Sebagai praktisi keuangan/investasi konvensional dan pemula dalam bidang keuangan/investasi syariah, penulis ingin mengajak rekan-rekan yang mendalami bidang hukum dan Fiqh Islam untuk mengkaji ulang praktek-praktek keuangan/investasi syariah di sekitar kita. Tujuannya tiada lain adalah untuk melakukan “self restraining” dan “self correcting” atas apa-apa yang telah kita upayakan untuk mengembangkan produk-produk keuangan/investasi syariah.
Dalam melakukan investasi, baik itu investasi dengan exit mechanism yang terbuka di pasar modal ataupun dengan exit mechanism yang tertutup melalui private placement maupun swap placement, dibutuhkan suatu aktivitas audit baik secara keuangan maupun legal untuk menilai apakah investasi tersebut layak, menarik dan sah secara hukum. Legal audit yang dilakukan selama ini dalam investasi adalah legal audit yang berdasarkan hukum positif nasional maupun internasional. Kebutuhan legal audit yang berdasarkan syariah timbul sejalan dengan dikeluarkannya produk-produk investasi syariah dalam mengakomodasi kebutuhan umat Islam akan aktivitas investasi yang halalan thayyiban.
Investasi syariah mempunyai implikasi yang kuat dalam seleksi usaha-usaha target investasi. Proses produksi barang dan / atau jasa dalam usaha-usaha tersebut harus memenuhi kriteria halalan thayyiban dalam aspek-aspek terukur Fiqh Islam. Legal audit syariah yang bersandar kepada Fiqh Islam dengan dasar Al Qur’an dan Hadits Rasul Muhammad SAW memegang peranan yang sangat penting dalam penentuan masuk tidaknya usaha yang menjadi target investasi ke dalam kriteria halalan thayyiban secara syariah.
Dalam melakukan legal audit syariah atas aktivitas dan target investasi pembiayaan syariah, syariah legal auditor dituntut mengetahui tidak hanya hukum dan Fiqh Islam, namun juga hukum positif yang berlaku secara nasional dan internasional. Interaksi antara hukum dan Fiqh Islam dengan hukum-hukum positif dimungkinkan dengan adanya beberapa kesamaan aturan dan etika hukum yang berlaku. Namun tetap hukum dan Fiqh Islam menjadi prioritas acuan utama dalam menentukan aktivitas dan target investasi yang halalan thayyiban.
Landasan Legal Audit Syariah:
Firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282, mengatakan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau ia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalahmu itu perdagangan yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlahapabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Firman Allah dalam Surah yang sama ayat yang berikutnya masih lebih menegaskan isi ayat ini.
Legal audit syariah, sebagaimana juga legal audit konvensional, dalam melakukan pemeriksaan atas keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi mempunyai dasar-dasar dokumentasi notarial yang sesuai dengan dasar hukum yang disepakati. Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282 di atas banyak menekankan kepada hal-hal yang bersifat mu’amalah. Tentu saja mu’amalah yang dimaksud adalah mu’amalah yang memperhatikan kriteria halalan thayyiban secara syariah yang diatur dalam ayat-ayat surah-surah lainnya. Sehingga legal audit syariah menjadi luas cakupannya dibandingkan legal audit konvensional yang lebih banyak menilai keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi berdasarkan dokumentasi notarial dengan dasar hukum setempat. Sementara legal audit syariah menilai keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi berdasarkan dokumentasi notarial dengan dasar hukum universal Al Qur’an, Hadits Rasulullah Muhammad SAW dan Fiqh Islam yang diterjemahkan/disesuaikan ke dalam bahasa dasar hukum setempat yang tidak bertentangan dengan dasar hukum universal Islam.
Produk-produk inovatif investasi berbasiskan syariah semakin banyak. Produk-produk tersebut tidak hanya dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan/investasi Islam namun juga dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan/investasi non Islam yang diperuntukkan bagi para muslim. Memang dalam lembaga-lembaga keuangan tersebut biasanya ditemui dewan pengawas syariah setempat yang memonitor kriteria halalan thayyiban dari produk-produk tersebut. Namun perangkat legal audit syariah tetap dibutuhkan untuk menjamin tidak adanya pelanggaran atas kriteria halalan thayyiban tadi di masa yang akan datang dengan memeriksa apa-apa yang sudah dilewati di masa lampau dan apa-apa yang direncanakan di masa yang akan datang.
Banyak produk-produk keuangan/investasi syariah yang apabila tidak dikontrol dengan melakukan legal audit syariah atas produk-produk tersebut dapat menimbulkan apa yang disebut gharar dalam Fiqh Islam. Produk-produk tersebut antara lain:
Dalam melakukan investasi, baik itu investasi dengan exit mechanism yang terbuka di pasar modal ataupun dengan exit mechanism yang tertutup melalui private placement maupun swap placement, dibutuhkan suatu aktivitas audit baik secara keuangan maupun legal untuk menilai apakah investasi tersebut layak, menarik dan sah secara hukum. Legal audit yang dilakukan selama ini dalam investasi adalah legal audit yang berdasarkan hukum positif nasional maupun internasional. Kebutuhan legal audit yang berdasarkan syariah timbul sejalan dengan dikeluarkannya produk-produk investasi syariah dalam mengakomodasi kebutuhan umat Islam akan aktivitas investasi yang halalan thayyiban.
