Memberdayakan Umat Lewat Reksadana Syariah

Oleh: Luqyan Tamanni M.Ec (Staf Pengajar, STEI Tazkia)

Reksadana adalah salah satu produk investasi yang belum tergali secara optimal potensinya. Produk yang mempunyai kemampuan mengangkat perekonomian rakyat kecil ini masih merupakan ‘barang mewah’ bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Bandingkan dengan di Amerika Serikat yang jumlah penduduknya hampir sama dengan Indonesia, jumlah reksadananya lebih dari 10.000 funds, dan dikelola oleh ribuan fund managers. Sedangkan di Indonesia baru mencapai sekitar 90 funds yang dikelola sekitar 70 fund managers.

Jangan jauh-jauh ke AS, dengan Malaysia saja kita kalah jauh. Di negeri jiran itu, reksadana adalah idola bagi ibu-ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa, serta pekerja golongan menengah ke bawah. Daya tarik ini bukanlah hanya disebabkan oleh kesadaran menabung masyarakat yang tinggi, namun juga karena modal yang diperlukan sedikit, jaringan pemasaran yang luas (i.e. kantor-kantor pos), mudah disetor dan ditarik, serta kadar keuntungannya yang jauh lebih besar dari menabung di bank (selisih antara 4-5% di bank dan 10-15% di reksadana).


Salah satu penyebab yang lain adalah keterlibatan pemerintah, baik federal maupun negeri, dalam ikut serta secara aktif menerbitkan Amanah-amanah Saham, meskipun sebagian besarnya tetap dibawah kelolaan Permodalan Nasional Berhad (PNB). PNB adalah salah satu fund manager terbesar, yang juga mempunyai banyak kepentingan bisnis di Indonesia.

Dalam situasi pasar Indonesia yang demikian, masih mungkinkah kita bicara reksadana syariah? Sesungguhnya ini justru merupakan satu tantangan yang menarik. Memang, bagi sebagian kecil pemerhati, reksadana syariah dinilai hanya sebagai kelatahan penggiat ekonomi syariah dalam mensyariahkan berbagai produk konvensional, dengan hanya bermodalkan modifikasi yang sangat minim. Namun perlu dicatat bahwa faktor riba adalah penghalang utama enggannya sebagian investor muslim, yang puluhan juta jumlahnya, untuk memarkir duitnya dalam sektor ini.

Oleh karena itu, ijtihad untuk menjadikan reksadana suatu sarana investasi bebas riba patut dipuji, mengingat ini merupakan usaha yang sama-sama menguntungkan, baik pihak investor maupun dunia usaha atau emiten. Bagi investor, reksadana menjanjikan return yang cukup lumayan dan malah bisa dua kali lipat dari apa yang diperoleh dari menabung di bank. Sebaliknya, pengusaha memperoleh sumber dana yang sangat besar dan untuk jangka masa yang cukup lama.

Unik dan Menantang
Reksadana adalah unit-unit investasi yang dikeluarkan oleh pengelola dana (fund manager). Unit investasi ini merupakan penggabungan dari saham-saham atau instrumen investasi lainnya yang dimiliki fund manager, yang dibeli dari hasil dana yang dikumpulkan dari ratusan, atau ribuan investor. Dengan cara ini, nilai serta return dari investasi gabungan ini akan meningkat.

Dalam definisi sederhana, reksadana syariah adalah reksadana dalam bentuk-bentuk di atas dengan beberapa syarat tambahan, terutama sekali ketiadaan unsur riba dalam portofolionya. Sekuritas-sekuritas yang dibeli dan ‘dipegang’ oleh fund manager syariah mestilah juga memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur oleh syariah, di mana pelaksanaannya akan diawasi oleh sebuah badan pengawas syariah.

Salah satu hal menarik mengenai reksadana syariah adalah keterlibatan banyak institusi keuangan dunia dalam pemasaran dan pemakaiannya. Menurut beberapa kalangan, di Eropa sendiri sekarang ada lebih dari 50 pengelola reksadana syariah. Salah satunya adalah Al-Sukoor European Equity Fund yang dikelola oleh Commerzbank AG, Jerman.

Di antara daya tarik reksadana syariah adalah tantangan pengelolaan dananya yang tergolong unik dan menantang. Di samping itu skala pemasarannya yang luas dan menglobal serta potensi pasar yang juga cukup menggiurkan, merupakan kelebihan tersendiri bagi fund syariah ini. Menurut perkiraan seorang analis di Asian Wall Street Journal, potensi dana yang bisa dikumpulkan melalui produk reksadana ini berkisar di antara US$ 100 sampai US$ 150 Miliar. Ini sudah cukup untuk menarik minat banyak pengelola dana untuk menggeluti bidang Islamic Fund ini. Sampai sekarang, Indonesia baru mempunyai kurang dari sepuluh dana yang dikelola secara syariah, dua milik Danareksa, satu dari PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) dan beberapa lainnya yang ditawarkan oleh Fund Management Joint Venture asing.

Dengan pemasaran serta usaha memasyarakatkan produk yang lebih intensif, insya Allah reksadana menjadi roda investasi yang bukan saja menguntungkan namun juga cocok buat rakyat kecil. Dengan modal awal minimal, yang berkisar antara Rp 100.000 sampai Rp 250.000, masyarakat luas akan dapat mengecap pertumbuhan equity dan keuntungan pasar modal yang senantiasa lebih besar dari kadar bagi hasil bank.

Katalis Kemakmuran
Sebenarnya ada dua mekanisme umum yang bisa digunakan untuk menjadikan reksadana sebagai ujung tombak kesejahteraan umat. Pertama, reksadana merupakan instrumen investasi yang bisa menyalurkan dana tabungan rakyat kecil dan memberikan keuntungan yang relatif tinggi. Selain itu, reksadana juga merupakan sarana investasi jangka panjang, di mana masyarakat dibiasakan untuk berfikir jauh ke depan, demi kesejahteraan yang berkesinambungan (sustainable welfare).

Banyak hal yang bisa dicapai dengan reksadana, misalnya sebagai persiapan hari tua, perjalanan haji, biaya sekolah, dan sebagainya. Meskipun demikian, reksadana juga memiliki fleksibilitas penarikan atau penjualan unit penyertaan setiap waktu, seperti layaknya jenis-jenis tabungan lainnya.

Selanjutnya yang kedua, sisi lain dari dana yang terkumpul ini adalah sisi investasinya. Dari aspek investasi atau penyaluran dana-dana yang terserap tadi, pihak pengelola dana akan memainkan peranan sebagai investor yang bukan saja mencari keuntungan yang banyak, tetapi tetap harus berhati-hati dalam mengelola dana dari ribuan nasabah tadi.

Oleh karena itu, dalam konteks fund manager yang mempunyai karakter muamalah Islami, investasi ini akan dilakukan dengan berbagai cara yang sejalan dengan syariah. Serta, idealnya, membawa misi muamalah Islam itu sendiri yaitu, menjadikan investasi tadi sebagai alat kemakmuran dan kemajuan dunia usaha yang Islami.

Dengan lain perkataan, fund manager tidak saja harus selektif dalam investasinya -- misalnya tidak hanya memilih emiten yang masuk Jakarta Islamic Index semata-mata -- namun lebih ketat lagi penyaringannya. Misalnya memilih emiten-emiten yang secara kepemilikan dan produksinya menguntungkan bagi umat. Dengan demikian, secara perlahan ekonomi umat pada umumnya dan dunia usaha khususnya akan mempunyai struktur permodalan yang kokoh dan eksistensi pasar yang kuat pula. Amin.
Sumber: Tazkia Online

Klik suka di bawah ini ya