Irfan Syauqi Beik (Dosen FEM IPB)& Raditya Sukmana (Dosen FE Univ Airlangga)
Perkembangan zakat semakin menunjukkan tren yang menggembirakan dari waktu ke waktu. Ketua Baznas, KH Didin Hafidhuddin, dalam milad Baznas beberapa waktu lalu, melaporkan bahwa zakat yang terkumpul secara nasional pada 2008 lalu mencapai angka Rp 930 miliar. Ini berarti terjadi kenaikan sekitar Rp 160 miliar dari tahun 2007 yang mencapai Rp 770 miliar. Hasil ini sungguh menggembirakan, sekaligus merupakan tantangan bagi komunitas zakat nasional untuk berprestasi lebih baik di masa depan.
Bahkan untuk tahun 2009 ini, Presiden SBY menantang Baznas untuk mengumpulkan zakat sebesar Rp 1 triliun. Apabila hal itu terjadi, maka Presiden akan mengadakan tasyakuran bersama komunitas zakat nasional sebagai tanda rasa syukur pada Allah. Sesungguhnya, pernyataan tersebut menunjukkan adanya "pengakuan resmi" Presiden terhadap peran signifikan ZIS. Apalagi hal tersebut beliau tegaskan kembali pada pembukaan Festival Ekonomi Syariah 4 Februari 2009 lalu, di mana beliau menegaskan pentingnya revitalisasi zakat, infak, dan sedekah dalam pembangunan nasional.
Prestasi lainnya adalah diperolehnya sertifikat ISO 9001 : 2000 oleh Baznas. Ini adalah pencapaian yang sangat luar biasa, mengingat belum ada satu pun lembaga zakat yang mendapatkan sertifikat tersebut, termasuk mungkin institusi-institusi pemerintah yang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa Baznas telah menunjukkan kompetensi yang dapat disejajarkan dengan lembaga atau perusahaan yang menerapkan standar manajemen mutu yang tinggi dan diakui secara internasional.
Mudah-mudahan dengan didapatnya sertifikat ISO tersebut, masyarakat akan semakin tergugah untuk menyalurkan zakat melalui lembaga, dan bukan dilakukan secara individual, apalagi dengan mengumpulkan orang-orang miskin sebagaimana yang terjadi beberapa waktu lalu di mana korban nyawa berjatuhan. Dalam usia yang baru delapan tahun, hendaknya prestasi Baznas tahun 2008 dapat dijaga dan ditingkatkan. Ada sejumlah fokus yang harus diperhatikan agar performa zakat nasional ke depannya menjadi lebih baik.
Fokus Zakat
Pertama, kerja sama antara Baznas dan lembaga pemerintah lainnya perlu ditingkatkan. Baznas perlu menggandeng Departemen Keuangan. Salah satu langkah baik pemerintah, meski sangat kontroversial, yaitu Sunset Policy untuk mendongkrak penambahan jumlah pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui pembebasan biaya fiskal luar negeri bagi pemegang NPWP, dan menaikkan hingga 150 persen bagi yang tidak memiliki NPWP. Sehingga, jumlah pemegang NPWP ini meningkat secara tajam dalam waktu yang relatif singkat.
Dengan penambahan ini, maka Baznas dan Depkeu dapat saling bertukar data, siapa saja pemilik NPWP yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ), dan siapa saja pemegang NPWZ yang mungkin belum memiliki NPWP. Harapannya adalah jumlah pajak dan zakat yang dihimpun dapat bertambah secara simultan, sebagaimana yang telah dicontohkan Malaysia selama ini, sehingga keduanya dapat saling memperkuat dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Kedua, memperkuat database muzakki dan mustahik dengan lebih baik. Ini adalah kelemahan umum dari lembaga-lembaga pengelola zakat yang ada, baik BAZ maupun LAZ. Sering kali lembaga pengelola zakat tidak memahami urgensi memiliki database yang baik, serta kurang memahami data-data apa saja yang harus dikumpulkan dan dimilikinya. Karena itu, penulis memandang perlu diciptakannya blue print pengembangan database yang terstandardisasi, sehingga akan tercipta data secara nasional yang sama. Misalnya, di samping data jumlah muzakki, mustahik, dan penghimpunan zakat, juga perlu dipikirkan indikator keberhasilan/ kegagalan program zakat melalui pengembangan indeks-indeks kinerja program. Data-data ini nantinya di-update secara periodik, misal setiap tiga bulan, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut.