Investasi syariah mempunyai implikasi yang kuat dalam seleksi usaha-usaha target investasi. Proses produksi barang dan / atau jasa dalam usaha-usaha tersebut harus memenuhi kriteria halalan thayyiban dalam aspek-aspek terukur Fiqh Islam. Legal audit syariah yang bersandar kepada Fiqh Islam dengan dasar Al Qur’an dan Hadits Rasul Muhammad SAW memegang peranan yang sangat penting dalam penentuan masuk tidaknya usaha yang menjadi target investasi ke dalam kriteria halalan thayyiban secara syariah.
Dalam melakukan legal audit syariah atas aktivitas dan target investasi pembiayaan syariah, syariah legal auditor dituntut mengetahui tidak hanya hukum dan Fiqh Islam, namun juga hukum positif yang berlaku secara nasional dan internasional. Interaksi antara hukum dan Fiqh Islam dengan hukum-hukum positif dimungkinkan dengan adanya beberapa kesamaan aturan dan etika hukum yang berlaku. Namun tetap hukum dan Fiqh Islam menjadi prioritas acuan utama dalam menentukan aktivitas dan target investasi yang halalan thayyiban.
Landasan Legal Audit Syariah:
Firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282, mengatakan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau ia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalahmu itu perdagangan yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlahapabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Firman Allah dalam Surah yang sama ayat yang berikutnya masih lebih menegaskan isi ayat ini.
Legal audit syariah, sebagaimana juga legal audit konvensional, dalam melakukan pemeriksaan atas keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi mempunyai dasar-dasar dokumentasi notarial yang sesuai dengan dasar hukum yang disepakati. Al Qur’an Surah Al Baqarah ayat 282 di atas banyak menekankan kepada hal-hal yang bersifat mu’amalah. Tentu saja mu’amalah yang dimaksud adalah mu’amalah yang memperhatikan kriteria halalan thayyiban secara syariah yang diatur dalam ayat-ayat surah-surah lainnya. Sehingga legal audit syariah menjadi luas cakupannya dibandingkan legal audit konvensional yang lebih banyak menilai keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi berdasarkan dokumentasi notarial dengan dasar hukum setempat. Sementara legal audit syariah menilai keabsahan legal suatu aktivitas dan/atau target investasi berdasarkan dokumentasi notarial dengan dasar hukum universal Al Qur’an, Hadits Rasulullah Muhammad SAW dan Fiqh Islam yang diterjemahkan/disesuaikan ke dalam bahasa dasar hukum setempat yang tidak bertentangan dengan dasar hukum universal Islam.
Produk-produk inovatif investasi berbasiskan syariah semakin banyak. Produk-produk tersebut tidak hanya dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan/investasi Islam namun juga dikeluarkan oleh lembaga-lembaga keuangan/investasi non Islam yang diperuntukkan bagi para muslim. Memang dalam lembaga-lembaga keuangan tersebut biasanya ditemui dewan pengawas syariah setempat yang memonitor kriteria halalan thayyiban dari produk-produk tersebut. Namun perangkat legal audit syariah tetap dibutuhkan untuk menjamin tidak adanya pelanggaran atas kriteria halalan thayyiban tadi di masa yang akan datang dengan memeriksa apa-apa yang sudah dilewati di masa lampau dan apa-apa yang direncanakan di masa yang akan datang.
Banyak produk-produk keuangan/investasi syariah yang apabila tidak dikontrol dengan melakukan legal audit syariah atas produk-produk tersebut dapat menimbulkan apa yang disebut gharar dalam Fiqh Islam. Produk-produk tersebut antara lain:
- Muqaradhah bond dengan bagi hasil minimal (mirip dengan coupon bond yang menetapkan tingkat bunga tertentu)
- As-Salam Parallel dengan tidak membatasi hubungan produsen riil dengan pembeli riil (dapat mempunyai dampak yang menyerupai perdagangan berjangka di bursa komoditi)
- Saham perusahaan yang mengeluarkan saham bonus ataupun hak opsi dari sumber yang tidak riil untuk kepentingan peningkatan nilai perusahaan di atas kertas semata-mata.
Ketiga contoh produk di atas, apabila tidak dilakukan legal audit syariah untuk melihat baik buruknya dari pengalaman yang telah lewat maupun rencana produk yang akan datang, maka dapat saja diputarbalikkan menjadi produk-produk keuangan/investasi dengan nama Islam namun tidak mempunyai dasar hukum dan Fiqh Islam yang kuat (diragukan keabsahannya).
Dalam dunia hukum positif ada suatu kecenderungan bahwa hukum positif banyak tertinggal dengan produk-produk keuangan/investasi yang ada. Sehingga ada suatu kondisi di mana produk-produk keuangan/investasi yang ada membaku dalam suatu praktek keuangan/investasi berdasarkan kebiasaan komunitas keuangan/investasi. Hukum-hukum positif yang mengatur praktek keuangan/investasi terbentuk kemudian untuk mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu dalam komunitas keuangan/investasi.
Dalam praktek keuangan/investasi syariah, dasar hukum dan Fiqh Islam telah banyak mengatur praktek keuangan/investasi syariah. Masalahnya dalam zaman sekarang ini, secara empiris produk-produk keuangan/investasi syariah diajukan oleh komunitas keuangan/investasi syariah yang terlalu berupaya menghasilkan produk keuangan/investasi “tandingan” terhadap produk keuangan/investasi konvensional. Dalam hal ini, lagi-lagi legal audit syariah sangat berperan untuk mencari dan meluruskan penyimpangan sesuai dengan syariah.
Mudah-mudahan tulisan ini mampu menggulirkan suatu kajian yang dapat diteruskan pembahasannya dengan lebih detil oleh rekan-rekan yang mendalami hukum dan Fiqh Islam.
Oleh: Muhammad Gunawan Yasni, MM, CIFA