Sejumlah pengelola jurnal ilmiah di perguruan tinggi mengeluhkan sulitnya mendapatkan naskah-naskah bermutu. Selain menghambat pengembangan jurnal ilmiah, kondisi ini sekaligus mencerminkan kualitas penelitian di Tanah Air.
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Kemitraan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Indratmo Soekarno mengatakan, Selasa (11/8), agar berkembang dan mendapatkan akreditasi nasional atau menjadi jurnal internasional, keteraturan terbit sangat penting. Akreditasi nasional, misalnya, mensyaratkan jurnal terbit berturut-turut dua-tiga tahun dan dalam satu seri sekitar 200 halaman.
Di ITB terdapat 32 jurnal ilmiah dan 27 di antaranya aktif terbit. Lima lainnya kurang aktif. Terdapat dua jurnal internasional dan 12 jurnal berakreditasi nasional. Tengah diupayakan dua jurnal lainnya diakui secara internasional.
Keberlanjutan jurnal ilmiah terkendala oleh minimnya naskah bagus. ”Masih kurang kiriman naskah hasil penelitian yang orisinalitasnya tinggi dan memiliki kebaruan atau new finding,” ujarnya.
Kondisi itu ikut mencerminkan kualitas riset di Tanah Air. ”Kalau penelitian hanya bersifat daur ulang, sulit masuk jurnal ilmiah berakreditasi,” katanya.
Hal serupa diungkapkan Kasubdit Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Yoki Yulizar.
UI mengelola 34 jurnal ilmiah dan 10 jurnal di antaranya terakreditasi serta 24 jurnal dalam proses akreditasi. Tahun ini, 6 jurnal di antaranya dalam persiapan sebagai jurnal internasional. ”Sebagian pengelola jurnal mempunyai kendala dalam memburu naskah,” ujarnya.
Kesulitan mendapatkan naskah sempat dirasakan Jimmy P Paat, dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta. Dia pernah menjadi anggota dewan penyunting Jurnal Kebahasaan dan Kesastraan.
Jimmy mengatakan, ada kecenderungan penelitian sebatas proyek. Proyek memang merangsang tumbuhnya penelitian, tetapi kualitasnya dipertanyakan.
Sumber: KOMPAS