Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang terletak di wilayah Asia Tenggara. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun yang mencapai angka 1,49 persen sesuai data BPS, dapat dipastikan Indonesia ini tetap menjadi negara dengan populasi Muslim terbanyak sampai beberapa tahun ke depan.
Namun, meskipun jumlah muslim terbesar di dunia, pangsa pasar perbankan syariah di Tanah Air masih sangatlah kecil, baru menyentuh angka tiga persen di akhir bulan Desember 2010. Sangatlah kontras jika dibandingkan Malaysia, yang dengan jumlah Muslim kurang dari 15 juta jiwa, ternyata perbankan syariahnya mampu menembus angka 20 persen di akhir tahun 2010.
Salah satu faktor keberhasilan negeri jiran tersebut dalam pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang lebih baik dari Indonesia, di antaranya adalah karena ketersediaan riset-riset empiris, yang memberikan keuntungan, tidak hanya bagi kalangan akademisi, Tapi juga bagi para praktisi perbankan syariah. Dengan kata lain, link and match antara dunia pendidikan dan dunia praktisi terjalin begitu kuat. Artikel yang berjudul Who Patronises Islamic Banks in Indonesia?yang ditulis oleh Muhamad Abduh dan Mohd Azmi Omar, dan telah diterbitkan oleh Australian Journal of Islamic Law, Management and Finance Vol. 1. Issue 1, hal 40-53, mencoba untuk menawarkan sejumlah alternatif dalam meningatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.
Kriteria pemilihan bank
Riset tentang kriteria pemilihan bank olehkonsumen telah banyak dilakukan oleh para akademisi ataupun praktisi perbankan itu sendiri. Puluhan, jika tidak ratusan artikel dengan tema riset ini dapat ditemukan di berbagai jurnal internasional. Akan tetapi, riset tentang preferensi konsumen dalam memilih perbankan syariah masih belum banyak dipublikasikan. Di antara yang menjadi rujukan dalam bingkai perbankan syariah ini adalah Erol dan El-Bdour(1989), Erol, Kaynak dan EIBdour (1990), Naser, Jamal dan Al-Khatib (1999) untuk Yordania. Kemudian ada Haron, Ahmad dan Planisek (1994), Ahmad dan Haron (2002), Dusuki dan Abdullah (2007) serta Haron dan Wan Azmi (2008) untuk kasus Malaysia. Selain itu, terdapat juga Hegazy (1995) di Mesir, Metawa dan Almossawi (1998) di Bahrain, serta Okumu (2005) di Turki.
Berdasarkan riset-riset tersebut, di antara faktor-faktor yang ditemukan memengaruhi konsumen untuk menjadi nasabah perbankan syariah adalah reputasi bank terkait, fasilitas dan servis yang disediakan, metode penetapan harga dalam pembiayaan, keramahan karyawan bank, tingkat pengembalian keuntungan dan tentu saja faktor keagamaan. Khusus untuk faktor keagamaan (religiosity), belum ditemukan memiliki dampak yang signifikan dalam memengaruhi keputusan konsumen, untuk menjadi nasabah perbankan syariah pada riset-riset permulaan, yaitu sekitar 1989 -1999.
Pada dekade 200O-an faktor keagamaan menjadi faktor yang memengaruhi keputusan seorang konsumen untuk menyimpan dananya di perbankan syariah. Isu September-eleven pada 2001 dalam hal ini mungkin turutmemengaruhi keterlibatan faktor keagamaan dalam perkembangan pangsa pasar perbankan syariah di dunia.
Pendekatan metodologi
Namun, semua artikel di atas hanya menggunakan teknik analisis deskriptif sehingga berhenti pada faktor-faktor apa saja yang muncul dalam pembahasan kriteria pemilihan bank. Oleh karena itu, artikel yang diresen-sikan kali ini menggunakan pendekatan yang berbeda, dengan tujuan membuat urutan mulai dari faktor yang paling signifikan dalam mempengaruhi nasabah untuk memilih perbankan syariah, serta peluang seseorang dengan karakteristik yang sama untuk menjadi nasabah perbankan syariah.
Riset ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari nasabah perbankan syariah dan konvensional di wilayah Kota Bogor pada pertengahan tahun 2006. Sebanyak 300 kuesioner disebarkan dan dianalisis lebih lanjut dengan analisis faktor, analisis korespondensi, dan diakhiri dengan analisis regresi biner-logistik dengan respons "0" jika bukan nasabah perbankan syariah dan respons "1" untuk sebaliknya.
Hasil analisis
Dari hasil yang diperoleh, individu yang mengutamakan isu keagamaan seperti kesesuaian bank tersebut dengan syariah serta mempertimbangkan dan mengikuti fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, yakni konsumen dengan peluang terbesar untuk menjadi nasabah perbankan syariah. Selain karakter individual, ada dua faktor intra-bank yangjugasecara signifikan mempengaruhi keputusan calon nasabah untuk menyimpan uangnya di bank syariah, yaitu ketahanan terhadap krisis (safety) dan iklan yang menarik [advertisement). Tingkat keuntungan (profitability) sementara belum menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat. Hal ini disebabkan jumlah perbankan syariah yang belum banyak pada tahun 2006. berbeda mungkin hasilnya jika riset ini dilakukan pada awal tahun 2011 ini.
Dari hasil riset ini, industri perbankan syariah dapat memfokuskan target pemasarannya pada kelompok masyarakat yang cukup terekspos dengan agama (Islam).
Dengan jumlah rekening yang baru mencapai enam jutaan (Statistik Perbankan Syariah. Desember 2010), industri perbankan syariah masih memiliki peluang yang sangat besar untuk memenangi pasar masyarakat yang mengedepankan isu-isu keagamaan. Yang perlu diperhatikan kemudian adalah kemasan iklan/promosi yang menarik bagi para calon-nasabah tersebut, tanpa lupa memberikan penekanan kepada isu keamanan dana serta ketahanan dari krisis keuangan, seperti yang terjadi pada tahun 1997/1998.
Ke depan, ada sejumlah riset lanjutan yang dapat dilakukan, dengan penekanan pada sejumlah isu. Isu-isu tersebut antara lain (i) adakah perbedaan faktor yang muncul dalam memengaruhi calon nasabah untuk menyimpan uangnya di perbankan syariah antara sebelum tahun 2011 dan tahun 2011 saat ini, dan (ii) apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah perbankan syariah untuk menarik uangnya dari bank.
Muhamad Abduh, Alumnus Departemen Statistika IPB dan Kandidat Doktor IIU Malaysia