Dimensi Ekonomi Qurban

Salah satu karakteristik ibadah dalam ajaran Islam adalah setiap ibadah pasti memiliki sisi sosial ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, manfaat suatu ibadah, bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah SWT, namun juga memiliki implikasi secara horizontal dengan sesama manusia. Beberapa ibadah bahkan memberi dampak ekonomi secara langsung (direct effect). Sebagai contoh adalah zakat dan ibadah haji, dimana pelaksanaan kedua ibadah tersebut secara langsung dapat menstimulasi kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat, mulai dari pemberian akses permodalan berbasis zakat produktif kepada kaum dhuafa untuk memulai usaha mereka, hingga industri transportasi, jasa komunikasi dan jasa layanan catering kepada jemaah haji.

Contoh ibadah lain, yang juga sangat istimewa, karena dilaksanakan pada hari yang sangat spesial, adalah ibadah qurban. Qurban adalah suatu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT, yang dilaksanakan mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Secara spiritual, semangat berqurban mencerminkan ketundukan dan keridhoan terhadap segala ketentuan-Nya. Diharapkan, dampak dari ibadah qurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Qurban merupakan salah satu jalan untuk meraih predikat taqwa, dan merupakan bentuk dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan (QS 108 : 1-2).

Aspek ekonomi
Secara ekonomi, pelaksanaan ibadah qurban ini juga memiliki empat implikasi. Pertama, dari sisi demand dan supply. Pada sisi permintaan, ibadah qurban ini menjamin adanya permintaan terhadap hewan qurban, baik kambing/domba maupun sapi/kerbau. Bahkan permintaan ini memiliki kecenderungan untuk meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menunaikan ibadah ini. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Syukur Iwantoro menyatakan bahwa kenaikan permintaan hewan qurban pada tahun 1433 H ini bervariasi. Khusus wilayah Jabodetabek, kenaikan ini mencapai angka 10-15 persen.

Kondisi permintaan yang seperti ini memberikan sinyal kepada kita untuk melakukan penataan dari sisi supply. Sisi penawaran ini harus bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat, terutama industri peternakan rakyat, yang notabene termasuk ke dalam kategori UMKM. Pertanyaannya sekarang, siapa yang lebih menikmati kenaikan penjualan domba dan sapi selama ini? Inilah tantangan besar bagi umat ini, bagaimana caranya agar penjualan domba dan sapi ini lebih banyak dinikmati oleh umat.

Kedua, dari sisi ketahanan ekonomi. Ibadah qurban ini bisa menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan perekonomian domestik dalam menghadapi tekanan krisis global. Tentu saja dengan catatan bahwa hewan qurban tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri. Jika pasokan hewan qurban tersebut berasal dari impor, maka yang akan menikmati adalah perekonomian negara eksportir hewan qurban. Permintaan domestik yang tinggi, akan sangat menguntungkan negara mereka, seperti Australia yang menjadi eksportir sapi terbesar ke tanah air. Oleh karena itu, perlu dipikirkan secara lebih serius, bagaimana caranya meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pengadaan hewan qurban ini bisa dipenuhi oleh para peternak lokal.

Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sentra industri peternakan rakyat. Beberapa upaya lembaga zakat, baik BAZNAS dan LAZ, untuk membangun sentra usaha ternak yang dikelola oleh kaum dhuafa, perlu didukung. Keberadaan sentra-sentra ini harus diperbanyak, dan kelompok masyarakat calon pequrban perlu didorong untuk membeli dari ternak usaha rakyat tersebut. Jika usaha membangun sentra peternakan rakyat ini mengalami kendala permodalan, maka perbankan syariah dapat ikut terlibat dalam pembiayaannya. Untuk itu, inovasi model bisnis yang menguntungkan semua pihak perlu diciptakan.

Ketiga, qurban dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional, dimana kelompok dhuafa mendapatkan tambahan pasokan daging yang siap dikonsumsi. Meskipun sifatnya sangat temporer, tapi paling tidak, qurban ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat, yang saat ini baru mencapai angka tujuh kilogram per kapita per tahun. Masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging warga Malaysia yang mencapai angka 44 kg per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi daging ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging. Dengan qurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging. Keempat, qurban dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi syariah. Wallahu a’lam.

Dr Irfan Syauqi Beik
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB

Klik suka di bawah ini ya