dilakukan Pinbuk bersama Depsos ini, dijalankan dengan terlebih dahulu menyosialisasikan konsep Kube dan BMT. Kube dibentuk setelah dilakukan identifikasi keanggotaan oleh pendamping, dan kemudian calon-calon anggota bersepakat mendirikan Kube. Anggota-anggota diharuskan mengikuti pra pelatihan wajib himpunan (PWH), konsultasi antarpendamping dan anggota untuk memantapkan pembentukan Kube. Kemudian, mereka bersepakat untuk mengikuti PWH selama 5 hari.
Setelah PWH, tiga Kube didampingi untuk melakukan pertemuan rumpun dengan pendampingan dan diadakan dalam periode yang disepakati. Lama pertemuan 90 menit, di mana dilakukan selain simpan pinjam, pencatatan, juga ada ikrar anggota, ikrar pendamping, penguatan ruhiyah, dan bertukar pengalaman. Pertemuan tanpa ada suguhan makan minum. Pinjaman dilakukan dengan metode 3-3-3-1, ketua yang terakhir. Setelah rumpun berjalan sekitar 6 bulan, ketua-ketua Kube dengan mengajak para dermawan yang ada di desa itu, mendirikan BMT. Setelah berdiri, BMT melakukan usaha penggalangan dana simpanan dari anggota dan Depsos, menurunkan dana kemitraan yang dititipkan pada BMT Kube yang telah dibentuk itu.

Perkembangan
Dalam tahun anggaran 2004/2005 telah dikembangkan 97 BMT Kube yang mencakup 1.969 Kube, 23.798 kepala keluarga, dengan memanfaatkan dana kemitraan dari Depsos sebesar Rp 31,6 miliar. Sementara itu, dana tabungan masyarakat miskin sendiri sebesar Rp 5.216.349.543 yang terhimpun di BMT-BMT dan dimanfaatkan sebagai dana pinjaman untuk pengembangan usaha para fakir miskin. Mereka juga telah memupuk dana iuran kesejahteraan sosial sebesar Rp 80 juta, sehingga total aset dari 97 BMT Kube menjadi Rp. 37.051.743.962.

Yang menarik adalah memperlakukan dana Depsos sebagai dana kemitraan yang dititip ke BMT, untuk digulirkan sebagai dana pinjaman memperbaiki kondisi usaha para fakir miskin yang tergabung dalam Kube-Kube di BMT-Kube. Dengan demikian, dana Depsos RI itu tidak saja dimanfaatkan sebagai dana pengembangan usaha fakir miskin, tetapi juga terpelihara, malah diperbesar dengan dana tabungan dan iuran dari anggota.
Sebanyak 97 BMT Kube itu tersebar di 19 provinsi. Di Sumatera Utara misalnya, dikembangkan 4 BMT Kube dari 41 Kube mencakup 751 anggota fakir miskin. Dana kemitraan Depsos sebesar Rp 750 juta di 4 BMT di Sumatera Utara itu, telah berkembang menjadi Rp 1.144.524.046 dalam setahun. Tambahannya berasal dari simpanan fakir miskin Rp 359.095.285, dan iruan kesejahteraan sosial sebesar Rp 6.315.241. Jadi, dana kemitraan Depsos tidak habis dikonsumsi seperti BLT.

M Amin Aziz, Ketua Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
Republika,06 Desember 2006

Klik suka di bawah ini ya