Dengan pengelolaan yang baik, maka pada sisi keilmuan, keberadaan data tersebut akan mendorong berkembangnya riset-riset zakat secara lebih luas dan mendalam. Sehingga, ilmu ekonomi syariah akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Dinamika inilah yang dibutuhkan untuk mengembangkan dunia perzakatan nasional ke depannya, sehingga segala kelemahan dan kekurangan dalam pengelolaan zakat dapat diperbaiki dari waktu ke waktu. Sinergi antara dunia akademik dan praktisi ini merupakan salah satu rahasia mengapa ekonomi konvensional dapat berkembang pesat selama dua abad terakhir ini.
Fokus ketiga adalah perlunya koordinasi zakat satu atap. Ada banyak keuntungan yang didapat jika zakat ini dikelola satu atap. Pertama, dari sisi sinergi dan koordinasi antara BAZ dan LAZ, pengelolaan zakat satu atap akan memberikan banyak kemudahan dan percepatan, sehingga potensi dan kelebihan setiap lembaga zakat yang ada dapat lebih dioptimalkan. Kedua, dari aspek sosialisasi, akan lebih memperluas jangkauan dan cakupan wilayah sosialisasi zakat, baik secara teritorial maupun berdasarkan segmen masyarakat.
Baznas harus difungsikan sebagai payung yang menaungi BAZ dan LAZ yang ada. Karena itu, hal tersebut harus dinyatakan secara eksplisit dalam undang-undang zakat. Memang dalam Rakornas lalu, disepakati untuk menjadikan Baznas sebagai koordinator yang akan mengoordinasi lembaga zakat yang ada. Namun demikian hal tersebut belumlah cukup, sehingga perlu didukung dari sisi yuridis formalnya.
Ekspansi Zakat
Fokus keempat adalah melakukan ekspansi zakat secara besar-besaran, dengan menggarap sektor korporasi secara lebih intensif. Fatwa MUI yang mewajibkan zakat perusahaan pada sidang Komisi Fatwa MUI di Padang akhir Januari 2009 lalu dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Memang, selama ini telah terjalin kerja sama dengan BUMN Peduli, namun hal tersebut belumlah cukup mengingat belum optimalnya penggalian dana zakat perusahaan, baik BUMN, BUMD, maupun perusahaan-perusaha an swasta. Padahal, potensi zakat perusahaan itu sangat besar setiap tahunnya.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan strategi yang tepat untuk menggali potensi zakat perusahaan ini secara lebih mendalam. Kampanye perusahaan sadar zakat perlu terus-menerus dikembangkan, meski tahun 2009 ini imbas krisis global semakin dirasakan oleh pelaku di sektor riil. Artinya, perusahaan-perusaha an, terutama yang berorientasi ekspor, akan berhadapan dengan situasi yang sangat berat.
Dengan turunnya daya beli sejumlah negara utama tujuan ekspor, dipastikan perusahaan-perusaha an tersebut akan terpukul. Apalagi Presiden Barrack Obama belum lama ini mengatakan bahwa krisis di AS semakin memburuk, sehingga diperkirakan akan memberikan dampak global yang semakin buruk pula. Saking dahsyatnya krisis ini, sampai-sampai Perdana Menteri Islandia, Geir Haarde, terpaksa mengundurkan diri pada 23 Januari 2009 lalu karena pemerintahannya tidak sanggup lagi menanggung beban krisis yang telah mengakibatkan kebangkrutan negaranya itu.
Inilah saat yang tepat untuk menyosialisasikan zakat dan infak sebagai pencegah kebangkrutan perusahaan. Memang, terkesan sangat paradoks dan aneh, namun demikianlah janji Allah. Para pemegang saham harus diyakinkan akan janji Allah yang akan selalu menumbuhkembangkan harta yang dikeluarkan zakat dan infaknya. Keyakinan ini harus terus-menerus ditumbuhkan karena kebenaran Alquran adalah bersifat mutlak dan pasti. Tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Saatnyalah semangat berbagi dan memberi dijadikan sebagai senjata utama untuk menghadapi krisis global.
Dan fokus yang kelima adalah mendorong kerja sama internasional antarnegara Islam dalam mengembangkan dunia perzakatan. Bagaimanapun juga, Indonesia tidak bisa sendirian. Inilah masa yang tepat untuk menumbuhkan semangat kerja sama dan saling membantu antarkomponen umat dunia. Pemerintahan SBY, meskipun tengah fokus pada pelaksanaan pemilu tahun ini, tetap harus mendorong kerja sama dan koordinasi yang lebih kuat antara Baznas, Depag, dan Deplu dalam mengembangkan diplomasi zakat internasional, karena selama ini yang berkembang adalah people to people zakat diplomacy, dan belum G to G zakat diplomacy. Wallahu 'alam.
Mengakselerasi Pertumbuhan Zakat
Related Topics
Klik suka di bawah ini ya▼
▼