Jurnal ilmiah yang banyak diterbitkan perguruan tinggi perlu ditingkatkan kualitasnya hingga memiliki reputasi internasional. Kerja sama dengan perguruan tinggi terkemuka dunia harus segera dilakukan untuk meningkatkan kualitas jurnal dalam negeri.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Wawan Gunawan A Kadir saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (10/12), mengatakan, hampir setiap fakultas/sekolah dan jurusan di ITB memiliki jurnal yang umumnya sudah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Namun, jurnal yang terindeks dalam basis data jurnal dan prosiding penelitian internasional, seperti Scopus dan Google Scholar, masih sangat rendah.
Kondisi serupa terjadi di Universitas Indonesia (UI). Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat UI Bachtiar Alam mengatakan, untuk meningkatkan kualitas jurnal intrakampus agar terindeks dalam basis data internasional, akademisi perguruan tinggi internasional terkemuka harus dilibatkan sebagai dewan editor jurnal tersebut.
Ajakan itu cukup mudah dilakukan, mengingat banyak dosen Indonesia yang dikenal luas di dunia internasional. Untuk itu, kerja sama dengan perguruan tinggi ternama dunia perlu didorong.
Persoalan penghambat penelitian Indonesia juga perlu segera dituntaskan. Anggaran penelitian perguruan tinggi, termasuk UI, masih jauh dari 20 persen, seperti anggaran riset perguruan tinggi internasional. ”Dengan otonomi kampus, fokus riset universitas perlu ditingkatkan,” katanya.
Pengelolaan sambilan
Retno Astuti, pengelola jurnal teknologi pertanian Universitas Brawijaya Malang, mengungkapkan, pengelolaan jurnal ilmiah perguruan tinggi yang ada hingga ke tingkat jurusan banyak yang tidak dilakukan optimal.
Pengelolaan jurnal umumnya ditangani dosen sebagai pekerjaan sampingan. Akibatnya, waktu terbit jurnal tidak teratur.
”Jurnal sulit berkembang kalau dikelola sebagai sambilan oleh dosen,” kata Retno.
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, hasil penelitian dosen Indonesia sangat banyak. Namun, hanya sedikit yang ditulis berbahasa Inggris sehingga tidak masuk dalam jurnal internasional dan tidak dilirik ilmuwan mancanegara.
”Padahal, banyak hasil penelitian yang relevan dan diaplikasikan di masyarakat,” ujarnya.
Saat ini pemerintah sedang menata manajemen jurnal ilmiah. Jika memungkinkan, akan ada dana bantuan (block grant) agar jurnal bisa terbit dua kali setahun dan semangat peneliti bangkit.
Sumber: Kompas