Diantara hikmah penting yang dapat diambil dari peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW bersama para sahabat 14 abad yang lalu, adalah keberhasilan transformasi kekuatan umat di seluruh bidang kehidupan, termasuk bidang sosial, politik, dan ekonomi, sehingga menjadi sebuah kekuatan yang sangat berpengaruh dan disegani. Menurut Presiden IRFI (Islamic Research Foundation International) AS, Ibrahim B. Syed, hijrah adalah titik balik dalam sejarah (the turning point), yang mampu melahirkan peradaban Islam yang tangguh dan kokoh.
Salah satu faktor utama yang menunjang keberhasilan proses transformasi tersebut adalah terletak pada kemampuan Rasul SAW di dalam menjadikan pasar berbasis mesjid sebagai sentra pembangunan ekonomi masyarakat. Rasul menyadari bahwa kegiatan ekonomi merupakan variabel penting yang tidak boleh diabaikan dalam membangun Madinah. Karena itu, begitu mengetahui bahwa pasar Madinah saat itu dimonopoli oleh kaum Yahudi, dimana mereka berusaha menciptakan berbagai barriers terhadap masuknya pedagang Muslim, maka Rasulullah pun merespon dengan segera membangun pasar baru, yang menjamin keadilan dan akses usaha bagi siapa saja.
Pasar baru yang dibangun Rasul ini ternyata efektif di dalam menciptakan alternatif dan “perang ekonomi” terhadap pasar yang dikuasai Yahudi. Sehingga, volume perdagangan yang keluar masuk pasar ini semakin meningkat dari waktu ke waktu, mengalahkan volume perdagangan di pasar yang dikuasai Yahudi. Akibatnya, sistem bunga dan pajak bisnis yang bersifat eksploitatif, yang selama ini diterapkan oleh para pebisnis Yahudi di Madinah, dapat dikikis secara bertahap.
Kendali terhadap arus perdagangan internasional, baik yang masuk maupun yang keluar Madinah, juga dapat diambil alih oleh kaum Muslimin. Pada akhirnya, “dual market system” yang berlaku saat itu, yaitu Pasar Islam vis a vis Pasar Yahudi, berakhir dengan “kegagalan” di pihak Yahudi, sehingga terjadilah proses akuisisi aset-aset ekonomi dari kaum Yahudi kepada kaum Muslimin.
Kombinasi dari dukungan kebijakan yang diberikan Rasul sebagai penguasa tertinggi berdasarkan prinsip keadilan dan keseimbangan, serta kepiawaian manajemen bisnis para sahabat seperti Abdurrahman bin ‘Auf ra dan Utsman bin ‘Affan ra, termasuk di dalam menjaga kualitas barang dagangan mereka, menjadi kunci utama kesuksesan pembangunan ekonomi Madinah pada saat itu. Tanpa kedua variabel tersebut, mustahil pasar kaum muslimin mampu menggantikan dominasi pasar kaum Yahudi.
Selain itu, variabel yang juga tidak boleh diabaikan adalah dukungan kuat yang berasal dari masyarakat umum sebagai konsumen utama, baik kaum Muhajirin maupun kaum Anshar. Dukungan tersebut tercermin dari kesediaan mereka untuk membeli dan menggunakan produk-produk yang ditawarkan oleh para pedagang di pasar yang dibangun oleh Rasul SAW. Mereka menyadari bahwa dengan menjadi konsumen dari sebuah institusi yang menjamin terciptanya keadilan ekonomi, akan memberikan keberkahan dan sekaligus keuntungan ekonomis. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila dalam waktu singkat Madinah kemudian tumbuh menjadi salah satu kekuatan regional yang diperhitungkan oleh negara-negara lain di sekitarnya.
Sinergi Tiga Elemen
Berkaca dari perjalanan dakwah Rasulullah SAW tersebut, ada tiga elemen penting yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan pembangunan ekonomi syariah. Yaitu, pemerintah dan DPR sebagai regulator, kalangan praktisi dan akademisi, serta masyarakat secara umum. Tanpa dukungan dan sinergi ketiganya, akan sangat sulit bagi ekonomi syariah untuk berkembang.
Jika melihat perjalanan institusi ekonomi syariah nasional tahun 2010 ini, terlihat adanya peningkatan peran dan dukungan dari ketiga elemen tersebut, meski masih belum optimal. Dari sudut regulasi, muncul beberapa aturan yang baru yang relatif mendukung perkembangan ekonomi syariah, seperti PP No 60/2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, pengaturan kebijakan perpajakan yang lebih kondusif bagi lembaga keuangan syariah melalui UU No 42/2009, dan lain-lain.
Dari sisi praktisi dan akademisi, kegiatan bisnis kalangan dunia usaha yang menjunjung tinggi prinsip kesesuaian syariah, serta kegiatan akademik dan riset-riset ilmiah ekonomi syariah, terus bermunculan dengan volume yang semakin meningkat. Sedangkan dari sisi masyarakat, dukungan yang diberikan juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin antara lain pada peningkatan jumlah zakat yang dibayarkan masyarakat melalui institusi amil, serta peningkatan dana pihak ketiga perbankan syariah.
Penulis berkeyakinan, melalui penguatan sinergi ketiga elemen ini, insya Allah pembangunan ekonomi syariah di tahun 2011 akan mengalami peningkatan yang lebih baik dari tahun 2010. Karena itu, tahun 2011 ini harus dijadikan sebagai momentum hijrah bagi kegiatan perekonomian nasional.
Dr Irfan Syauqi Beik, Ketua Tim Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB